Kisah Soreyya-Dhammapada
Kisah Soreyya
Na tam mata pita kayira,
anne vapi ca nataka,
sammapanihitam cittam,
seyyoso naim tato kare.
Bukanlah seorang ibu, bukanlah seorang ayah,
bukan juga sanak keluarga lainnya,
yang dapat berbuat untuk kesejahteraan seseorang,
namun pikiranlah yang dapat mengarahkan kepada kebaikan.
Sang Buddha mengucapkan ayat ini pada saat berada di vihara Jetavana, di dekat kota Savatthi, sehubungan dengan Soreyya, putra orang kaya di kota Soreyya.
Pada suatu waktu, Soreyya ditemani seorang teman dan beberapa pembantu pergi ke pemandian dengan menaiki sebuah kereta mewah. Pada saat itu, biksu Maha Kaccayana merapikan jubahnya di luar gerbang kota, saat ia bersiap-siap memasuki kota untuk menerima dana makanan.
Soreyya muda, melihat kemilau keemasan dari kulit biksu itu, ia berpikir, "Bisakah aku berharap kalau biksu ini adalah istriku, atau, kemilau istriku seperti biksu itu."
Saat keinginan itu muncul, jenis kelaminya berubah menjadi wanita. Sangat malu sekali, ia turun dari keretanya dan melarikan diri ke arah Taxila. Pengikutnya kehilangan dirinya, mencarinya ke mana-mana namun tidak ketemu.
Soreyya, sekarang adalah seorang wanita, menawarkan cincinnya kepada orang-orang yang pergi ke Taxila untuk mengizinkannya ikut di dalam kereta mereka.
Setibanya di Taxila, mereka memberitahukan kepada seorang pemuda kaya raya di kota Taxila tentang seorang wanita yang datang ke Taxila bersama mereka. Pemuda kaya raya itu menjumpainya dan melihat kecantikannya serta umur mereka sebaya. Ia pun menikah dengannya.
Dari perkawinan itu lahirlah dua orang putra. Juga terdapat dua putra lainnya dari perkawinan Soreyya saat masih menjadi pria.
Suatu hari, seorang pemuda kaya raya dari kota Soreyya datang ke Taxila dengan membawa 500 kereta. Soreyya mengenali pemuda itu yang merupakan teman lamanya. Pemuda dari kota Soreyya itu terkejut ketika ia mendapat undangan dari seorang wanita yang tak dikenalnya. Pemuda itu berkata kepada Soreyya bahwa ia tidak mengenalnya, dan bertanya mengapa ia dapat mengenali dirinya.
Soreyya menjawab bahwa ia mengenalnya dan juga menanyakan keadaan keluarganya dan orang-orang lainnya di kota Soreyya. Lalu pemuda itu bercerita kepadanya tentang seorang putra dari pengusaha kaya raya yang menghilang secara misterius saat pergi ke pemandian.
Soreyya lalu mengungkapkan identitas aslinya dan menceritakan apa yang terjadi tempo hari, tentang pikiran melencengnya terhadap biksu Maha Kaccayana, tentang perubahan jenis kelaminnya, dan pernikahannya dengan seorang pemuda kaya raya dari kota Taxila.
Pemuda itu menyarankan kepada Soreyya untuk memohon maaf kepada biksu itu. Kemudian biksu Maha Kaccayana pun diundang ke rumah Soreyya untuk menerima dana makanan.
Setelah selesai makan, Soreyya menghadap sang biksu, dan pemuda itu memberitahukan kepadanya bahwa wanita itu dulunya adalah putra dari seorang pengusaha kaya raya dari kota Soreyya. Pemuda itu kemudian menjelaskan kepada sang biksu bagaimana Soreyya berubah menjadi seorang wanita akibat kesalahan berpikirnya terhadap biksu yang terhormat.
Soreyya lalu dengan penuh rasa hormat memohon maaf dari biksu Maha Kaccayana. Sang biksu berkata, "Bangunlah, aku memaafkanmu."
Segera setelah ucapan itu diucapkan sang biksu, Soreyya kembali berubah menjadi seorang pria. Ia lalu merenungkan bagaimana dengan sebuah keberadaan dan dengan satu tubuh ia berubah jenis kelamin dan bagaimana putra-putranya ia lahirkan, dan lainnya. Dan merasa sangat lelah dan jijik terhadap semua itu, ia memutuskan untuk meninggalkan kehidupan berumah tangga dan bergabung dengan Sangha di bawah didikan biksu Maha Kaccayana.
Setelah itu, ia sering ditanyai, "Siapa yang paling kau cintai, kedua putra saat menjadi ayah, atau kedua putra saat kau menjadi ibu?"
Ia menjawab pertanyaan-pertanyaan itu dengan berkata bahwa ia lebih mencintai anak-anak yang ia lahirkan. Pertanyaan-pertanyaan itu sering dilontarkan, ia merasa amat terganggu dan malu.
Ia pun menyendiri dan tekun merenungkan pelapukan dan penghancuran tubuh. Tak berapa lama kemudian ia mencapai kesucian arahat beserta pandangan terang analisis.
Saat pertanyaan-pertanyaan lama itu dilontarkan kepadanya, ia menjawab bahwa ia tidak sayang kepada siapa pun. Para biksu yang mendengarnya berkata demikian mengira ia berbohong.
Untuk masalah Soreyya ini, Sang Buddha berkata, "Putra-Ku tidaklah berbohong, ia berkata sebenarnya. Jawabannya berbeda karena kini ia telah mencapai kearahatan dan dengan demikian tiada lagi kecintaannya pada seseorang secara khusus. Melalui pikiran yang terarah dengan benar, putra-Ku memiliki kebaikan yang tidak dapat diberikan oleh seorang ayah ataupun seorang ibu."
Sang Buddha lalu mengucapkan ayat itu. Setelah mendengar ucapan Sang Buddha, banyak yang mencapai kesucian sotapanna.
Dhammapada ayat 043 bab Syair Pikiran