Kisah Seorang Biksu Muda - Dhammapada
Kisah Seorang Biksu Muda
Hinam dhammam na seveyya,
pamadena na samvesa,
micchaditthim na seveyya,
na siya lokavaddhano.
Jangan mengikuti jalan yang tercela,
jangan hidup di dalam kelengahan,
jangan menganut pandangan salah,
jangan terhanyut di dalam tumimbal lahir.
Sang Buddha mengucapkan ayat ini pada saat berada di vihara Jetavana, di dekat kota Savatthi, sehubungan dengan seorang biksu muda.
Pada suatu ketika, seorang biksu muda menemani seorang biksu senior mendatangi upasika Visakha. Setelah menerima bubur, biksu senior itu pergi ke rumah lainnya meninggalkan biksu muda itu sendiri di rumah Visakha.
Cucu perempuan Visakha menyaringkan air untuk biksu muda itu, dan saat gadis muda itu melihat bayangannya sendiri di dalam air ia tersenyum. Melihat gadis muda itu tersenyum, biksu muda itu menatapnya dan juga tersenyum. Pada saat ia melihat biksu muda itu tersenyum kepadanya, ia marah dan berteriak penuh amarah.
"Kau, kepala botak! Mengapa kau tersenyum kepadaku?"
Biksu muda itu membalas, "Kau mengunduli dirimu sendiri. Ibu dan ayahmu juga berkepala botak!"
Demikianlah, mereka pun bertengkar. gadis muda itu pun mengadukan hal itu kepada neneknya. Visakha pun datang dan berkata kepada biksu muda itu, "Mohon, jangan marah terhadap cucuku. Akan tetapi, seorang biksu memang gundul, kuku-kukunya dipotong, serta mengenakan jubah yang terbuat dari potongan-potongan kain yang berbeda-beda, para biksu juga berkeliling menerima dana makanan dengan sebuah mangkuk yang tidak bersisi (bundar). Apa yang diucapkan gadis ini, bagaimanapun juga, cukup benar, iya 'kan?"
Biksu muda itu menjawab, "Itu semua benar, namun, apa perlu dia menghinaku dengan hal-hal itu?"
Pada saat itu biksu senior itu kembali dan mengetahui pertengkaran itu. Namun, baik Visakha maupun biksu senior itu tidak mampu menenangkan keduanya.
Tak lama kemudian, Sang Buddha tiba di sana dan mengetahui tentang pertengkaran itu. Sang Buddha mengetahui bahwa kesempatan untuk biksu muda itu untuk mencapai kesucian sotapanna telah tiba. Lalu, agar biksu muda itu lebih mencermati kata-kata-Nya, Ia berkata seolah-olah memihak kepadanya.
Sang Buddha berkata kepada Visakha, "Visakha, apa alasan cucumu mengatakan putra-Ku berkepala botak hanya karena ia botak? Lagipula, ia membotaki kepalanya karena menjadi murid-Ku, bukankah begitu?"
Mendengar perkataan itu, biksu muda itu berlutut, bersujud kepada Sang Buddha dan berkata, "Bhante, hanya Kau yang memahamiku, bahkan guru pembimbingku dan pendana vihara juga tidak memahamiku."
Sang Buddha tahu bahwa kini suasana hati biksu muda itu sudah sangat terbuka, maka Ia berkata, "Tersenyum dengan nafsu keinginan adalah tercela. Tidaklah benar dan tidak cocok memiliki pikiran bernafsu."
Sang Buddha lalu mengucapkan ayat itu. Setelah mendengar ucapan Sang Buddha, biksu muda itu mencapai kesucian sotapanna.
Dhammapada ayat 167 bab Syair Dunia