Kisah Garahadinna - Dhammapada
Kisah Garahadinna
Yatha sankaradhanasmim,
ujjhitasmim mahapathe,
padumam tattha jayetha,
sucigandham manoramam.
Evam sankarabhutesu,
andhabhute puthujjane,
atirocati pannaya,
sammasambuddhasavako.
Sekuntum bunga teratai yang harum,
mungkin saja tumbuh,
di antara tumpukan sampah,
yang dibuang di tepi jalan.
Begitulah, di tumpukan sampah kebodohan,
murid-murid Sang Buddha,
bersinar dengan cemerlang,
dalam kebijaksanaan.
Sang Buddha mengucapkan ayat-ayat ini pada saat berada di vihara Jetavana, di dekat kota Savatthi, sehubungan dengan orang kaya yang bernama Garahadinna serta keajaiban bunga teratai.
Terdapat dua orang sahabat yang bernama Sirigutta dan Garahadinna di Savatthi. Sirigutta adalah pengikut Sang Buddha sementara Garahadinna adalah pengikut nigantha, para pertapa yang memusuhi umat Buddha.
Sebagai pengikut nigantha, Garahadinna sering berkata kepada Sirigutta, "Apa yang kau peroleh dari Sang Buddha? Mari, jadilah pengikut nigantha."
Setelah mendengar ucapan itu sedemikian seringnya, Sirigutta berkata kepada Garahadinna, "Katakan padaku, apa yang guru-gurumu ketahui?"
Garahadinna mengatakan bahwa mengetahui segalanya. Dengan kekuatannya mereka dapat mengetahui masa lampau, masa sekarang, dan masa mendatang, serta mengetahui pikiran seluruh manusia.
Sirigutta pun mengundang para nigantha untuk menerima dana makanan di rumahnya. Ia ingin mengetahui kebenaran para nigantha, apakah mereka mempunyai kemampuan seperti yang diungkapkan oleh temannya.
Sirigutta menggali sebuah parit yang panjang dan dalam, lalu mengisinya dengan sampah dan kotoran. Tempat duduk disediakan di atas parit itu, dan kendi-kendi besar yang kosong dibawa ke dalam ruangan dan ditutupi dengan pakaian dan daun pisang agar terlihat seperti penuh terisi dengan nasi dan kari.
Pada saat para nigantha datang, mereka diminta untuk masuk satu per satu, dan berdiri di dekat tempat duduk kehormatannya, dan duduk secara serentak.
Pada saat mereka duduk, penutup parit patah dan mereka terjerumus ke dalam parit kotor itu. Lalu Sirigutta mencela mereka, "Mengapa kalian tidak mengetahui masa lampau, masa sekarang, dan masa mendatang? Mengapa kalian tidak dapat mengetahui pikiran semua manusia?"
Para nigantha merasa ketakutan. Garahadinna amat marah kepada Sirigutta dan tidak berbicara dengannya hingga 2 minggu.
Lalu, ia memutuskan untuk membalas Sirigutta. Ia berpura-pura tidak marah lagi, dan pada suatu hari, ia meminta Sirigutta mengatas-namakan dirinya mengundang Sang Buddha dan 500 muridnya untuk menerima dana makanan.
Sirigutta pergi menghadap Sang Buddha dan menyampaikan undangan ke rumah Garahadinna. Ia juga menceritakan kepada Sang Buddha tentang apa yang telah ia lakukan kepada para nigantha, para guru Garahadinna. Ia juga mengungkapkan kekhawatirannya jika undangan ini adalah sebuah pembalasan dan undangan ini baru boleh diterima jika sudah mempertimbangkan kedua kemungkinan itu.
Sang Buddha lewat kesaktian-Nya mengetahui bahwa telah tiba saatnya bagi kedua sahabat itu untuk mencapai kesucian sotapanna, maka Ia menerima undangannya.
Garahadinna juga menggali parit, mengisinya dengan bara api dan menutupinya dengan tikar. Ia juga meletakkan beberapa kendi kosong yang ditutupi dengan pakaian dan daun pisang agar terlihat seperti penuh dengan nasi dan kari.
Keesokan harinya, Sang Buddha dan 500 siswa-Nya datang dalam bentuk satu barisan. Pada saat Sang Buddha menginjak tikar yang menutupi parit, tikar dan bara api itu secara misterius lenyap, dan 500 bunga teratai, masing-masing sebesar roda pedati, berkembang untuk Sang Buddha dan para murid-Nya.
Melihat keajaiban itu, Garahadinna amat panik dan ia berkata dengan suara surau kepada Sirigutta, "Tolonglah aku. Keluarkan aku dari dendam, aku telah berbuat kesalahan besar. Rencana jahatku tidak mempengaruhi gurumu. Kendi-kendi di dapurku semuanya kosong. Tolonglah aku."
Sirigutta menyuruh Garahadinna pergi memeriksa kendi-kendi itu. Saat Garahadinna melihat, ternyata semuanya terisi penuh dengan makanan, ia amat tercengang sekaligus amat lega dan bahagia.
Makanan pun dipersembahkan kepada Sang Buddha dan para murid-Nya. Setelah selesai makan, Sang Buddha berterima kasih (anumodana; ungkapan terima kasih setelah sebuah kebajikan diperbuat) dengan berkata, "Dunia yang bodoh, tiada pengetahuan, tidak menyadari kwalitas unik dari Buddha, Dhamma, dan Sangha, maka mereka bagaikan orang buta. Namun, orang bijak yang memiliki pengetahuan, bagaikan orang yang bisa melihat."
Lalu Sang Buddha mengucapkan ayat-ayat itu. Setelah mendengar ucapan Sang Buddha, Garahadinna dan Sirigutta mencapai kesucian sotapanna.
Dhammapada ayat 058 dan 059 bab Syair Bunga