Kisah Biksu Maha Moggallana - Dhammapada
Kisah Biksu Maha Moggallana
Yo dandena adandesu,
appadutthesu dussati,
dasannarnannataram thanam,
khippameva nigacchati.
Vedanam pharusam janim,
sarirassa va bhedanam,
garukam vapi abadham,
cittakkhepam va papune.
Rajato va upasaggam,
abbhakkhanam va darunam,
parikkhayam va natinam,
bhoganam va pabhanguram.
Atha vassa agarani,
aggi dahati pavako,
kayassa bheda duppanno,
nirayam so papajjati.
Ia yang menganiaya orang yang tak berdaya,
menyerang orang yang tidak layak disakiti,
maka akan segera menanggung,
salah satu dari sepuluh akibat kejahatannya.
Rasa sakit yang hebat atau cacat,
tubuh terluka,
penyakit akut,
gangguan jiwa.
Dihukum oleh raja,
difitnah,
kehilangan keluarga,
kehilangan kekayaan.
Atau rumahnya terbakar,
karena kebakaran dahsyat,
setelah mati terlahir ke alam neraka,
terlahir menjadi orang bodoh.
Sang Buddha mengucapkan keempat ayat ini pada saat berada di vihara Jetavana, sehubungan dengan biksu Maha Moggallana.
Pada suatu ketika, para pertapa nigantha berencana membunuh biksu Maha Moggallana karena mereka berpikir bahwa dengan menyingkirkan biksu Maha Moggallana maka kemasyuran dan keberuntungan Sang Buddha akan berkurang. Lalu mereka menyewa beberapa pembunuh untuk membunuh biksu Maha Moggallana yang saat itu berada di kota Kalasila, dekat kota Rajagaha.
Para pembunuh mengepung vihara, namun biksu Maha Moggallana dengan kekuatan batinnya berhasil meloloskan diri. Pertama kali lewat lubang kunci dan kedua kalinya lewat atap. Demikianlah, para pembunuh itu tidak mampu menangkap biksu Maha Moggallana selama 2 bulan.
Pada saat para pembunuh itu kembali mengepung vihara pada bulan ketiga, biksu Maha Moggallana teringat bahwa ia masih harus menanggung akibat kejahatan yang pernah ia lakukan pada kehidupan masa lampaunya. Ia pun tidak mempergunakan kesaktiannya.
Biksu Maha Moggallana tertangkap dan para pembunuh itu menghajarnya hingga semua tulang-tulangnya hancur. Setelah itu, tubuhnya mereka tinggalkan di semak belukar dan mengira bahwa biksu Maha Moggallana telah meninggal.
Biksu Maha Moggallana lewat kesaktian jhananya, bangkit lagi dan mendatangi Sang Buddha di vihara Jetavana, di dekat kota Savatthi. Ia memberitahukan kepada Sang Buddha bahwa ia akan segera parinibbana di Kalasila.
Sang Buddha meminta kepadanya untuk membabarkan Dhamma terlebih dahulu kepada perkumpulan biksu agar para biksu dapat bertemu dengannya untuk terakhir kalinya. Maka biksu Maha Moggallana mengkhotbahkan Dhamma dan pergi setelah bersujud 7 kali kepada Sang Buddha.
Kabar parinibbananya biksu Maha Moggallana di tangan para pembunuh menyebar cepat bagaikan api yang berkobar. Raja Ajatasatru memerintahkan kepada para bawahannya untuk mengusut dan menangkap para pelaku. Para pembunuh akhirnya tertangkap dan dibakar hidup-hidup.
Para biksu amat berduka atas parinibbananya biksu Maha Moggallana, dan tidak percaya bahwa orang seperti biksu Maha Moggallana harus tewas di tangan para pembunuh.
Sang Buddha berkata kepada mereka, "Para biksu. Mengingat bahwa Moggallana hidup suci dalam kehidupan sekarang, ia semestinya tidak akan berakhir seperti itu. Namun, pada salah satu kehidupan masa lampaunya, ia telah berbuat kesalahan besar terhadap kedua orang tuanya yang buta."
"Awalnya, ia adalah seorang anak yang amat berbakti, tetapi setelah menikah, istrinya mulai membuat masalah dan menganjurkan agar suaminya menyingkirkan kedua orang tuanya."
"Ia lalu membawa kedua orang tuanya yang buta ke dalam sebuah hutan dengan sebuah kereta, dan di sana ia membunuh mereka dengan memukuli mereka dan berbuat hingga mereka percaya bahwa beberapa orang perampok memukuli mereka."
"Karena benih karma buruk itulah ia menderita di alam neraka dalam waktu yang lama. Di kehidupannya yang sekarang, yang terakhir baginya, ia harus tewas di tangan para pembunuh."
"Sesungguhnya, berbuat kejahatan kepada mereka yang tidak patut dijahati, ia pasti akan menderita karenanya."
Lalu Sang Buddha mengucapkan keempat ayat itu.
Dhammapada ayat 137, 138, 139 dan 140 bab Syair Hukuman