Kisah Devadata(2)-Dhammapada
Kisah Devadatta (2)
Idha tappati pecca tappati,
papakari ubhayattha tappati,
papam me katanti tappati,
bhiyyo tappati duggatim gato.
Ia tersiksa di alam ini, ia tersiksa di alam berikutnya,
pembuat kejahatan tersiksa di kedua alam itu,
ia tersiksa dan menyesali kejahatan yang telah ia perbuat,
ia lebih tersiksa lagi pada saat terlahir di alam rendah.
Sang Buddha mengucapkan ayat ini pada saat berada di vihara Jetavana, di dekat kota Savatthi, sehubungan dengan Devadatta.
Pada suatu saat, Devadatta berada di Kosambi bersama Sang Buddha. Di sana Devadatta melihat Sang Buddha mendapatkan penghormatan dan penghargaan yang tertinggi, termasuk menerima persembahan. Ia merasa iri hati dan berniat mengambil alih kepemimpinan Sangha.
Suatu hari, pada saat Sang Buddha mengajar di vihara Veluvana, di dekat kota Rajagaha, ia mendatangi Sang Buddha, dan berkata bahwa Sang Buddha sudah semakin tua, maka sebaiknya kepemimpinan Sangha diserahkan kepadanya. Sang Buddha menolak dan menasihatinya agar jangan menjilati ludah yang dibuang orang lain. Sang Buddha lalu menyerukan kepada Sangha untuk melalukan Pakasaniya Kamma** kepada Devadatta.
Pakasaniya kamma; 'Melakukan pengumuman', mengumumkan kepada Sangha bahwa biksu tertentu dapat berubah menjadi jahat pada waktu mendatang.
Devadatta merasa amat kecewa dan bersumpah akan melakukan pembalasan terhadap Sang Buddha. Sebanyak 3 kali ia mencoba membunuh Sang Buddha.
Pertama kali, Devadatta menyewa beberapa pemanah. Kedua kali, ia memanjat ke puncak bukit Gijjhakuta lalu menjatuhkan ke bawah sebuah batu besar ke arah Sang Buddha. Dan, ketiga kali, ia memabukkan gajah Nalagiri lalu mengarahkannya untuk menyerang Sang Buddha.
Semua pemanah yang Devadatta sewa untuk membunuh Sang Buddha tidak melakukan tugas mereka, malahan mereka mencapai kesucian sotapanna setelah mendengar ucapan Sang Buddha.
Batu besar yang digelindingkan Devadatta dari atas bukit hanya melukai jari jempol kaki Sang Buddha, itu pun hanya luka ringan.
Sedangkan gajah Nagagiri, yang dalam keadaan mabuk berat menerjang ke arah Sang Buddha, berubah menjadi sadar dan amat jinak setelah berada pada jarak yang dekat dengan Sang Buddha.
Demikianlah, Devadatta gagal membunuh Sang Buddha, dan ia menggunakan siasat lain. Ia mencoba memecah belah Sangha dengan cara membawa biksu-biksu yang baru ditahbis ke Gayasisa. Namun, banyak di antara mereka akhirnya dibawa kembali oleh biksu Sariputra dan biksu Maha Moggallana.
Selang beberapa waktu kemudian, Devadatta diserang penyakit. Ia menderita sakit yang berkepanjangan, selama 9 bulan, lalu ia meminta kepada murid-muridnya untuk membawanya ke Sang Buddha. Dengan duduk di sebuah tandu, para muridnya membawanya menuju ke vihara Jetavana.
Saat Sang Buddha mengetahui bahwa Devadatta sedang dalam perjalanan menuju ke vihara Jetavana, Ia berkata kepada murid-murid-Nya bahwa Devadatta tak mempunyai kesempatan bertemu dengan diri-Nya.
Pada saat rombongan Devadatta sampai di kolam yang berada di halaman vihara Jetavana, para murid Devadatta berhenti, meletakkan tandu, dan berduyun-duyun pergi ke kolam itu untuk mandi.
Devadatta juga bangkit dari tempat duduknya dan mulai melangkah. Seketika itu juga, kedua kakinya terjerumus ke dalam tanah, tubuhnya perlahan-lahan ditelan oleh bumi. Devadatta memang tidak mempunyai kesempatan untuk bertemu dengan Sang Buddha karena ia telah melakukan 2 dari 5 Dosa Besar. Setelah meninggal dunia, ia terlahir di alam neraka Avici, neraka dengan siksaan yang tiada henti-hentinya.
Sang Buddha lalu mengucapkan ayat itu.
Dhammapada ayat 017 bab Syair Berpasangan