Kisah Biksu Bahubhandika - Dhammapada
Kisah Biksu Bahubhandika
Na naggacariya na jata na panka,
nanasaka thandilasayika va,
rajojallam ukkutikappadhanam,
sodhenti maccam avitinnakankham.
Tidak dengan telanjang atau berambut kusut,
atau melumuri tubuh dengan lumpur, atau berpuasa,
atau tidur di tanah, membaluti tubuh dengan debu, atau dengan berjongkok,
seseorang tidak bisa menjadi suci, bila ia masih diliputi keragu-raguan.
Sang Buddha mengucapkan ayat ini pada saat berada di vihara Jetavana, sehubungan dengan seorang biksu yang memiliki banyak perbekalan.
Pada suatu ketika, di kota Savatthi terdapat seorang kaya. Setelah kematian istrinya, ia memutuskan untuk menjadi seorang biksu.
Sebelum memasuki Sangha, ia mendirikan sebuah vihara yang terdapat ruang dapur dan gudang. Ia juga membawa perabot-perabotnya, perkakas-perkakas dan sejumlah besar persediaan beras, minyak, mentega, dan berbagai bekal lainnya.
Apapun yang ingin ia makan maka pelayan-pelayannya akan akan memasakkan untuknya. Demikianlah, walaupun hidup sebagai biksu akan tetapi ia hidup dalam kenyamanan, dan karena ia memiliki banyak bekal, ia dikenal dengan sebutan Bahubhandika.
Pada suatu hari, para biksu membawanya menghadap Sang Buddha, dan ia mengutarakan sendiri kepada Sang Buddha tentang banyaknya barang-barang yang ia bawa ke vihara, dan ia juga masih hidup mewah bagaikan orang kaya.
Sang Buddha berkata kepadanya, "Putra-Ku. Aku telah mengajarkan kepada kalian hidup dengan keras. Mengapa kau perlu membawa begitu banyak harta bersamamu?"
Karena teguran itu ia kehilangan kendali dan marah, "Begitulah, Bhante. Aku akan hidup seperti yang Kau harapkan."
Setelah berkata-kata demikian, ia nanggalkan jubah atasnya.
Melihat tindakannya itu, Sang Buddha berkata kepadanya, "Putra-Ku. Pada kehidupan sebelumnya kau adalah seorang raksasa. Walaupun raksasa, kau memiliki rasa malu (hiri) dan rasa takut (ottappa) untuk berbuat kejahatan. Kini kau adalah seorang biksu di bawah asuhan-Ku, mengapa kau malah melepaskan rasa malu dan takut itu?"
Mendengar kata-kata Sang Buddha, ia menyadari kesalahannya. Rasa malu dan takutnya muncul kembali, dan ia dengan penuh hormat bersujud kepada Sang Buddha dan meminta maaf.
Lalu Sang Buddha berkata kepadanya, "Berdiri di sana tanpa jubah atasmu sangatlah tidak pantas. Hanya dengan mengenyahkan jubahmu, tidak akan membuatmu menjadi biksu yang hidup keras. Seorang biksu juga haus menghapus keragu-raguannya."
Lalu Sang Buddha mengucapkan ayat itu. Setelah mendengar ucapan Sang Buddha, banyak yang mencapai kesucian sotapanna.
Dhammapada ayat 141 bab Syair Hukuman