Kisah Sirima - Dhammapada
Kisah Sirima
Passa cittakatam bimbam,
arukayam samussitam,
aturam babusankappam,
yassa natthi dhuvam thiti.
Lihatlah tubuh yang terbungkus pakaian ini,
penuh dengan luka, disangga dengan tulang-belulang,
berpenyakit dan subjek dari banyak pemikiran**.
demikianlah, tubuh ini tidak kekal dan abadi.
Tubuh adalah subjek dari berbagai pemikiran akan nafsu keinginan dan pengaguman.
Sang Buddha mengucapkan ayat ini pada saat berada di vihara Jetavana, di dekat kota Savatthi, sehubungan dengan seorang pelacur yang bernama Sirima.
Pada suatu ketika, di kota Rajagaha, hiduplah seorang pelacur yang sangat cantik yang bernama Sirima. Setiap hari Sirima mempersembahkan dana makanan kepada 8 orang biksu. Salah seorang biksu tanpa sengaja memberitahukan kepada biksu-biksu lain betapa cantiknya Sirima, dan tentang persembahan makanannya yang sangat lezat kepada para biksu setiap hari. Mendengar ucapan biksu itu, seorang biksu muda jatuh cinta kepada Sirima walaupun belum pernah melihatnya.
Keesokan harinya, biksu muda itu pergi bersama biksu-biksu lain ke rumah Sirima. Sirima sedang sakit hari itu, namun karena ia ingin bersujud kepada para biksu, ia dipapah ke hadapan mereka.
Biksu muda itu begitu melihat Sirima berpikir di dalam hatinya, "Walaupun sedang sakit, ia tetap sangat cantik." Dan dirinya merasakan ketertarikan yang amat kuat terhadapnya.
Pada malam itu juga, Sirima meninggal dunia. Raja Bimbisara mengunjungi Sang Buddha dan memberitahukan kepada-Nya bahwa Sirima, adik Jivaka, telah meninggal dunia.
Sang Buddha meminta agar raja membawa jenasahnya ke tempat pemakaman dan biarkan di sana tanpa membakarnya, namun tetap menjaganya agar tidak dirusak oleh burung-burung gagak dan burung bangkai. Raja pun melakukan sesuai perkataan Sang Buddha.
Pada hari keempat, jenasah gadis cantik, Sirima, tidak lagi cantik dan menarik. Tubuhnya telah membengkak dan belatung-belatung keluar dari 9 lubang tubuhnya.
Pada hari itu, Sang Buddha membawa beberapa orang murid-Nya ke tempat pemakaman untuk mengamati jenasah Sirima. Raja juga datang bersama bawahan-bawahannya. Biksu muda itu, yang sangat mencintai Sirima, tidak tahu bahwa Sirima telah meninggal dunia.
Pada saat biksu muda itu mendengar bahwa Sang Buddha beserta beberapa orang biksu akan pergi menjenguk Sirima, ia ikut bersama mereka. Di pemakaman, mayat Sirima dikelilingi oleh para biksu dengan dipimpin oleh Sang Buddha, termasuk juga raja dan para bawahannya.
Sang Buddha meminta kepada raja untuk menyuruh seorang pembawa berita untuk mengumumkan bahwa Sirima bisa diperoleh dengan bayaran 1.000 per malam. Akan tetapi, tidak ada yang menginginkannya dengan harga 1.000, atau 500, 250, bahkan diberi dengan cuma-cuma.
Lalu Sang Buddha berkata, "Para biksu. Lihatlah Sarima. Saat ia masih hidup, sangat banyak orang yang berharap dapat memberikan 1.000 untuk melewatkan semalam dengannya. Namun, kini, tidak ada seorang pun yang menginginkannya walaupun tanpa bayaran. Tubuh manusia adalah subjek pelapukan dan pembusukan."
Sang Buddha lalu mengucapkan ayat itu. Setelah mendengar ucapan Sang Buddha, biksu muda itu mencapai kesucian sotapanna.
Dhammapada ayat 147 bab Syair Usia Tua