Kisah Para Pengikut Visakha - Dhammapada
Kisah Para Pengikut Visakha
Ko nu haso kimanando,
niccam pajjalite sati,
andhakarena onaddha,
padipam na gavesatha.
Mengapa ada tawa dan sukacita,
walau keadaan sekitar sedang terbakar**?
Terselubung di dalam kegelapan**,
mengapa tidak mencari cahaya**?
Terbakar; dibakar api nafsu keinginan.
Kegelapan; tidak memahami 4 Kesunyataan Mulia Tentang Penderitaan.
Cahaya; kebijaksanaan.
Sang Buddha mengucapkan ayat ini pada saat berada di vihara Jetavana, di dekat kota Savatthi, sehubungan dengan para pengikut upasika Visakha.
Lima ratus pria di Savatthi mengirimkan istri-istri mereka kepada Visakha untuk menjadi pengikutnya karena mereka berharap istri-istri mereka dapat menjadi orang yang murah hati, bajik, dan mulia seperti Visakha.
Selama sebuah perayaan Bacchanalia** yang berlangsung selama 7 hari, para wanita itu meminum habis semua sisa-sisa arak yang ditinggalkan oleh suami-suami mereka, sehingga mereka mabuk saat Visakha tidak berada di tempat.
Sebuah perayaan tradisional yang diadakan untuk menghormati dewa-dewi, biasanya disertai meminum minuman keras dan sering muncul keributan dan kekerasan.
Karena tindakan mereka yang sangat tidak pantas itu, mereka dipukuli oleh suami-suami mereka.
Pada suatu hari, dengan beralasan bahwa mereka ingin mendengarkan khotbah Dhamma Sang Buddha, mereka meminta kepada Visakha untuk membawa mereka menghadap Sang Buddha. Secara diam-diam mereka membawa beberapa botol kecil arak yang mereka sembunyikan di dalam pakaian mereka.
Setibanya di vihara, mereka meminum semua arak yang mereka bawa dan sembarang membuang botol-botolnya. Visakha yang tidak mengetahui perbuatan mereka memohon kepada Sang Buddha untuk mengajarkan Dhamma kepada mereka.
Seiring berjalannya waktu, wanita-wanita itu mulai mabuk dan bernyanyi serta menari. Mara, mengambil kesempatan itu membuat mereka semakin berani dan tidak tahu malu. Dengan sekejap, mereka mulai bernyanyi-nyanyi, menari-nari, bertepuk tangan dan melompat-lompat di dalam vihara.
Sang Buddha tahu bahwa Mara terlibat di dalam perbuatan tidak tahu malu wanita-wanita itu. Sang Buddha berpikir, "Mara tidak boleh dibiarkan."
Lalu, Sang Buddha memancarkan sinar agung-Nya yang berwarna biru gelap dari tubuh-Nya dan lingkungan sekitar menjadi gelap. Wanita-wanita itu ketakutan dan mulai tersadar.
Sang Buddha lenyap dari tempat duduk-Nya dan muncul berdiri di atas gunung Meru. Dari sana Ia mengeluarkan sinar agung berwarna putih dan langit menjadi terang menderang bagaikan ribuan bulan bersinar.
Setelah memperlihatkan agung-Nya, Sang Buddha berkata kepada ke-500 orang wanita itu, "Kalian, para wanita, seharusnya tidak datang ke vihara-Ku dengan pikiran tak sadar. Karena kalian lengah maka Mara memiliki kesempatan membuat kalian mempermalukan diri kalian sendiri, tertawa dan bernyanyi dengan suara keras di dalam vihara-Ku. Kini, berusahalah dengan keras untuk memadamkan api nafsu keinginan (keserakahan) yang ada di dalam diri kalian."
Sang Buddha kemudian mengucapkan ayat itu. Setelah mendengar ucapan Sang Buddha, ke-500 wanita itu mencapai kesucian tingkat sotapanna.
Dhammapada ayat 146 bab Syair Usia Tua