Kisah Sariputra (2) - Dhammapada
Kisah Biksu Sariputra
Pathavisamo no virujjhati,
indakhilupamo tadi subbato,
rahadova apetakaddamo,
samsara na bhavanti tadino.
Seorang arahat sangat sabar dan tidak terpancing oleh amarah, bagaikan bumi,
ia tidak terpengaruh oleh situasi kehidupan, bagaikan benteng,
ia tenang dan suci bagaikan danau tak berlumpur,
tidak akan ada kelahiran lagi bagi arahat yang seperti itu.
Sang Buddha mengucapkan ayat itu pada saat berada di vihara Jetavana, sehubungan dengan biksu Sariputra dan seorang biksu muda.
Pada saat akhir musim vassa (retreat musim hujan), biksu Sariputra bersiap-siap memulai perjalanan bersama beberapa muridnya. Seorang biksu muda yang dendam kepada biksu Sariputra mendatangi Sang Buddha dan menceritakan laporan palsu bahwa biksu Sariputra telah berlaku kasar dan memukulinya.
Sang Buddha lalu memanggil biksu Sariputra dan bertanya kepadanya. Biksu Sariputra menjawab, "Bhante, bagaimana mungkin seorang biksu yang mengendalikan dengan baik tubuhnya, pergi memulai perjalanan tanpa meminta maaf setelah bertindak salah terhadap muridnya? Aku bagaikan bumi yang tidak tertarik kepada bunga-bunga yang terhampar di atasnya, ataupun membenci saat sampah dan kotoran ditumpukkan di atasnya. Aku bagaikan penjaga pintu, pengemis, banteng tanpa tanduk. Aku juga merasa muak dengan ketidaksucian tubuh dan tidak lagi tertarik padanya."
Setelah biksu Sariputra berkata demikian, biksu muda itu amat cemas dan menangis tersedu-sedu, dan mengakui kebohongannya tentang biksu Sariputra.
Sang Buddha menganjurkan kepada biksu Sariputra untuk memaafkan biksu muda itu, agar biksu muda itu dapat menghindari akibat buruk yang berat terjadi padanya sehingga kepalanya pecah.
Biksu muda itu lalu mengakui bahwa ia telah berbuat jahat dan dengan penuh rasa hormat meminta maaf. Biksu Sariputra memaafkannya dan meminta maaf jika dirinya juga telah berbuat salah terhadapnya.
Semua hadirin memuji biksu Saiputra, dan Sang Buddha berkata, "Para biksu. Seorang biksu seperti Sariputra tidak lagi memiliki kemarahan dan niat jahat. Bagaikan bumi dan benteng, ia penuh kesabaran, toleransi, dan tegar. Bagaikan danau yang bebas dari lumpur, ia penuh ketenangan dan kesucian."
Lalu Sang Buddha mengucapkan ayat itu.
Dhammapada ayat 095 bab Syair Arahat