Kisah Seorang Upasaka - Dhammapada
Kisah Seorang Upasaka
Jighaccaparama roga,
sankharaparama dukha,
etam natva yathabhutam,
nibbanam paramam sukham.
Kelaparan adalah hal yang paling menyakitkan,
Kelompok Kehidupan adalah sumber penyakit terparah,
orang bijaksana yang mengetahui hal itu sebagaimana adanya,
akan mencapai nibbana, kebahagiaan tertinggi.
Sang Buddha mengucapkan ayat ini pada saat berada di desa Alavi, sehubungan dengan seorang upasaka.
Suatu hari, Sang Buddha di dalam perenungan-Nya mengetahui bahwa seorang pria miskin yang berada di desa Alavi akan mencapai kesucian tingkat sotapanna. Maka Sang Buddha pergi ke desa itu yang berjarak 30 yojana (360 km) dari kota Savatthi.
Sebelumnya, pada dini hari, seseorang kehilangan sapinya. Ia pun mencari-cari sapi itu. Sementara itu, dana makanan sedang diberikan kepada Sang Buddha dan para murid-Nya di sebuah rumah yang terletak di desa Alavi. Setelah memakan, orang-orang bersiap untuk mendengarkan khotbah dari Sang Buddha. Namun Ia menunggu kehadiran seorang pemuda.
Akhirnya, setelah mencari dan menemukan sapinya, pemuda itu lari tunggang langgang ke rumah tempat di mana Sang Buddha berada. Pemuda itu amat kelelahan dan lapar, maka Sang Buddha meminta para donatur untuk memberikan makanan untuknya. Setelah ia selesai makan, Sang Buddha mulai berkhotbah, menguraikan Dhamma secara bertahap dan pada akhirnya menjelaskan tentang Empat Kesunyataan Mulia. Pemuda itu mencapai kesucian tingkat sotapanna pada akhir khotbah Sang Buddha.
Setelah itu, Sang Buddha dan para murid-Nya kembali ke vihara Jetavana, yang berada di luar kota Savatthi. Di tengah perjalanan, para biksu menyatakan amat terkejut saat Sang Buddha meminta orang-orang untuk memberikan makanan kepada pemuda itu sebelum Sang Buddha memberikan khotbah.
Mendengar percakapan itu, Sang Buddha berkata, "Para biksu. Apa yang kalian ucapkan sangat benar, namun kalian tidak tahu maksud kedatangan-Ku ke sini, menempuh jarak 30 yojana, karena Aku tahu ia berada di dalam kondisi yang cocok untuk mendengarkan Dhamma."
"Jika ia dalam keadaan lapar, maka rasa lapar akan menghalanginya memahami Dhamma secara sempurna. Orang itu telah mencari sapinya sepanjang pagi, dan sangat kelelahan dan kelaparan. Para biksu. pada dasarnya, tidak ada derita yang lebih sulit ditanggung selain rasa lapar."
Lalu Sang Buddha mengucapkan ayat itu.
Dhammapada 203 bab Syair Kebahagiaan