Kisah Samanera Pandita - Dhammapada
Kisah Samanera Pandita
Udakam hi nayanti nettika,
usukara namayanti tejanam,
darum namayanti tacchaka,
attanam damayanti pandita.
Petani mengairi sawah,
pembuat panah meluruskan anak panah,
tukang kayu membengkokkan kayu,
orang bijaksana menguasai dirinya sendiri.
Sang Buddha mengucapkan ayat ini pada saat berada di vihara Jetavana, di dekat kota Savatthi, sehubungan dengan samanera Pandita.
Kisah samanera Pandita mirip dengan kisah Sukha, si samanera cilik. pada ayat 145, bab Hukuman (Jara Vagga).
Pandita adalah putra dari seorang kaya raya di Savatthi. Ia menjadi samanera saat berusia 7 tahun. Di hari ke-8 menjadi samanera, saat ia mengikuti biksu Sariputra berkeliling menerima dana makanan, ia melihat beberapa orang petani sedang mengaliri air ke ladang-ladang mereka.
Ia bertanya kepada biksu Sariputra, "Apakah air yang tidak memiliki kesadaran dapat dituntun ke mana pun seseorang menghendakinya?"
Biksu Sariputra menjawab, "Bisa, air dapat dituntun ke mana pun orang inginkan."
Mereka kembali melanjutkan perjalanan dan berikutnya samanera itu melihat beberapa orang pembuat panah sedang memanasi nanak panah mereka dengan api dan meluruskannya.
Selanjutnya, ia melewati tempat di mana beberapa tukang kayu sedang memotong, menggergaji, dan menghaluskan kayu untuk dibuat menjadi sesuatu yang mirip roda pedati.
Lalu samanera itu berpikir, "Jika air yang tidak memiliki kesadaran dapat dituntun ke tempat seseorang menghendakinya, jika sebatang bambu bengkok yang tidak memiliki kesadaran dapat diluruskan, dan jika kayu yang tidak memiliki kesadaran dapat dibuat menjadi benda berguna, mengapa aku yang memiliki kesadaran tidak mampu mengendalikan pikiranku sendiri dan melatih samadhi dan pandangan terang?"
Kemudian di situ juga ia mohon pamit kepada biksu Sariputra dan kembali ke kamarnya di vihara. Di sana ia dengan tekun dan giat melatih meditasi, dengan tubuh sebagai objek renungan.
Dewa Sakka dan dewa-dewa lainnya membantu samanera itu bermeditasi dengan menjaga vihara dan lingkungan sekitarnya agar tetap tenang. Sebelum waktu makan tiba, samanera Pandita mencapai kesucian anagami.
Saat itu, biksu Sariputra membawakan makanan untuk samanera itu. Sang Buddha melihat lewat kekuatan batin-Nya bahwa samanera Pandita telah mencapai kesucian anagami dan jika ia meneruskan meditasinya maka ia akan mencapai kearahatan. Maka Sang Buddha memutuskan untuk menghentikan biksu Sariputra untuk memasuki kamar di mana samanera itu berada.
Sang Buddha mendatangi kamar itu dan mengusahakan agar biksu Sariputra terhalang dengan mengajukan beberapa pertanyaan kepadanya.
Saat percakapan itu berlangsung, samanera itu mencapai kesucian arahat. Demikianlah, samanera Pandita mencapai kearahatan pada hari kedelapan menjadi samanera.
Sehubungan dengan hal itu, Sang Buddha berkata kepada para biksu yang berada di vihara, "Pada saat seseorang dengan sungguh-sungguh melatih Dhamma, bahkan dewa Sakka dan para dewa memberikan perlindungan dan menjaganya. Aku sendiri telah berusaha agar biksu Sariputra terhalang di pintu maka samanera Pandita tidak terganggu. Setelah melihat para petani mengaliri sawah-sawah mereka, para pembuat panah meluruskan anak panah, dan para tukang kayu membuat roda pedati dan lainnya, samanera mengendalikan pikirannya dan melatih Dhamma. Ia kini telah menjadi seorang arahat."
Sang Buddha lalu mengucapkan ayat itu.
Dhammapada ayat 080 bab Syair Orang Bijaksana