Sutra Ulambanapatra

Demikianlah yang telah kudengar.


Pada suatu ketika, Sang Buddha tinggal di Savatthi, di hutan Jeta di taman milik Anathapindika. Saat itu, di kota itu terdapat seorang murid Buddha yang bernama Maha Maudgalyayana. Demi menyelamatkan orang tuanya yang telah meninggal dunia, beliau datang kepada Sang Buddha dan dengan tekun mempelajari Dhamma.


Berkat ketekunannya menghayati ajaran-ajaran Sang Buddha maka beliau dapat memperoleh enam kekuatan batin (sad abhijna). Dengan kepandaian itu beliau berhasrat membebaskan kedua orang tuanya dari kesengsaraan sebagai balas budi atas jasa-jasa orang tuanya.


Lalu beliau bersamadhi dan dengan mata batinnya mengamati seluruh alam semesta, dan melihat ibunya berada di alam setan kelaparan (Preta). Oleh karena ibunya terlalu lama tidak dapat makan dan minum, maka tubuhnya tinggal tulang dan kulit yang kering, kurus, dan pucat.


Melihat kondisi ibunya yang demikian buruk, hati Maha Maudgalyayana menjadi sedih sehingga pikirannya menjadi terganggu dan tidak tenang. Dengan amat tergesah-gesa beliau mengisi mangkuknya dengan nasi, dan dengan kekuatan gaibnya nasi itu dikirimkan kepada ibunya yang malang itu.


Karena ia merasa sangat lapar dan khawatir nasinya direbut oleh setan-setan lain, maka setelah nasi itu diterima ibunya cepat-cepat menutupi nasi tersebut dengan telapak tangan kiri serapat-rapatnya. Kemudian dengan tangan kanan ia mengambil segenggam nasi untuk meringankan rasa laparnya, tetapi, betapa malangnya, begitu nasi itu sampai di depan mulutnya berubah menjadi arang yang membara dan ia pun tak dapat memakannya dan tetap kelaparan.


Melihat nasib ibunya yang malang itu, Maha Maudgalyayana sebagai seorang anak yang sangat cinta kepada orang tuanya, tiba-tiba berteriak sekeras-kerasnya serta menangis sejadi-jadinya. Karena tidak ada jalan lain terpaksalah beliau dengan perasaan duka cita kembali ke vihara dan menyampaikan apa yang dialaminya kepada Sakyamuni Buddha.


Sang Buddha menerangkan kepada Maha Maudgalyayana;

Yang Arya Maha Maudgalyayana, apa sebabnya hingga kekuatan kegaibanmu tidak dapat berbuat sesuatu untuk seseorang yang bertubuh setan kelaparan?


Ketahuilah, sebabnya adalah buah karma buruk yang pernah ditimbun oleh ibumu pada masa silam itu akarnya terlalu dalam. Tentu saja kamu sendiri tidak dapat mencabut akar itu hanya dengan kesaktianmu tanpa disertai kebajikan. Dan akar kejahatan itu tidak dapat kamu cabut seorang diri dengan mengandalkan kekuatan gaib saja.


Walaupun kamu bermaksud baik, bercita-cita luhur, sampai-sampai teriakanmu yang mengharukan bisa mengguncangkan langit dan bumi, tetap saja para dewa, para dewa bumi dan surga, para orang suci, bahkan raja adi kuasa dari surga Catur Maha Raja Kayika, dan lainnya, tidak dapat berbuat apa-apa. Mereka semua kehilangan cara untuk membantumu, sehingga semua maksud baik dan segala keinginanmu itu pun sia-sia.


Sang Buddha melanjutkan;

Ketahuilah, Yang Arya Maha Maudgalyayana. Jika segala keinginan dan cita-citamu ingin terwujud, undanglah para biksu dan biksuni dari sravaka sangha yang berada di sepuluh penjuru. Buatlah suatu kebaktian bersama dan buatlah juga kebajikan-kebajikan untuk disalurkan kepada ibumu. Dengan demikian segala belenggu dan kesengsaraan yang menimpa ibumu akan lepas semua.


Sekarang akan Kuuraikan cara untuk menyelamatkan para umat yang sedang mengalami siksaan di alam sengsara kepada anda sekalian.


Sang Buddha berkata kepada Maha Maudgalyayana;

Dengarlah baik-baik, Yang Arya Maha Maudgalyayana. Pada setiap tanggal 15 bulan 7 (menurut penanggalan candrasangkala) adalah hari Pravarana Sangha. Pada saat itu para biksu dan biksuni yang berada di sepuluh penjuru berlibur, dan pada saat itu pulalah mereka sering mengadakan perbincangan untuk pertobatan.


Pada saat itu, engkau bisa mengambil kesempatan untuk mengadakan sesuatu upacara berdana makanan kepada para orang suci, yaitu upacara Ulambana namanya. Dan gunanya khusus untuk menyelamatkan orang tua si pemuja baik mereka yang masih hidup maupun yang telah meninggal, atau yang sedang tertimpa malapetaka. Demikian pula untuk orang tua sebanyak tujuh turunan yang hidup pada masa silam dan berada di alam sengsara, di mana mereka belum mendapat kesempatan untuk membebaskan dirinya, juga dapat diselamatkan.


Tepat pada waktunya sediakan nasi dan bermacam-macam sayur-mayur, wewangian, minyak gurih, pelita, dan lain-lainnya. Boleh disertai alat-alat untuk mengambil air, untuk mandi dan minum. Boleh juga disertai perabot rumah. Dan bahan untuk sajian itu boleh dipilih dari barang yang bagus, sesuai dengan kemampuan si pemuja.


Kemudian sajian-sajian tersebut setelah disiapkan diletakkan pada suatu tempat suci khusus untuk upacara Ulambana, lalu semua sajian itu dipersembahkan kepada para tokoh bijak dan para orang suci.


Sebelum upacara itu diadakan, umumkan ke seluruh penjuru, sehingga tepat ketika upacara diadakan, rombongan arya akan datang untuk ikut bergembira dan merayakan upacara Ulambana yang diadakan oleh para pemuja.


Para arya tersebut adalah mereka yang sedang melakukan samadhi di gunung-gunung. Para suci yang telah mencapai empat macam pahala Buddha dengan identitas bertingkat arahat yang sedang bekelana dari bawah pohon ke pohon lainnya, atau yang telah memperoleh enam kekuatan batin. Kemudian mereka yang sedang menjalankan kewajiban mengajarkan Dhamma kepada para sravaka atau para Pratyekabuddha di berbagai daerah. Dan Bodhisattva Mahasattva yang berstatus Sepuluh Tingkat Bhumi (Dasa Bhumi) yang mana mereka dapat menjelmakan dirinya sebagai biksu, biksuni, dan berbaur di dalam kelompok sravaka, menjadikan rombongan arya sangat meriah.


Ketahuilah, rombongan arya itu datang ke tempat suci itu, bukan hanya berniat mengambil dana makanan atau sajian belaka, tetapi mereka akan mempergunakan kewajiban, kemampuan, dan kebajikan yang telah diperoleh dari prilaku sila suci mereka. Dan jasa-jasa kebajikan yang maha agung itu mereka salurkan kepada para leluhur atau kedua orang tua si pemuja baik yang masih hidup maupun yang telah meninggal.


Ketahuilah, Yang Arya Maha Maudgalyayana. Barang siapa yang mengadakan upacara ini pada hari Pravarana Sangha, maka orang tuanya yang masih hidup akan memperoleh umur panjang, cukup sandang dan pangan, serta hidup mereka akan bahagia. Dan leluhurnya yang telah meninggal pun akan mendapatkan berkat, yaitu jika leluhurnya berada di tiga alam sengsara maka akan terbebaskan, bahkan dilahirkan di alam bahagia, dan apabila akar kejahatannya tidak berat, leluhurnya itu bisa mendapatkan tubuh yang bersinar dan disinari sinar Buddha mandarawa surga."


Setelah mendengar uraian Sang Buddha, lalu Maha Maudgalyayana bertekad untuk mengadakan upacara Ulambana untuk orang tuanya yang malang itu.


Menjelang hari Pravarana Sangha dan upacara Ulambana yang diadakan oleh Maha Maudgalyayana, Sang Buddha mengumumkan dan meminta kepada para biksu, biksuni, dan para sravaka yang berada di berbagai daerah agar semua berkumpul guna mengadakan persembahan, agar para leluhur atau orang tua si pemuja, baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal beserta para leluhur sebanyak 7 turunan dan keluarganya mendapat kesempatan untuk membebaskan dirinya dari alam sengsara secepat mungkin.


Setelah para suci berkumpul, mereka langsung mengadakan upacara puja bakti serta mengucapkan mantra-mantra penting, kemudian melakukan meditasi dengan suasana yang amat khidmat. Setelah meditasi selesai barulah para hadirin menerima dana dan makanan beserta sajian lain, semuanya diletakkan di altar Buddha rupang atau dikelilingkan pada stupa Buddha, dan para hadirin mengucapkan mantra lagi. Setelah selesai barulah dimakan dengan cara biasa.


Pada saat upacara Ulambana itu selesai, Maha Maudgalyayana bersama para biksu, biksuni, para Bodhisattva Mahasattva semua merasa amat bahagia dan gembira. Dan mulai saat itu perasaan duka cita dan keluh-kesah Maha Maudgalyayana hilang total.


Berkat kepahalaan dari upacara Ulambana tersebut, ibu Maha Maudgalyayana terbebas dari alam setan kelaparan, dan masa hukuman yang seharusnya dijalani sampai satu kalpa dihapuskan.


Sewaktu Maha Maudgalyayana menyaksikan ibunya membebaskan dirinya dari alam sengsara itu, tiba-tiba dalam hati beliau timbul rasa iba terhadap para makhluk yang masih berada di alam setan kelaparan, yang masih menjalani hukuman di alam tersebut.


Lalu beliau dengan berat hati menanyakan kepada Sang Buddha;

Sang Lokanatha. Sekarang ibu saya bersyukur karena diberkati oleh kekuatan maha jasa dari Triratna beserta kewibawaan dan kebajikan para sravaka sangha.


Tetapi apakah para putra putri budiman di masa mendatang dapat menggunakan cara Ulambanapatra ini untuk menyelamatkan orang tua atau ayah ibunya dalam 7 turunan yang telah meninggal dunia pada masa silam? Sudilah kiranya Sang Lokanatha menjelaskannya.


Sang Buddha memuji Maha Maudgalyayana;

Sadhu. Sadhu. Sadhu. SiswaKu yang budiman. Bagus sekali pertanyaanmu. Sesungguhnya hal-hal yang demikian penting itu telah siap Kuuraikan kepada para umat sekalian, akan tetapi perhatianmu telah mendahuluiKu.


Sekarang dengarkanlah baik-baik, putra putri budiman. Apabila terdapat biksu, biksuni, para raja, pangeran, pejabat-pejabat kerajaan, serta para rakyat jelata yang berada di masa sekarang atau di masa mendatang berniat ingin melaksanakan bakti, membalas budi kepada orang tuanya, iba hati kepada makhluk sengsara, mereka boleh menyediakan berbagai macam makanan serta sajian lain pada hari Pravarana Sangha, dan mengadakan upacara Ulambana di suatu tempat suci dengan maksud berdana makanan kepada orang suci yang datang dari sepuluh penjuru, sehingga ayah-bunda mereka yang masih hidup memperoleh umur panjang dan senantiasa menikmati hidup yang sejahtera. Sedangkan orang tua mereka yang telah meninggal beserta ayah-bunda dalam tujuh turunan dari masa yang lampau itu dapat keluar dari alam setan kelaparan atau alam sengsara lain, dan mereka dapat dilahirkan di alam manusia atau di alam kebahagiaan, agar mereka dapat berbahagia selama-lamanya.


Lagi, apabila para umat yang berniat ingin mengabdikan dirinya kepada leluhurnya serta kedua orang tua yang masih hidup atau pun yang sudah meninggal dunia, mereka seharusnya senantiasa merenungkan kondisi kedua orang tua yang masih hidup apakah bahagia atau tidak. Apabila keadaan para umat mengijinkan sebaiknya setiap tahun pada tanggal 15 bulan 7, mengadakan upacara Ulambana untuk berdana kepada Budhha dan Sangha, guna membalas budi kedua orang tuanya yang telah berjasa kepada anak-anaknya.


Demikianlah, semoga semua umat dapat menghayati Dhamma yang sangat berarti ini.


Pada saat itu, biksu Maha Maudgalyayana beserta keempat kelompok murid Sang Buddha merasa bahagia setelah mendengarkan khotbah Sang Buddha, dan mereka bertekad menghayati DhammaNya. Kemudian mereka bersikap anjali dan menghormati kepada Sakyamuni Buddha, lalu pergi.




Sekilas Info


PEMBANGUNAN VIHARA MAHASAMPATTI


Vihāra Mahāsampatti mengajak para dermawan berhati mulia untuk menjadi penyokong Dhamma dan penganjur berdana dengan berdana COR LANTAI.


Luas bangunan Vihāra Mahāsampatti ± 5555 m2. Untuk itu Vihāra Mahāsampatti yang terletak di Jalan Pajang No. 1-3-5-7-9-11, Kel. Sei Rengas Permata, Kec. Medan Area, Medan, Sumatera Utara, masih sangat membutuhkan kedermawanan Anda.



Baca di situs resminya:

http://donasi.viharamahasampatti.or.id





MEDITASI VIPASSANA


Sukhesikarama Mindfulness Forest (SUMMIT), Bakom, Cianjur, Jawa Barat:

Tempat terbuka sepanjang tahun bagi yang ingin berlatih secara intensif baik mingguan, bulanan, maupun tahunan.



Selama masa pandemi Covid 19 retreat ditiadakan, namun bagi yang ingin berlatih meditasi silahkan datang.

Informasi Lengkap:
lihat di website Sukhesikarama


Informasi Guru Pembimbing:
simak tentang Bhante GUNASIRI

Channel di Youtube Sukhesikarama TV

“Bukan ada waktu baru bermeditasi, tetapi luangkanlah banyak waktu untuk bermeditasi”





PEMBANGUNAN RAKKHITAVANA BUDDHIST CENTER


Panitia pembangunan RAKKHITAVANA BUDDHIST CENTRE memberi kesempatan untuk berbuat kebajikan, demi terwujudnya pembangunan RAKKHITAVANA BUDDHIST CENTRE di Jl. LetJend Jamin Ginting KM 27, sebagai tempat meditasi yang terpadu, sunyi, segar, serta bernuansa asri dengan lokasi yang terjangkau dalam waktu 1 jam dari kota Medan.


Baca di halaman Facebooknya:

Rakkhitavana.