Kisah 2 Orang Sahabat-Dhammapada
Kisah Dua Orang Sahabat
Bahumpi ce samhita bhasamano,
na takkaro hoti naro pamatto,
gopova gavo ganayam paresam,
na bhagava samannassa hoti.
Appampi ce samhita bhasamano,
dhammassa hoti anudhammacari,
raganca dosanca pahaya moham,
sammppajano suvimuttacitto,
anupadiyano idha va haram va,
sa bhagava samannassa hoti.
Walau ia membaca banyak kitab suci, namun lalai dan tidak berlatih sesuai Dhamma,
bagaikan seorang pengembala sapi yang menghitung ternak orang lain,
maka ia tak mendapatkan manfaat dari kehidupan sebagai biksu.
Walau ia membaca sedikit kitab suci, namun berlatih sesuai Dhamma, melenyapkan keserakahan, kebencian, dan kebodohan,
memahami makna-makna Dhamma, dengan pikiran yang bebas dari keburukan moral,
dan tidak lagi melekat kepada dunia ini dan dunia berikutnya,
maka ia mendapatkan manfaat dari kehidupan sebagai biksu.
Sang Buddha mengucapkan kedua ayat itu pada saat berada di vihara Jetavana, sehubungan dengan 2 orang biksu yang bersahabat.
Pada suatu ketika, terdapat 2 orang biksu yang berasal dari kalangan terhormat yang bersahabat di kota Savatthi. Salah seorang dari mereka mempelajari Tripitaka, dan mahir dalam melafal dan mengkhotbahkan isi-isinya. Ia mengajari 500 orang biksu dan menjadi instruktur dari 18 kelompok biksu. Biksu yang kedua, dengan keras dan tekun melatih meditasi, dan akhirnya mencapai kearahatan dan pandangan terang.
Pada suatu hari, pada saat biksu kedua datang untuk menghormati Sang Buddha di vihara Jetavana, ia bertemu dengan temannya. Biksu guru Tripitaka itu tidak menyadari bahwa temannya telah mencapai kesucian arahat. Ia bahkan sedikit meremehkannya, dengan berpikir bahwa pengetahuan biksu tua ini tentang kitab suci sangat minim, bahkan tidak tahu satu pun dari lima Nikaya atau salah satu dari Tripitaka.
Munculah niat dari benak biksu guru Tripitaka itu untuk bertanya kepada temannya dan mencemoohnya. Sang Buddha tahu persis apa yang ada di dalam benak kedua biksu bersahabat itu. Karena tahu bahwa tindakan mengejek orang suci akan berakibat terlahir ke alam sengsara, maka Sang Buddha segera bertindak.
Dengan kewelas asihan-Nya, Sang Buddha mendekati kedua biksu itu agar adegan tanya-jawab kedua sahabat itu tidak terjadi. Lalu, Sang Buddha mulai bertanya, dan kepada biksu guru Tripitaka itu Ia melontarkan pertanyaan seputar jhana dan magga. Namun, ia tidak dapat dapat menjawabnya karena ia tidak pernah berlatih tentang hal-hal itu. Biksu yang melatih hingga mencapai kearahatan itu dapat menjawab pertanyaan itu.
Sang Buddha lalu memuji biksu yang melatih Dhamma, namun tidak memuji biksu guru Tripitaka. Para biksu yang hadir saat itu banyak yang tidak mengerti, mengapa Sang Buddha memuji biksu tua itu namun tidak memuji guru Tripitaka mereka.
Sang Buddha pun menjelaskan kepada mereka. Orang yang tahu banyak namun tidak berlatih sesuai Dhamma adalah bagaikan pengembala sapi yang memperhatikan sapi-sapi itu demi upah, sementara orang yang berlatih sesuai Dhamma adalah bagaikan pemilik sapi yang menikmati 5 keuntungan (susu, krim, gula, susu gula, dan mentega) dari sapi.
Demikian jugalah, pendidik menikmati layanan yang ia dapatkan dari murid-muridnya, namun ia tidak memperoleh manfaat dari kesucian. Biksu lainnya, lewat pengetahuannya yang terbatas dan sedikit membaca ayat-ayat suci, secara jelas memahami intisari Dhamma dan mempraktikkannya dengan giat dan tekun, maka ialah orang yang berlatih sesuai Dhamma (anudhammacari), yang telah menghilangkan keserakahan, kebencian, dan kebodohan. Pikirannya bebas total dari kekotoran batin dan kemelekatan terhadap dunia ini dan dunia berikutnya, ia sepenuhnya memperoleh manfaat dari magga-phala.
Lalu Sang Buddha mengucapkan ayat-ayat itu.
Dhammapada ayat 019 dan 020 bab Syair Berpasangan