Kisah Samgharakkhita-Dhammapada
Kisah Biksu Samgharakkhita
Durangamam ekacaram,
asariram guhasayam,
ye cittam samyamissanti,
mokkhanti marabandhana.
Pikiran mengembara jauh dan bergerak sendiri**,
pikiran tidak berwujud, terletak di dalam gua hati**,
mereka yang mengendalikan pikiran mereka,
akan terbebas dari jeratan mara.
Bergerak sendiri dalam arti pikiran selalu bermunculan. Misalnya, suatu pemikiran akan muncul setelah pemikiran yang lain lenyap.
Gua hati artinya pikiran muncul di dalam alam kesadaran seseorang.
Sang Buddha mengucapkan ayat ini pada saat berada di vihara Jetavana, di dekat kota Savatthi, sehubungan dengan keponakan biksu Samgharakkhita.
Pada suata waktu, hiduplah seorang biksu senior yang bernama Samgharakkhita di kota Savatthi. Pada suatu saat, adik perempuannya melahirkan seorang putra, yang diberi nama seperti biksu itu, dan kemudian ia dikenal dengan sebutan Samgharakkhita Bhagineyya.
Setelah cukup umur, keponakan biksu Samgharakkhita memasuki keangotaan Sangha. Pada saat biksu muda itu tinggal di sebuah vihara desa, ia dipersembahkan 2 set jubah, dan ia ingin mempersembahkan salah satunya kepada pamannya.
Pada akhir masa vassa, biksu muda itu pergi menemui pamannya untuk bersembah sujud dan mempersembahkan jubah itu kepadanya. Namun, pamannya menolak jubah itu dengan berkata bahwa jubahnya telah cukup. Walaupun biksu muda itu mengulangi permohonannya, biksu Samgharakkhita tetap tidak mau menerimanya.
Biksu muda itu merasa kecewa dan merasa lebih baik dirinya meninggalkan kebiksuan dan kembali hidup sebagai seorang upasaka karena pamannya sangat tidak ingin berbagi keperluan dengannya.
Saat itu, pikirannya mengembara dan serangkaian pemikiran muncul. Ia pun berhayal seperti ini; ia berencana setelah meninggalkan Sangha ia akan menjual jubah dan membeli seekor kambing betina. Kambing betina itu akan segera beranak dan ia segera punya uang untuk menikah. Lalu istrinya akan melahirkan seorang putra untuknya. Ia akan membawa istri dan anaknya dengan sebuah kereta kecil pergi menemui pamannya di vihara. Saat berada di tengah perjalanan, ia berkata bahwa ia yang akan mengawasi anaknya. Istrinya menyuruhnya mengendarai kereta dan tidak khawatir kepada anaknya. Ia dengan paksa dan merebut anaknya dari istrinya. Di antara mereka, anaknya terjatuh di atas jalur kereta dan roda kereta melindas anaknya. Ia sangat marah kepada istrinya yang akan ia pukul dengan pecut.
Pada saat ia sedang berhayal ia sedang mengipasi biksu Samgharakkhita dengan sebuah kipas daun palem (Borassus flabellifer; sejenis pohon palem), dan ia secara tidak sengaja membentur kepala biksu senior itu dengan kipas itu.
Biksu Samgharakkhita yang mengetahui semua pikiran biksu muda itu berkata, "Kau tidak bisa memukul istrimu, mengapa kau memukul seorang biksu tua?"
Biksu muda itu sangat terkejut dan malu mendengar kata-kata biksu senior itu. Ia juga sangat ketakutan. Maka ia kabur. Biksu-biksu muda dan calon biksu di vihara mengejarnya, dan akhirnya mereka menangkap dan membawanya menghadap Sang Buddha.
Setelah mendengar cerita kejadiannya, Sang Buddha berkata bahwa pikiran mempunyai kemampuan untuk memikirkan sesuatu yang amat jauh ke depan, dan seseorang seharusnya berlatih keras untuk bebas dari ikatan nafsu, kejahatan, dan kelengahan.
Lalu Sang Buddha mengucapkan ayat itu. Setelah mendengar ucapan Sang Buddha, biksu muda itu mencapai kesucian sotapanna.
Dhammapada ayat 037 bab Syair Pikiran