Kisah Penegak Hukum - Dhammapada
Kisah Penegak Hukum
Na tena hoti dhammattho,
yenattham sahasa naye,
yo ca attham anatthanca,
ubbo niccheyya pandito.
Asahasena dhammena,
samena nayati pare,
dhammassa gutto medhavi,
dhammattho ti pavuccati.
Ia tidak disebut dengan adil,
bila ia memutuskan kasus dengan semena-mena,
orang bijaksana akan mengusut,
kebenaran dan kesalahan.
Ia yang menghakimi seseorang,
tanpa memihak dan menurut hukum,
yang menjunjung tinggi kebenaran,
ialah penjaga kebenaran yang adil.
Sang Buddha mengucapkan ayat-ayat ini pada saat berada di vihara Jetavana, di dekat kota Savatthi, sehubungan dengan beberapa orang hakim yang menyelewengkan hukum.
Pada suatu hari, hujan turun pada saat beberapa orang biksu pulang dari menerima dana makanan dan mereka masuk ke sebuah gedung pengadilan untuk berteduh. Pada saat mereka berada di sana, mereka melihat beberapa orang hakim sedang merundingkan sebuah kasus secara sepihak setelah mereka menerima uang suap.
Saat pulang ke vihara, para biksu itu melaporkan masalah itu kepada Sang Buddha. Sang Buddha berkata, "Para biksu! Dalam menyelesaikan sebuah kasus, jika seseorang terpengaruh oleh rasa sayang atau kepentingan materi, maka ia tidak dapat disebut adil atau seorang hakim yang menegakkan hukum."
"Jika seseorang menimbangkan bukti-bukti dengan cermat dan memutuskan sebuah kasus tanpa memihak, maka ialah yang disebut dengan adil atau seorang hakim yang menegakkan hukum."
Sang Buddha lalu mengucapkan kedua ayat itu.
Dhammapada ayat 256 dan 257 bab Syair Orang Adil