Kisah Biksu Mantan Pandai Emas - Dhammapada
Kisah Seorang Biksu Mantan Pandai Emas
Ucchinda sinehamattano,
kumudam saradikamva panina,
santimaggameva bruhaya,
nibbanam sugatena desitam.
Potonglah rasa sayang terhadap diri sendiri,
seperti memetik bunga teratai di musim gugur.
Tapakilah jalan menuju kedamaian nibbana,
seperti yang telah diuraikan Sang Buddha.
Sang Buddha mengucapkan ayat ini pada saat berada di vihara Jetavana, di dekat kota Savatthi, sehubungan dengan seorang biksu murid biksu Sariputra.
Seorang pemuda tampan, putra seorang pandai emas, ditahbiskan sebagai biksu oleh biksu Sariputra. Biksu muda itu diberikan jasad yang menjijikkan sebagai objek meditasi. Setelah memperoleh petunjuk-petunjuk meditasi dari biksu Sariputra, ia pergi ke hutan dan melatih meditasi di sana. Namun, kemajuan meditasinya hanya sedikit.
Akhirnya biksu muda itu kembali menemui biksu Sariputra untuk memperoleh petunjuk-petunjuk selanjutnya. Akan tetapi, kemajuan yang ia peroleh masih secuil saja. Maka, biksu Sariputra membawanya menghadap Sang Buddha.
Sang Buddha tahu bahwa biksu muda itu adalah putra pengrajin emas, dan juga tahu bahwa ia pernah terlahir di dalam keluarga pengrajin emas selama 500 kehidupan. Oleh karena itu, Sang Buddha mengubah objek meditasinya, dari objek menjijikkan menjadi objek menyenangkan.
Dengan kesaktian-Nya, Sang Buddha mengadakan sekuntum bunga teratai yang sangat indah dan besarnya seperti roda pedati. Biksu muda itu disuruh untuk menancapkan bunga teratai itu di atas gundukan pasir di luar vihara.
Biksu muda itu fokus terhadap bunga teratai yang besar dan wangi itu hingga dapat menghalau semua rintangan. Batinnya dipenuhi perasaan puas (piti), dan setahap demi setahap kemajuannya mencapai pencerapan mental (jhana) tingkat ke-4.
Sang Buddha dari Aula Keharuman, lewat kekuatan batin-Nya, melihatnya dan lewat kekuatan batin-Nya juga, Sang Buddha membuat bunga teratai itu layu seketika.
Melihat bunga teratai itu layu dan berubah warna, biksu muda itu merasakan ketidakkekalan alami bunga itu, semua benda serta semua makhluk. Pengertiannya itu membawanya memahami tentang ketidakkekalan, penderitaan dan ketanpaakuan dari semua benda yang berkondisi. Seketika itu juga, Sang Buddha memancarkan sinar agung-Nya dan muncul jelmaan-Nya di hadapan biksu muda itu lalu menyarankannya untuk mengenyahkan nafsu keinginan.
Sang Buddha lalu mengucapkan ayat itu. Setelah mendengar ucapan Sang Buddha, biksu muda itu mencapai kesucian tingkat arahat.
Dhammapada ayat 285 bab Syair Jalan