Kisah Biksu Pilotikatissa - Dhammapada
Kisah Biksu Pilotikatissa
Hirinisedho puriso,
koci lokasmi vijjati,
yo niddam apabodheti,
asso bhadro kasamiva.
Asso yatha bhadro kasanivittho,
atapino samvegino bhavatha,
saddhaya silena ca viriyena ca,
samadhina dhammavinicchayena ca,
sampannavijjacarana patissata,
jahissatha dukkhamidam anappakam.
Orang yang paling langka di dunia ini,
adalah ia yang malu berbuat jahat,
dan selalu waspada,
bagaikan kuda bagus yang membuat dirinya tidak dicambuk.
Bagaikan kuda bagus yang dicambuk sekali,
akan menjadi tekun dan mawas diri pada roda kelahiran,
dengan keyakinan, sila, usaha, konsentrasi, perenungan Dhamma,
Berbekal pengetahuan dan sila,
dan dengan penuh kesadaran,
meninggalkan penderitaan yang tak terhingga.
Sang Buddha mengucapkan kedua ayat ini pada saat berada di vihara Jetavana, sehubungan dengan biksu Pilotikatissa.
Pada suatu hari, biksu Ananda melihat seorang remaja berpakaian kusam sedang berkeliling mengemis makanan. Ia merasa kasihan kepada remaja itu dan menjadikannya seorang samanera. Samanera muda itu meninggalkan pakaian-pakaian kusam dan piring mengemisnya di atas dahan sebatang pohon.
Saat menjadi biksu, ia dikenal dengan nama Pilotikatissa. Sebagai biksu, ia tidak perlu khawatir soal makanan dan pakaian karena ia hidup lebih makmur.
Kemudian, terkadang ia merasa tidak bahagia hidup sebagai biksu dan ingin kembali hidup sebagai umat awam. Setiap kali perasaan itu muncul di dalam pikirannya, ia akan mendatangi pohon tempat di mana ia meninggalkan pakaian-pakaian kusam dan piringnya.
Di sana, di bawah pohon itu, ia akan bertanya kepada dirinya sendiri, "Orang tak tahu malu. Apakah kau mau meninggalkan tempat di mana kau makan dengan layak dan berpakaian dengan layak? Apakah kau masih mau memakai pakaian-pakaian kusam ini dan mengemis lagi dengan piring tua ini?"
Demikianlah, ia menasihati dirinya sendiri, dan setelah pikirannya tenang kembali maka ia akan pulang ke vihara.
Setelah 2 atau 3 hari kemudian, lagi-lagi, ia merasa ingin meninggalkan kehidupan biksu, dan lagi-lagi, ia mengunjungi pohon tempat ia meninggalkan pakaian-pakaian kusam dan piringnya. Setelah bertanya kepada dirinya sendiri dengan pertanyaan yang sama dan mengingatkan dirinya sendiri betapa sengsara kehidupan masa lalunya, ia kembali ke vihara. Kejadian itu berulang-ulang terjadi.
Pada saat biksu-biksu lain bertanya kepadanya mengapa dirinya sering pergi ke pohon tempat di mana ia menyimpan pakaian-pakaian kusam dan piringnya, maka ia akan menjawab bahwa ia pergi menemui gurunya**.
Biksu Pitalokitatissa menganggap pakaian-pakaian kusam dan piring mengemisnya sebagai gurunya, karena benda-benda itu mendorongnya memiliki rasa malu, sehingga ia kembali berjalan di Jalan yang benar.
Demikianlah, ia terus menerus memusatkan pikirannya kepada pakaian-pakaian kusamnya sebagai subjek meditasi, ia menjadi sadar pada kesunyataan tentang sifat-sifat Kelompok Kehidupan, dan segera mencapai kesucian tingkat arahat. Setelah itu, ia tidak lagi pergi ke pohon itu.
Biksu-biksu lain yang tahu bahwa kini ia tidak lagi pergi ke pohon itu bertanya kepadanya, "Mengapa kau tidak lagi mengunjungi gurumu?"
Biksu Pilotikatissa menjawab, "Saat perlu, aku harus mengunjunginya. Namun, sekarang ini aku tidak perlu mengunjunginya."
Beberapa biksu-biksu yang mendengar jawabannya membawanya menghadap Sang Buddha. Di hadapan-Nya mereka berkata, "Bhante. Biksu ini mengaku bahwa ia telah mencapai kearahatan. Apakah ia berbohong?"
Sang Buddha berkata, "Para biksu. Pilotikatissa tidak berbohong, ia berkata benar. Walaupun dulu ia memiliki ikatan dengan gurunya, kini ia tidak lagi memiliki ikatan apapun lagi dengan gurunya. Biksu Pilotikatissa telah menunjukkan kepada dirinya sendiri perbedaan antara akibat yang benar dan yang tidak benar, dan mengetahui sifat mutlak dari segala sesuatu di alam ini. Ia kini telah menjadi seorang arahat, dan oleh sebab itu, tiada lagi hubungan antara ia dan gurunya."
Lalu Sang Buddha mengucapkan kedua ayat itu.
Kisah yang mirip dengan kisah ini adalah Kisah Biksu Nangala yang tercantum di dalam Dhammapada ayat 378 dan 379 bab Syair Biksu
Dhammapada ayat 143 dan 144 bab Syair Hukuman