Sutra Aganna
Demikianlah yang telah aku dengar.
(( Bab I ))
Pada suatu ketika Sang Bhagava sedang berdiam di Savatthi, di Pubbarama milik Migaramata. Pada waktu itu Vasettha dan Bharadvaja sedang menjalani latihan kebiksuan di antara para biksu, berkeinginan untuk menjadi biksu. Kemudian pada malam hari itu, setelah bangkit dari samadhiNya, Sang Buddha keluar dari kamar (kuti) dan berjalan ke sana ke mari (cankammana) di alam terbuka di sebelah kamar.
(( Bab II ))
Hal ini dilihat oleh Vasettha dan menceritakannya kepada Bharadvaja, dan ia berkata;
Sahabat Bharadvaja, marilah kita pergi menemui Sang Bhagava. Semoga kita beruntung dapat mendengar uraian Dhamma dari Sang Bhagava.
Bharadvaja menjawab;
Baiklah, sahabat.
Maka mereka pergi menemui Sang Buddha. Setelah dekat, mereka menghormat Beliau dan berjalan mengikuti di belakang Sang Buddha yang sedang berjalan ke sana ke mari.
(( Bab III ))
Kemudian Sang Bhagava berkata kepada Vasettha;
Vasettha, engkau berasal dari keturunan dan keluarga brahmana, telah meninggalkan kehidupan rumah tangga dan menempuh hidup tanpa rumah (anagarika) sebagai pertapa (pabbaja). Apakah para brahmana tidak mencela dan menghinamu?
Ya, demikianlah, Bhante, para brahmana menghina dan mencela kami dengan berbagai makian, ejekan, serta kata-kata kasar yang tidak sopan.
Bhante, para brahmana itu berkata demikian: Kasta brahmana adalah yang paling baik.
Tetapi dalam hal ini, Vasettha, dengan kata-kata apa para brahmana itu mencela dan menghinamu?
Bhante, para brahmana itu berkata demikian;
"Hanya kaum brahmana yang mempunyai kedudukan tinggi dalam masyarakat, yang lain berkedudukan rendah.
Hanya kaum brahmana yang berwajah cerah, yang lain berwajah gelap.
Hanya kaum brahmana yang berasal dari keturunan murni, bukan mereka yang lain dari kaum brahmana.
Hanya kaum brahmana yang merupakan anak dari Brahma, lahir dari mulut Brahma, keturunan Brahma, diciptakan oleh Brahma, pewaris Brahma.
Sedangkan mengenai dirimu, engkau telah meninggalkan derajat yang terbaik, beralih ke golongan rendah, yaitu pertapa gundul, badut kasar, mereka yang berkulit gelap, keturunan yang lahir dari kaki Brahma. Keadaan itu tidak baik, keadaan seperti itu tidak pantas.
Dalam hal ini, bahwasanya engkau yang telah meninggalkan kasta terhormat, harus bergaul, berkumpul dengan kasta rendah, yaitu; dengan kaum pertapa gundul, pertapa palsu, mereka yang berkulit gelap, kaum rendah, yang lahir dari kaki Brahma - warga kami."
Dengan kata-kata seperti itu, Bhante, para brahmana, itu mencela dan menghina kami dengan makian, ejekan, serta kata-kata kasar yang tidak sopan.
(( Bab IV ))
Vasettha, sesungguhnya para brahmana itu telah melupakan masa lampau apabila mereka berkata seperti itu. Sebaliknya, para brahmani, istri para brahmana itu dikenal subur, kelihatan hamil, melahirkan dan merawat anak-anak. Dan masih juga para brahmana yang lahir dari kandungan itu sendiri yang berkata bahwa;
"Hanya kaum brahmana yang mempunyai kedudukan tinggi dalam masyarakat, yang lain berkedudukan rendah.
Hanya kaum brahmana yang berwajah cerah, yang lain berwajah gelap.
Hanya kaum brahmana yang berasal dari keturunan murni, bukan mereka yang lain dari kaum brahmana.
Hanya kaum brahmana yang merupakan anak dari Brahma, lahir dari mulut Brahma, keturunan Brahma, diciptakan oleh Brahma, pewaris Brahma."
Dengan cara ini mereka telah membuat tiruan terhadap fisik Brahma (abbhacikkhanti brahmanan). Apa yang mereka katakan itu bohong, dan sungguh besar akibat buruk yang akan mereka peroleh.
(( Bab V ))
Vasettha, terdapat empat kasta; khattiya, brahmana, vessa, dan sudda. Di sini dan di mana pun terdapat kasta khattiya yang membunuh, mencuri, berzinah, berbohong, memfitnah, berbicara kasar, omong kosong, serakah, kejam, dan menganut pandangan-pandangan keliru (miccha ditthi).
Vasettha, demikianlah kita lihat bahwa sifat-sifat buruk dan yang dipandang demikian, yang tercela dan yang dipandang demikian, yang tidak layak dilakukan dan yang dipandang demikian, yang tidak patut dilakukan oleh orang yang terhormat dan yang dipandang demikian, sifat-sifat celaka dan yang berakibat mencelakakan, yang tidak dianjurkan oleh para bijaksana; terdapat pula dalam diri seorang khattiya.
Dan begitu pula kita dapat mengatakan hal yang lama kepada kasta brahmana, vessa, dan sudda.
(( Bab VI ))
Juga, di sini dan di mana pun terdapat kasta khattiya yang menahan diri dari membunuh, mencuri, berzinah, berbohong, memfitnah, berbicara kasar, omong kosong, serakah, kejam, atau menganut pandangan-pandangan keliru.
Vasettha, demikianlah kita lihat bahwa sifat-sifat baik dan yang dipandang demikian, yang terpuji dan yang dipandang demikian, yang layak dilakukan oleh orang terhormat dan yang dipandang demikian, sifat-sifat yang bermanfaat dan yang mempunyai akibat yang bermanfaat, yang dianjurkan oleh para bijaksana, terdapat pula dalam diri seorang kasta khattiya.
Dan begitu pula kita dapat mengatakan hal yang sama kepada kasta brahmana, vessa, dan sudda.
(( Bab VII ))
Vasettha, sekarang, kita tahu bahwa sifat-sifat yang baik atau buruk, tercela atau terpuji oleh para bijaksana, adalah dimiliki oleh keempat kasta tersebut, dan para bijaksana tidak mengakui pernyataan-pernyataan yang dikemukakan oleh para brahmana seperti disebut di atas.
Mengapa demikian? Karena, Vasettha, siapa pun dari keempat kasta ini menjadi seorang biksu, arahat, orang yang telah mengalahkan noda-noda batin (jinasavo), telah mengerjakan apa yang harus dikerjakan (kata karaniyo), telah meletakkan beban (ohitabharo), telah mencapai kebebasan (anuppattasadattho), telah mematahkan ikatan kelahiran (parikakkhinabhavasannajano), telah terbebas karena memiliki pengetahuan (sammadannavimutto). Maka dialah yang dinyatakan paling baik di antara mereka, berdasarkan kebenaran (Dhamma) dan tidak atas dasar yang bukan kebenaran (adhamma).
Sesungguhnya, Vasettha, Dhamma itu amat bermanfaat bagi umat manusia, baik dalam kehidupan sekarang ini maupun dalam kehidupan mendatang.
(( Bab VIII ))
Vasettha, berikut ini adalah sebuah contoh untuk mengerti mengapa Dhamma itu amat bermanfaat bagi umat manusia, baik dalam kehidupan sekarang ini maupun kehidupan mendatang.
Raja Pasenadi Kosala menyadari bahwa samana Gotama telah meninggalkan keturunan Sakya, sedangkan suku Sakya berada di bawah kekuasaan raja Pasenadi Kosala. Suku Sakya memuja dan menghormatinya, mereka bangkit dari tempat duduk, beranjali dan melayaninya.
Sekarang, Vasettha, sama seperti suku Sakya yang melayani raja Pasenadi Kosala dengan hormat, demikian pula caranya raja Pasenadi Kosala melayani Sang Tathagata. Karena raja Pasenadi Kosala berpikir;
"Bukankah samana Gotama sempurna kelahirannya (sujato), sedangkan kelahiranku tidak sempurna. Samana Gotama itu perkasa, sedangkan aku lemah. Samana Gotama itu sangat mengagumkan, sedangkan aku tidak. Samana Gotama itu memiliki pengaruh yang besar, sedangkan aku hanya memiliki pengaruh yang kecil."
Demikianlah, karena raja Pasenadi Kosala menghormati Dhamma, menghargai Dhamma, mengindahkan Dhamma, sujud pada Dhamma, menganggap suci Dhamma, maka ia memberikan hormat dan sujud pada Sang Tathagata, bangkit dari tempat duduk, beranjali, dan melayani Sang Tathagata dengan hormat.
Dengan contoh ini engkau dapat mengerti betapa Dhamma itu amat bermanfaat bagi umat manusia, baik dalam kehidupan sekarang ini maupun dalam kehidupan mendatang.
(( Bab IX ))
Vasettha, kalian yang berbeda keturunan, nama suku dan keluarga, telah meninggalkan kehidupan rumah tangga, mungkin akan ditanya;
"Siapakah engkau?"
Maka engkau harus menjawab;
"Kami adalah para pertapa yang mengikuti Samana Putra Sakya."
Vasettha, dia yang teguh keyakinannya kepada Sang Tathagata, berakar, mantap, dan kokoh, memiliki keyakinan yang tidak dapat digoyahkan lagi oleh para pertapa dan brahmana, maupun oleh para dewa, mara dan Brahma atau siapa pun saja dalam dunia ini, ia boleh berkata;
"Aku adalah anak Sang Bhagava, lahir dari mulut Sang Bhagava, lahir dalam Dhamma (Dhammajo), diciptakan oleh Dhamma (Dhammanimmitta), pewaris Dhamma (Dhammadayako)."
Mengapa demikian? Karena, Vasettha, nama-nama berikut ini adalah sesuai untuk Sang Tathagata; Tubuh Dhamma (Dhammakayo), Tubuh Brahma (Brahmakayo), Perwujudan Dhamma (Dhammabhuto), Perwujudan Brahma (Brahmabhuto).
(( Bab X ))
Vasettha, terdapat suatu saat, cepat atau lambat, setelah suatu masa yang lama sekali, ketika dunia ini hancur. Dan saat hal ini terjadi, umumnya makhluk-makhluk terlahir kembali di alam cahaya (abbassara). Di sana mereka hidup dari ciptaan batin (mano maya), diliputi kebahagiaan, memiliki tubuh yang bercahaya, melayang-layang di angkasa, hidup dalam kemegahan. Mereka hidup secara demikian dalam masa yang lama sekali.
Vasettha, terdapat juga suatu saat, cepat atau lambat, setelah selang suatu masa yang lama sekali, ketika dunia ini mulai terbentuk kembali. Dan saat hal ini terjadi, makhluk-makhluk yang mati di alam cahaya, biasanya terlahir kembali di sini sebagai manusia. Mereka hidup dari ciptaan batin, diliputi kebahagiaan, memiliki tubuh yang bercahaya, melayang-layang di angkasa, hidup dalam kemegahan. Mereka hidup secara demikian dalam masa yang lama sekali.
(( Bab XI ))
Pada waktu itu semuanya terdiri dari air, gelap gulita. Matahari dan bulan belum terlihat, tidak ada bintang-bintang maupun konstelasi-konstelasi yang terlihat. Siang maupun malam belum ada, bulan maupun pertengahan bulan belum ada, tahun-tahun maupun musim-musim belum ada. Laki-laki maupun wanita belum ada. Makhluk-makhluk hanya dikenal sebagai makhluk-makhluk saja.
Vasettha, cepat atau lambat setelah suatu masa yang lama sekali bagi makhluk-makhluk tersebut, tanah dengan sarinya muncul ke luar dari dalam air. Sama seperti bentuk-bentuk buih (busa) di permukaan nasi susu masak yang mendingin, demikianlah munculnya tanah itu. Tanah itu memiliki warna, bau, dan rasa. Sama seperti dadi susu atau mentega murni, demikianlah warna tanah itu. Sama seperti madu tawon murni, demikianlah manisnya tanah itu.
(( Bab XII ))
Kemudian, Vasettha, di antara makhluk-makhluk yang memiliki pembawaan sifat serakah (lolajatiko) berkata;
"Apakah ini?"
Lalu mencicipi sari tanah itu dengan jarinya. Dengan mencicipinya, maka ia diliputi oleh sari itu, dan nafsu keinginan masuk dalam dirinya. Dan makhluk-makhluk lainnya mengikuti contoh perbuatannya, mencicipi sari tanah itu dengan jari-jarinya. Dengan mencicipinya, maka mereka diliputi oleh sari itu, dan nafsu keinginan masuk ke dalam diri mereka.
Maka makhluk-makhluk itu mulai makan sari tanah, memecahkan gumpalan-gumpalan sari tanah tersebut dengan tangan mereka. Dan dengan melakukan hal ini, cahaya tubuh makhluk-makhluk itu menjadi lenyap. Dengan lenyapnya cahaya tubuh mereka, maka terlihatlah matahari, bulan, bintang-bintang dan konstelasi-konstelasi. Demikian pula musim-musim dan tahun-tahun pun terjadi.
Demikianlah, Vasettha, sejauh itu dunia terbentuk kembali.
(( Bab XIII ))
Vasettha, selanjutnya makhluk-makhluk itu menikmati sari tanah, memakannya, hidup dengannya, dan berlangsung demikian dalam masa yang lama sekali. Berdasarkan atas takaran yang mereka makan, maka tubuh mereka menjadi padat, dan terwujudlah berbagai macam bentuk tubuh. Sebagian makhluk memiliki bentuk tubuh yang indah dan sebagian makhluk memiliki bentuk tubuh yang buruk. Dan karena keadaan ini, maka mereka yang memiliki bentuk tubuh indah memandang rendah mereka yang memiliki bentuk tubuh buruk, dengan berpikir;
"Kita lebih indah daripada mereka, mereka lebih buruk daripada kita."
Sementara mereka bangga akan keindahannya sehingga menjadi sombong dan congkak, maka sari tanah itupun lenyap. Dengan lenyapnya sari tanah itu, mereka berkumpul bersama-sama dan meratapinya;
"Sayang, lezatnya! Sayang, lezatnya!"
Demikian pula sekarang ini, apabila orang menikmati rasa enak, ia akan berkata;
"Oh, lezatnya! Oh, lezatnya!"
Yang sesungguhnya apa yang mereka ucapkan itu hanyalah mengikuti ucapan masa lampau, tanpa mereka ketahui makna dari kata-kata itu.
(( Bab XIV ))
Kemudian, Vasettha, ketika sari tanah lenyap, muncullah tumbuh-tumbuhan dari tanah (bhumi-pappatiko). Cara tumbuhnya adalah seperti tumbuhan jamur. Tumbuhan ini memiliki warna, bau, dan rasa. Sama seperti dadi susu atau mentega murni, demikianlah warna tumbuhan itu. Sama seperti madu tawon murni, demikianlah manisnya tumbuhan itu.
Kemudian makhluk-makhluk itu mulai makan tumbuh-tumbuhan yang muncul dari tanah tersebut. Mereka menikmati, mendapatkan makanan, hidup dengan tumbuhan yang muncul dari tanah tersebut. Dan hal ini berlangsung demikian dalam masa yang lama sekali.
Berdasarkan atas takaran yang mereka nikmati dan makan itu, maka tubuh mereka berkembang menjadi lebih padat, dan perbedaan bentuk tubuh mereka nampak lebih jelas. Sebagian nampak indah dan sebagian nampak buruk. Dan karena keadaan ini, maka mereka yang memiliki bentuk tubuh indah memandang rendah mereka yang memiliki bentuk tubuh buruk, dengan berpikir;
"Kita lebih indah daripada mereka, mereka lebih buruk daripada kita."
Sementara mereka bangga akan keindahan dirinya sehingga menjadi sombong dan congkak, maka tumbuhan yang muncul dari tanah itu pun lenyap.
Selanjutnya tumbuhan menjalar (badalata) muncul dan cara tumbuhnya adalah seperti bambu. Tumbuhan itu memiliki warna, bau, dan rasa. Sama seperti dadi susu atau mentega murni, demikianlah warna tumbuhan itu. Sama seperti madu tawon murni, demikianlah manisnya tumbuhan itu.
(( Bab XV ))
Kemudian, Vasettha, makhluk-makhluk itu mulai makan tumbuhan menjalar tersebut. Mereka menikmati, mendapatkan makanan dan hidup dengan tumbuhan menjalar tersebut. Dan hal ini berlangsung demikian dalam masa yang lama sekali.
Berdasarkan atas takaran yang mereka nikmati dan makan itu, maka tubuh mereka tumbuh lebih padat. Dan perbedaan bentuk tubuh mereka nampak lebih jelas. Sebagian nampak indah dan sebagian nampak buruk. Dan karena keadaan ini, maka mereka yang memiliki bentuk tubuh indah memandang rendah mereka yang memiliki bentuk tubuh buruk, dengan berpikir;
"Kita lebih indah daripada mereka, mereka lebih buruk daripada kita."
Sementara mereka bangga akan keindahan dirinya sehingga menjadi sombong dan congkak, maka tubuhan menjalar itu pun lenyap. Dengan lenyapnya tumbuhan menjalar itu, mereka berkumpul bersama-sama dan meratapinya;
"Kasihanilah kita, milik kita hilang!"
Demikian pula sekarang ini, bilamana orang-orang ditanya apa yang menyusahkannya, mereka menjawab;
"Kasihanilah kita! Apa yang kita miliki telah hilang."
Yang sesungguhnya apa yang mereka ucapkan itu hanyalah mengikuti ucapan pada masa lampau, tanpa mereka ketahui makna dari kata-kata itu.
(( Bab XVI ))
Kemudian, Vasettha, ketika tumbuhan menjalar lanyap, muncullah tumbuhan padi (sali) yang masak dalam alam terbuka (akattha-pako), tanpa dedak dan sekam, harum, dengan butir-butir yang bersih. Bila pada sore hari mereka mengumpulkan dan membawanya untuk makan malam, maka keesokan paginya padi itu telah tumbuh dan masak kembali. Bila pada pagi hari mereka mengumpulkan dan membawanya untuk makan siang, maka pada sore hari padi tersebut telah tumbuh dan masak kembali. Demikian terus-menerus padi itu muncul.
Vasettha, selanjutnya makhluk-makhluk itu menikmati padi dari alam terbuka, mendapatkan makanan dan hidup dengan tumbuhan padi tersebut. Dan hal ini berlangsung demikian dalam masa yang lama sekali.
Berdasarkan atas takaran yang mereka nikmati dan makan itu, maka tubuh mereka tumbuh lebih padat, dan perbedaan bentuk tubuh mereka nampak lebih jelas. Bagi wanita nampak jelas kewanitaannya (itthilinga) dan bagi laki-laki nampak jelas kelaki-lakiannya (purisalinga).
Kemudian wanita sangat memperhatikan tentang keadaan laki-laki, dan laki-laki pun sangat memperhatikan tentang keadaan wanita. Karena mereka saling memperhatikan keadaan diri satu sama lain terlalu banyak, maka timbullah nafsu indria yang membakar tubuh mereka. Dan sebagai akibat adanya nafsu indria tersebut, mereka melakukan hubungan kelamin (methuna).
Vasettha, ketika makhluk-makhluk lain melihat mereka melakukan hubungan kelamin, maka sebagian melempari mereka dengan pasir, sebagian melempari dengan abu, sebagian melempari dengan kotoran sapi, dengan berteriak;
"Kurang ajar! Kurang ajar! Bagaimana seseorang dapat berbuat demikian terhadap orang lain?"
Demikian pula sekarang ini, apabila seorang laki-laki datang menjemput mempelai wanita dan membawanya pergi, orang-orang akan melempari mereka dengan pasir, abu, atau kotoran sapi. Yang sesungguhnya apa yang mereka lakukan itu hanyalah mengikuti bentuk-bentuk masa lampau, tanpa mereka ketahui makna dari perbuatan itu.
(( XVII ))
Vasettha, apa yang pada waktu itu dipandang tidak sopan (adhammasammata), sekarang dipandang sopan (dhammasammata). Pada waktu itu, makhluk-makhluk yang melakukan hubungan kelamin tidak diijinkan memasuki desa atau kota selama satu bulan atau dua bulan. Dan pada saat itu, karena makhluk cepat sekali mencela perbuatan yang tidak sopan tersebut maka mereka mulai membuat rumah, hanya untuk menyembunyikan perbuatan tidak sopan itu.
Vasettha, kemudian timbullah pikiran semacam ini dalam diri sebagian makhluk yang berwatak pemalas;
"Mengapa aku harus melelahkan diriku dengan mengambil padi pada sore hari untuk makan malam, dan mengambil padi pada pagi hari untuk makan siang? Bukankah sebaiknya aku mengambil padi yang cukup untuk makan malam dan makan siang sekaligus?"
Maka, setelah pergi, dia mengumpulkan padi yang cukup untuk dua kali makan.
Pada saat makhluk-makhluk lain datang kepadanya dan berkata;
"Sahabat yang baik, mari kita pergi mengumpulkan padi."
Ia berkata;
"tidak perlu, sahabat yang baik. Aku telah mengambil padi untuk makan malam dan siang."
Selanjutnya sebagian makhluk lain datang dan berkata kepadanya;
"Sahabat yang baik, marilah kita pergi mengumpulkan padi."
Dia berkata;
"Tidak perlu, sahabat yang baik. Aku telah mengambil padi untuk dua hari."
Demikianlah, dengan cara yang sama, mereka menyimpan padi yang cukup untuk empat hari, selanjutnya untuk delapan hari.
Vasettha, sejak itu, makhluk-makhluk itu mulai makan padi yang disimpan. Dedak mulai menutupi butir-butir padi, dan butir-butir padi mulai dibungkus sekam. Padi yang telah dituai atau dipotong-potong batangnya tidak langsung tumbuh kembali, sehingga terjadi masa tunggu. Dan batang-batang padi mulai tumbuh serumpun.
(( XVIII ))
Vasettha, kemudian makhluk-makhluk itu berkumpul bersama dan meratap;
"Kebiasaan buruk telah muncul di kalangan kita. Dahulu kita hidup dari ciptaan batin, diliputi kebahagiaan, memiliki tubuh yang bercahaya, melayang-layang di angkasa, dan hidup dalam kemegahan. Kita hidup secara demikian dalam masa yang lama sekali."
"Cepat atau lambat, setelah suatu masa yang lama sekali, muncullah bagi kita sari tanah dari dalam air, yang memiliki warna, bau dan rasa. Kita mulai membuat sari tanah itu menjadi gumpalan dan menikmatinya. Setelah kita berbuat demikian, maka cahaya tubuh kita lenyap. Ketika cahaya itu lenyap maka matahari, bulan, bintang-bintang dan konstelasi-konstelasi mulai terlihat. Siang dan malam, bulan dan pertengahan bulan, musim-musim dan tahun-tahun pun terjadi."
"Kita menikmati sari tanah tersebut, memakannya, hidup dengannya, dan hal ini berlangsung demikian dalam masa yang lama sekali. Tetapi sejak kelakuan buruk dan kebiasaan-kebiasaan tidak sopan menjadi umum di kalangan kita, maka sari tanah itu lenyap. Ketika sari tanah itu lenyap, lalu muncullah tumbuh-tumbuhan dari tanah, yang memiliki warna, bau dan rasa."
"Kita mulai menikmatinya, memakannya, hidup dengannya, dan hal ini berlangsung demikian dalam masa yang lama sekali. Tetapi sejak kelakuan buruk dan kebiasaan-kebiasaan tidak sopan menjadi umum di kalangan kita, maka tumbuhan yang muncul dari tanah itu lenyap. Ketika tumbuhan yang muncul dari tanah itu lenyap, lalu muncullah tumbuhan menjalar, yang memiliki warna, bau dan rasa."
"Kita mulai menikmatinya, memakannya, hidup dengannya, dan hal ini berlangsung demikian dalam masa yang lama sekali. Tetapi sejak kelakuan buruk dan kebiasaan-kebiasaan tidak sopan menjadi umum di kalangan kita, maka tumbuhan menjalar itu lenyap. Ketika tumbuhan menjalar telah lenyap, lalu muncullah padi yang masak di alam terbuka, tanpa dedak dan sekam, harum dengan butir-butir yang bersih. Bila pada malam hari kita memetik dan mengambilnya untuk makan siang, maka pada sore hari padi tersebut telah tumbuh dan masak kembali, demikian terus-menerus padi itu muncul."
"Kita menikmati padi ini, memakannya, hidup dengannya, dan hal ini berlangsung demikian dalam masa yang lama sekali. Tetapi sejak kelakuan buruk dan kebiasaan-kebiasaan tidak sopan menjadi umum di kalangan kita, maka dedak telah menutupi butir padi yang bersih dan sekam juga telah membungkus butir-butir padi tersebut. Dan bila kita telah memetiknya, padi itu tidak langsung tumbuh kembali, sehingga terjadilah masa menunggu, dan batang-batang padi mulai tumbuh serumpun. Karena itu, sekarang ini marilah kita membagi ladang-ladang padi dengan membuat batas-batasnya."
Demikianlah mereka membagi ladang-ladang padi dan membuat batas di sekeliling ladang bagian mereka masing-masing.
(( XIX ))
Kemudian, Vasettha, sebagian makhluk yang memiliki pembawaan sifat serakah (lolajatiko), yang sedang menjaga ladang bagiannya sendiri, mencuri padi dari ladang orang lain dan memakannya. Mereka menangkap dan memegangnya erat-erat dan berkata;
"Sahabat yang baik, sesungguhnya engkau dalam hal ini telah berbuat jahat. Sewaktu sedang menjaga ladangmu sendiri, kau telah mencuri milik orang lain dan memakannya. Perhatikanlah baik-baik, jangan berbuat demikian lagi."
Untuk kedua kalinya ia berbuat demikian dan juga untuk ketiga kalinya. Dan kembali mereka menangkapnya dan menasehatinya. Sebagian dari mereka memukulnya dengan tangan, sebagian melemparinya dengan bongkahan tanah dan sebagian memukulinya dengan tongkat.
Vasettha, demikianlah awal munculnya perbuatan mencuri, dan pemeriksaan, kebohongan dan hukuman pun menjadi dikenal.
(( XX ))
Vasettha, kemudian makhluk-makhluk itu berkumpul bersama dan meratap;
"Perbuatan-perbuatan jahat telah muncul di kalangan kita. Pencurian, pemeriksaan, kebohongan, dan hukuman menjadi dikenal. Sebaiknya kita memilih salah seorang di antara kita untuk mengadili mereka yang patut diadili, memeriksa mereka yang patut diperiksan, dan mengucilkan mereka yang harus dikucilkan. Dan untuk membalas jasanya, kita akan memberikan sebagian padi kita kepadanya."
Vasettha, kemudian mereka memilih salah seorang di antara mereka yang paling rupawan, paling disukai, paling menyenangkan, paling pandai, dengan berkata kepadanya;
"Sahabat yang baik, sebaiknya engkau mengadili orang yang patut diadili, memeriksa mereka yang patut diperiksa, mengucilkan mereka yang patut dikucilkan. Dan kita akan memberikan sebagian padi milik kami kepadamu."
Ia menyetujuinya dan berbuat demikian, dan mereka memberikan sebagian padi milik mereka kepadanya.
(( XXI ))
Vasettha, dipilih oleh banyak orang adalah apa yang dimaksud dengan Mahasammata (pilihan agung), maka mahasammata merupakan ungkapan pertama yang muncul.
Penguasa ladang adalah apa yang dimaksud dengan Khattiya, maka khattiya merupakan ungkapan kedua yang muncul.
Ia membuat senang orang lain dengan Dhamma adalah apa yang dimaksud dengan Raja, maka raja merupakan ungkapan ketiga yang muncul.
Vasettha, demikianlah asal mula dari kelompok masyarakat khattiya ini, yang dikenal sesuai dengan pernyataan permulaan pada masa lampau. Asal mula mereka adalah dari kalangan orang-orang itu juga, dan bukan dari orang-orang lain. Dari keinginan mereka sendiri dan bukan tidak diingini, dan hal ini terjadi sesuai dengan Dhamma, bukan terjadi karena apa yang bukan Dhamma.
Sesungguhnya, Vesatthi, Dhamma itu amat bermanfaat bagi umat manusia, baik dalam kehidupan sekarang ini maupun kehidupan mendatang.
(( XXII ))
Vasettha, kemudian pikiran seperti berikut ini muncul pada diri orang-orang itu;
"Perbuatan-perbuatan jahat telah muncul di kalangan kita, sehingga pencurian, pemerkosaan, kebohongan, hukuman dan pengucilan menjadi dikenal. Sekarang marilah kita menyingkirkan semua perbuatan jahat dan kebiasaan tidak sopan."
Dan mereka melakukannya.
Vasettha, mereka yang menyingkirkan perbuatan-perbuatan jahat dan kebiasaan-kebiasaan tidak sopan adalah apa yang disebut dengan kata Brahmana. Demikianlah brahmana merupakan ungkapan permulaan bagi mereka yang berbuat demikian.
Mereka membuat pondok-pondok dari daun (pannakuti) di hutan, dan bersamadhi di situ. Mereka hidup tanpa perapian, tanpa asap, tidak menggunakan alu dan lumpang. Mereka mengumpulkan makanan pada sore hari untuk makan malam, dan pada pagi hari untuk makan siang. Mereka mencari makanan dengan memasuki desa dan kota. Setelah memperoleh makanan, mereka kembali lagi ke pondok mereka untuk bersamadhi.
Ketika orang-orang melihat hal ini, mereka berkata;
"Orang-orang ini, setelah membuat pondok-pondok dari daun di hutan, bersamadhi di situ. Mereka hidup tanpa perapian, tanpa asap, tidak mempergunakan alu dan lumpang. Mereka mengumpulkan makanan pada sore hari untuk makan malam, dan pada pagi hari untuk makan siang. Mereka mencari makanan dengan memasuki desa dan kota. Setelah memperoleh makanan, mereka kembali ke pondok mereka untuk bersamadhi."
Vasettha, mereka yang bersamadhi (jhayanti) inilah yang dimaksud dengan Jhayaka atau pelaksana samadhi. Demikianlah kata jhayaka merupakan ungkapan kedua yang muncul.
Vasettha, karena sebagian di antara mereka tidak tahan bersamadhi di pondok-pondok daun dalam hutan, maka mereka keluar dan tinggal di pinggir-pinggir desa-desa dan kota-kota, dan di sana mereka menulis buku (ganthe karonta). Dan ketika orang-orang melihat hal ini, mereka berkata;
"Orang-orang ini, karena tidak tahan bersamadhi di pondok-pondok daun dalam hutan, maka mereka keluar dan tinggal di pinggir-pinggir desa-desa dan kota-kota, dan di sana mereka menulis buku. Mereka tidak bersamadhi (ajhayaka)."
Vasettha, mereka yang tidak bersamadhi inilah yang dimaksud dengan Ajhayaka. Demikianlah kata ajhayaka merupakan ungkapan ketiga yang muncul. Pada waktu itu mereka dipandang yang paling rendah, tetapi sekarang mereka menganggap diri merekalah yang paling tinggi.
Vasettha, demikianlah asal mula dari kelompok masyarakat brahmana ini, dikenal menurut pernyataan permulaan pada masa lampau. Asal mula mereka adalah dari kalangan orang-orang itu juga bukan dari orang-orang lain. Dari keinginan mereka sendiri, dan bukan tidak diingini, dan hal itu terjadi sesuai dengan Dhamma, bukan terjadi karena apa yang bukan Dhamma.
Sesungguhnya, Vasettha, Dhamma itu amat bermanfaat bagi umat manusia, baik dalam kehidupan sekarang ini maupun dalam kehidupan mendatang."
(( XXIV ))
Selanjutnya, Vasettha, terdapat juga sebagian orang lain yang menempuh hidup berkeluarga dan melakukan berbagai macam perdagangan. Mereka yang menempuh hidup berkeluarga dan melakukan berbagai macam perdagangan inilah yang dimaksud dengan Vessa (kaum pedagang). Demikianlah kata vessa ini dipergunakan sebagai ungkapan bagi orang-orang tersebut.
Vasettha, demikianlah asal mula dari kelompok masyarakat vessa ini, yang dikenal sesuai dengan pernyataan permulaan pada masa lampau. Asal mula mereka adalah dari kalangan orang-orang itu juga, dan bukan dari orang-orang lain. Dari keinginan mereka sendiri, bukan tidak diingini. Dan hal ini terjadi sesuai dengan Dhamma, bukan terjadi karena apa yang bukan Dhamma.
Sesunggunya, Vasettha, Dhamma itu amat bermanfaat bagi umat manusia, baik dalam kehidupan sekarang ini maupun dalam kehidupan mendatang.
Selanjutnya, Vasettha, selebihnya dari orang-orang ini melakukan pekerjaan berburu. Mereka yang hidup dari hasil berburu dan perbuatan atau pekerjaan lain semacamnya inilah yang dimaksud dengan Sudda. Demikianlah kata sudda ini dipergunakan sebagai ungkapan dari orang-orang tersebut.
Vasettha, demikianlah asal mula dari kelompok masyarakat sudda ini, yang dikenal sesuai dengan pernyataan permulaan pada masa lampau. Asal mula mereka adalah dari kalangan orang-orang itu juga, dan bukan dari orang-orang lain. Dari keinginan mereka sendiri, dan bukan tidak diingini. Dan hal itu terjadi sesuai dengan Dhamma, bukan terjadi karena apa yang bukan Dhamma.
Sesungguhnya, Vasettha, Dhamma itu amat bermanfaat bagi umat manusia, baik dalam kehidupan sekarang ini maupun dalam kehidupan mendatang.
Selanjutnya, Vasettha, pada suatu waktu, ketika terdapat beberapa orang khattiya memandang rendah cara hidupnya sendiri, mereka meninggalkan kehidupan rumah tangga, dengan berkata;
"Aku ingin menjadi pertapa."
Juga terdapat beberapa orang brahmana yang memandang rendah cara hidupnya sendiri, mereka meninggalkan kehidupan berumah tangga dan menempuh kehidupan sebagai orang tak berumah tangga, dengan berkata;
"Aku ingin menjadi pertapa."
Juga terdapat beberapa orang vessa yang memandang rencah cara hidupnya sendiri, mereka meninggalkan kehidupan rumah tangga dan menempuh hidup sebagai orang tak berumah tangga, dengan berkata;
"Aku ingin menjadi seorang pertapa."
Juga terdapat beberapa orang sudda yang memandang rendah cara hidupnya sendiri, mereka meninggalkan kehidupan rumah tangga dan menempuh hidup sebagai orang tak berumah tangga, dengan berkata;
"Aku ingin menjadi seorang pertapa."
Vasettha, dari empat kelompok masyarakat ini muncullah kelompok pertapa. Asal mula mereka adalah dari kalangan orang-orang itu juga, dan bukan dari orang-orang lain. Dari keinginan mereka sendiri, dan bukan tidak diingini. Dan hal itu terjadi sesuai dengan Dhamma, dan bukan terjadi karena apa yang bukan Dhamma.
Sesungguhnya, Vasettha, Dhamma itu amat bermanfaat bagi umat manusia, baik dalam kehidupan sekarang ini maupun dalam kehidupan mendatang.
(( XXVI ))
Vasettha, orang khattiya yang menempuh kehidupan jahat dalam perbuatan, perkataan, dan pikiran, yang menganut pandangan-pandangan salah, maka sebagai akibat dari pandangan-pandangan dan perbuatan-perbuatannya itu, pada saat kehancuran tubuhnya, setelah mati, mereka terlahir kembali dalam alam celaka (apaya), alam sengsara (duggati), alam siksaan (vinipata), dan alam neraka (niraya).
Juga, orang brahmana yang menempuh kehidupan jahat dalam perbuatan, perkataan, dan pikiran, yang menganut pandangan-pandangan salah, maka sebagai akibat dari pandangan-pandangan dan perbuatan-perbuatannya itu, pada saat kehancuran tubuhnya, setelah mati, mereka terlahir kembali dalam alam celaka, alam sengsara, alam siksaan, dan alam neraka.
Juga, orang vessa yang menempuh kehidupan jahat dalam perbuatan, perkataan, dan pikiran, yang menganut pandangan-pandangan salah, maka sebagai akibat dari pendangan-pandangan dan perbuatan-perbuatnnya itu, pada saat kehancuran tubuhnya, setelah mati, mereka akan terlahir kembali dalam alam celaka, alam sengsara, alam siksaan, dan alam neraka.
Juga, orang sudda yang menempuh kehidupan jahat dalam perbuatan, perkataan, dan pikiran, yang menganut pandangan-pandangan salah, maka sebagai akibat dari pandangan-pandangan dan perbuatan-perbuatannya itu, pada saat kehancuran tubuhnya, setelah mati, mereka akan terlahir kembali dalam alam celaka, alam sengsara, akam siksaan, dan alam neraka.
(( XXVII ))
Vasettha, orang khattiya yang menempuh kehidupan bajik dalam perbuatan, perkataan, dan pikiran, yang menganut pandangan-pandangan benar, maka sebagai akibat dari pandangan-pandangan dan perbuatan-perbuatannya itu, pada saat kehancuran tubuhnya, setelah mati, mereka akan terlahir kembali dalam alam bahagia (suggati), alam surga (sagga).
Juga, orang brahmana yang mempuh kehidupan bajik dalam perbuatan, perkataan, dan pikiran, yang menganut pandangan-pandangan benar, maka sebagai akibat dari pandangan-pandangan dan perbuatan-perbuatannya itu, pada saat kehancuran tubuhnya, setelah mati, mereka akan terlahir kembali dalam alam bahagia, alam surga.
Juga, orang vessa yang menempuh kehidupan bajik dalam perbuatan, perkataan, dan pikiran, yang menganut pandangan-pandangan benar, maka sebagai akibat dari pandangan-pandangan dan perbuatan-perbuatannya itu, pada saat kehancuran tubuhnya, setelah mati, mereka akan terlahir kembali dalam alam bahagia, alam surga.
Juga, orang sudda yang menempuh kehidupan bajik dalam perbuatan, perkataan, dan pikiran, yang menganut pandangan-pandangan benar, maka sebagai akibat dari pandangan-pandangan dan perbuatan-perbuatannya itu, pada saat kehancuran tubuhnya, setelah mati, mereka akan terlahir kembali dalam alam bahagia, alam surga.
(( XXVIII ))
Vasettha, orang khattiya yang menempuh kehidupan ganda (dvaya kari), baik dan buruk dalam perbuatan, perkataan, dan pikiran, yang menganut pandangan campuran (vimissaditthiko), maka sebagai akibat dari pandangan-pandangan dan perbuatan-perbuatnnya itu, pada saat kehancuran tubuhnya, setelah mati, mereka akan terlahir kembali dalam alam bahagia maupun alam sengsara.
Juga, seorang brahmana yang menempuh kehidupan ganda, baik dan buruk dalam perbuatan, perkataan, dan pikiran, yang menganut pandangan campuran, maka sebagai akibat dari pandangan-pandangan dan perbuatan-perbuatannya itu, pada saat kehancuran tubuhnya, setelah mati, mereka akan terlahir kembali dalam alam bahagia maupun alam sengsara.
Juga, seorang vessa yang menempuh kehidupan ganda, baik dan buruk dalam perbuatan, perkataan, dan pikiran, yang menganut pandangan campuran, maka sebagai akibat dari pandangan-pandangan dan perbuatan-perbuatannya itu, pada saat kehancuran tubuhnya, setelah mari, mereka akan terlahir kembali dalam alam bahagia maupun alam sengsara.
Juga, seorang sudda yang menempuh kehidupan ganda, baik dan buruk dalam perbuatan, perkataan, dan pikiran, yang menganut pandangan campuran, maka sebagai akibat dari pandangan-pandangan dan perbuatan-perbuatannya itu, pada saat kehancuran tubuhnya, setelah mati, mereka akan terlahir kembali dalam alam bahagia maupun alam sengsara.
(( XXIX ))
Vasettha, seorang khattiya yang hidup dengan perbuatan, perkataan, dan pikiran terkendali, yang telah mengembangkan tujuh faktor untuk mencapai penerangan sempurna (satta bodhipakkiya dhamma), maka ia akan mencapai pemusnahan total dari noda-noda batin (parinibbana parinibbati) dalam kehidupan sekarang ini.
Juga, seorang brahmana yang hidup dengan perbuatan, perkataan, dan pikiran terkendali, yang telah mengembangkan tujuh faktor untuk mencapai penerangan sempurna, maka ia akan mencapai pemusnahan total dari noda-noda batin dalam kehidupan sekarang ini.
Juga, seorang vessa yang hidup dengan perbuatan, perkataan, dan pikiran terkendali, yang telah mengembangkan tujuh faktor untuk mencapai penerangan sempurna, maka ia akan mencapai pemusnahan total dari noda-noda batin dalam kehidupan sekarang ini.
Juga, seorang sudda yang hidup dengan perbuatan, perkataan, dan pikiran terkendali, yang telah mengembangkan tujuh faktor untuk mencapai penerangan sempurna, maka ia akan mencapai pemusnahan total dari noda-noda batin dalam kehidupan sekarang ini.
(( XXX ))
Vasettha, siapapun dari keempat kelompok masyarakat ini menjadi seorang biksu, arahat, orang yang telah mengalahkan noda-noda batin (jinasavo), telah mengerjakan apa yang harus dikerjakan (kata karaniyo), telah meletakkan beban (ohitabharo), telah mencapai kebebasan (anuppattasadattho), telah mematahkan ikatan kelahiran (parikakkhinabhavasannajano), telah terbebas karena memiliki pengetahuan (sammadannavimutto), maka dialah yang dinyatakan paling baik di antara mereka, berdasarkan Dhamma dan tidak atas dasar yang bukan Dhamma.
Sesungguhnya, Vasettha, Dhamma itu amat bermanfaat bagi umat manusia, baik dalam kehidupan sekarang ini maupun dalam kehidupan mendatang.
(( XXXI ))
Vasettha, syair ini telah diucapkan oleh Sanam Kumara, salah seorang dari para dewa Brahma;
"Khattita adalah yang terbaik di antara kumpulan ini,
Yang mempertahankan garis keturunannya,
Tetapi ia yang sempurna pengetahuan serta tindak tanduknya,
Adalah yang terbaik di antara para dewa dan manusia."
Vasettha, syair ini telah diucapkan dengan baik dan bukannya diucapkan dengan tidak baik oleh Sanam Kumara, kata-kata baik bukan kata-kata buruk, penuh arti dan bukan tanpa arti.
Vasettha, begitu pula Aku menyatakan;
"Khattiya adalah yang terbaik di antara kumpulan ini,
Yang mempertahankan garis keturunannya,
Tetapi ia yang sempurna pengetahuan serta tindak tanduknya,
Adalah yang terbaik di antara para dewa dan manusia."
Demikianlah sabda Sang Buddha. Vasettha dan Bharadvaja merasa puas dan bersuka cita mendengar sabda Sang Buddha itu.