Kisah Magha-Dhammapada
Kisah Magha
Appamadena maghava,
devanam setthatam gato,
appamadm pasamanti,
pamado garahito sada.
Dengan penuh perhatian**,
Magha menjadi raja para dewa,
kewaspadaan selalu dipuji,
namun kelalaian selalu dicela.
Penuh perhatian dalam menanam kebajikan.
Sang Buddha mengucapkan ayat ini pada saat berada di vihara Kutagara, di dekat kota Vesali, sehubungan dengan Sakka, raja para dewa.
Pada suatu ketika, pangeran dari suku Licchavi yang bernama Mahali, datang untuk mendengarkan khotbah Sang Buddha. Khotbah yang diuraikan itu adalah Sutra Sakkapanha. Sang Buddha menguraikan tentang Sakka yang penuh dengan semangat.
Mahali menduga bahwa Sang Buddha pasti pernah bertemu dengan Sakka. Maka untuk memastikannya, ia bertanya kepada Sang Buddha.
Sang Buddha lalu menjawab, "Mahali, Aku kenal Sakka. Bahkan, Aku tahu apa yang telah membuatnya menjadi Sakka."
Sang Buddha lalu memberitahukan kepada Mahali bahwa Sakka, raja para dewa, pada kehidupan lampaunya adalah seorang pemuda yang bernama Magha, di desa Macala. Magha muda bersama 32 rekannya membuat jalan dan membangun rumah persinggahan.
Selain itu, Magha juga menjalankan 7 kewajiban bagi dirinya sendiri. Ketujuh kewajiban itu ia jalani seumur hidup. (1) berbakti kepada kedua orang tuanya, (2) menghormati semua orang tua, (3) berbicara dengan sopan, (4) tidak membicarakan keburukan orang lain, (5) tidak kikir, tetapi harus murah hati, (6) bicara jujur, dan (7) mengontrol dirinya agar tidak marah.
Karena karma baik yang telah ia tanam dan kelakuan yang benar pada kehidupannya itu, Magha terlahir menjadi Sakka, raja para dewa.
Lalu Sang Buddha mengucapkan ayat itu. Setelah mendengar ucapan Sang Buddha, Mahali mencapai kesucian sotapanna.
Dhammpada ayat 030 bab Syair Kewaspadaan