Kisah Biksuni Kisagotami - Dhammapada
Kisah Biksuni Kisagotami
Yo ca vassasatam jive,
epassam amatam padam,
ekaham jivitam seyyo,
passato amatam padam.
Daripada hidup seratus tahun,
sebagai orang yang tidak menyadari Tanpa Kematian (Nibbana),
lebih baik hidup sehari,
sebagai orang yang menyadari Tanpa Kematian.
Sang Buddha mengucapkan ayat itu pada saat berada di vihara Jetavana, di dekat kota Savatthi, sehubungan dengan biksuni Kisagotami.
Kisagotami adalah putri dari keluarga kaya-raya di Savatthi. Ia dikenal dengan nama Kisagotami karena tubuhnya yang amat langsing. Ia menikah dengan seorang pemuda yang kaya-raya, dan tak lama kemudian lahirlah seorang anak laki-laki.
Putra Kisagotami meninggal pada saat masih balita, dan Kisagotami amat terpukul. Dengan menggendong mayat bayinya ia pergi ke sana dan ke mari, dan kepada semua orang yang dijumpainya ia meminta obat yang dapat menghidupkan kembali anaknya. Orang-orang mulai berpikir bahwa ia sudah gila.
Terdapat seorang bijaksana yang merasa wajib menyelamatkan kondisi kejiwaan Kisagotami, maka ia berkata kepadanya, "Sang Buddha adalah orang yang kau cari, Ialah yang mempunyai ramuan obat yang kau perlukan. Carilah Ia."
Demikianlah, Kisagotami pun pergi menemui Sang Buddha dan meminta kepada-Nya ramuan obat yang dapat menghidupkan kembali bayinya. Sang Buddha memintanya membawa beberapa benih mustar (biji tanaman sesawi) dari rumah yang tidak pernah terjadi kematian.
Masih sambil menggendongi mayat bayinya, Kisagotami mengunjungi dari rumah ke rumah, meminta benih mustar. Semua keluarga yang ia temui ingin membantunya, ingin memberikannya benih mustar, namun, sayang sekali, semuanya tidak memenuhi kriteria, mereka semua pernah ditinggal mati oleh seseorang.
Selang beberapa waktu kemudian, Kisagotami menyadari bahwa bukan hanya dalam keluarganya saja yang pernah terjadi kematian, bahkan yang meninggal lebih banyak dibandingkan dengan yang hidup. Setelah menyadari hal itu pandangannya terhadap mayat bayinya berubah. Ia tidak lagi tertarik pada jasad bayinya.
Ia menguburkan mayat anaknya di dalam hutan dan kembali menemui Sang Buddha. Ia melaporkan bahwa ia tidak dapat menemukan rumah yang tidak pernah terjadi kematian.
Lalu Sang Buddha berkata kepadanya, "Gotami, kau berpikir bahwa hanya dirimu saja yang kehilangan anak. Seperti yang telah kau sadari, kematian menghampiri semua makhluk hidup. Sebelum mereka puas dengan kesenangan, kematian sudah menjemput mereka."
Sang Buddha mengucapkan sebuah ayat Dhammapada bab Jalan (Magga Vagga) yang berhubungan dengan pencapaian kesucian biksuni Kisagotami. Baca Kisah Biksuni Kisagotami (2).
Mendengar hal itu, Kisagotami dengan sepenuhnya menyadari ketidakkekalan, penderitaan, dan ketanpaintian dari Lima Kelompok Kehidupan (Panca Sakhanda) dan mencapai kesucian sotapanna. Setelah itu, Kisagotami menjadi seorang biksuni.
Pada suatu hari, pada saat ia menyalakan lampu ia melihat api menyala dan mati, dan seketika itu juga ia memperoleh pandangan terang tentang muncul dan lenyapnya makhluk hidup.
Sang Buddha yang sedang berada di dalam vihara, melihat Kisagotami lewat kekuatan batin-Nya, lalu Ia memancarkan sinar agung-Nya dan muncul di hadapannya. Kisagotami diminta untuk melanjutkan pemusatan pikirannya pada sifat ketidakkekalan semua makhluk hidup dan berusaha keras untuk mencapai nibbana.
Lalu Sang Buddha mengucapkan ayat itu. Setelah mendengar ucapan Sang Buddha, biksuni Kisagotami mencapai kearahatan.
Dhammapada ayat 114 bab Syair Ribuan