Kisah Meghiya-Dhammapada
Kisah Biksu Meghiya
Phandanam capalam cittam,
durakkham dunnivarayam,
ujum karoti medhavi,
usukarova tejanam.
Varijova thale khitto,
okamokata ubbhato,
pariphandatidam cittam,
maradheyyam pahatave.
Pikiran selalu mengembara dan tidak menentu,
sangat sulit mengendalikan dan menguasainya,
orang bijaksana berlatih meluruskan pikirannya,
bagaikan seorang pembuat panah meluruskan anak panahnya.
Bagaikan seekor ikan yang mengelepak saat dikeluarkan dari dalam air,
dan dilemparkan ke tanah yang kering,
seperti itulah pikiran yang mengelepak saat dikeluarkan dari dunia sensual,
untuk terhindar dari kuasaan mara.
Sang Buddha mengucapkan ayat-ayat itu pada saat berada di gunung Calika, sehubungan dengan biksu Meghiya.
Pada suatu waktu, biksu Meghiya tinggal bersama Sang Buddha, dan pada suatu hari, sepulangnya dari menerima dana, ia melihat sebuah taman mangga yang amat menyenangkan dan indah. Ia pun merasa bahwa tempat itu sangat cocok untuk bermeditasi.
Ia meminta izin kepada Sang Buddha untuk pergi ke sana, namun karena pada saat itu Sang Buddha sedang sendirian, maka ia diminta-Nya untuk menunggu sesaat hingga kedatangan beberapa biksu. Karena ia amat terburu-buru maka ia mengulangi lagi permohonannya lagi, dan lagi, hingga akhirnya Sang Buddha mengizinkannya.
Demikianlah, biksu Meghiya berangkat menuju taman mangga itu, lalu duduk di bawah sebatang pohon dan melatih meditasi. Ia berada di sana seharian, dan pikirannya terus-menerus berkeliaran sehingga ia tidak memperoleh kemajuan.
Malam harinya ia kembali dan melaporkan kepada Sang Buddha bagaimana ia selama di sana diserang oleh pikiran-pikiran yang berhubungan dengan indera, keinginan, dan kekejaman.
Maka Sang Buddha memberitahukan kepadanya bahwa pikiran amat mudah tergoda dan berubah-ubah, dan seseorang seharusnya mengendalikan pikriannya.
Sang Buddha lalu mengucapkan ayat-ayat itu. Setelah mendengar ucapan Sang Buddha, biksu Meghiya mencapai kesucian sotapanna.
Dhammapada ayat 033 dan 034 bab Syair Pikiran