Kisah Perbuatan Masa Lampau Sang Buddha - Dhammapada
Kisah Perbuatan Masa Lampau Sang Buddha
Matta sukhapariccaga,
passe ce vipulam sukham,
caje mattasukham dhiro,
sampassam vipulam sukham.
Jika meninggalkan kebahagiaan yang kecil,
seseorang dapat memperoleh kebahagiaan yang besar,
maka orang bijak akan melepaskan kebahagiaan yang sedikit,
untuk memperoleh kebahagiaan tak terbatas.
Sang Buddha mengucapkan ayat ini pada saat berada di vihara Jetavana, di dekat kota Savatthi, sehubungan dengan kekuatan dan keagungan Sang Buddha yang disaksikan banyak orang ketika berada di kota Vesali.
Pada suatu ketika, wabah kelaparan melanda kota Vesali. Semua itu dimulai dengan kekeringan parah. Karena kekeringan hampir semua pertanian gagal panen dan banyak orang yang meninggal karena kelaparan.
Semua itu diikuti lagi dengan wabah penyakit sehingga masyarakat kewalahan dalam menangani pemakaman, akibatnya udara dipenuhi dengan bau busuk. Aroma busuk itu mengundang banyak siluman. Kini, penduduk Vesali harus menghadapi bahaya kelaparan, penyakit dan siluman.
Dalam kesedihan dan derita mereka mencoba mencari perlindungan. Mereka memikirkan beragam cara dan akhirnya mereka memutuskan untuk mengundang Sang Buddha. Akhirnya, Mahali, seorang pangeran suku Licchavi, serta putra kepala brahmana diutus oleh raja Bimbisara untuk mengundang Sang Buddha berkunjung ke Vesali dan menolong derita mereka.
Sementara itu, Sang Buddha tahu bahwa kunjungan-Nya kali ini ke Vesali akan membawa manfaat bagi banyak orang, maka Ia setuju untuk berkunjung ke sana.
Raja Bimbisara segera memperbaiki jalan yang menghubungkan kota Rajagaha dengan tepi sungai Ganga. Persiapan lain juga ia lakukan serta membangun tempat peristirahatan khusus setiap beberapa yojana (1 yojana = 15 km). Pada saat semuanya siap, Sang Buddha memulai perjalanannya menuju Vesali bersama 500 orang biksu. Raja Bimbisara juga menemani Sang Buddha.
Pada hari kelima, mereka tiba di tepi sungai Ganga dan raja Bimbisara mengirim pesan kepada para pangeran suku Licchavi. Dari seberang sungai para pangeran Licchavi itu telah memperbaiki jalan antara tepi sungai Ganga menuju kota Vesali dan juga menyiapkan tempat peristirahatan seperti yang disiapkan oleh raja Bimbisara. Sang Buddha meneruskan perjalanan bersama para pangeran suku Licchavi sementara raja Bimbisara tidak ikut serta lagi.
Setiba Sang Buddha di seberang sungai hujan turun dengan lebat sehingga kekotoran Vesali menjadi bersih. Sang Buddha beristirahat di tempat peristirahatan yang khusus dibangun untuk-Nya yang terletak di pusat kota. Dewa Sakka, raja para dewa, datang bersama para pengikutnya untuk bersujud kepada Sang Buddha, dan para siluman buru-buru melarikan diri.
Malam harinya, Sang Buddha membabarkan khotbah Ratana Sutta dan meminta biksu Ananda pergi mengelilingi 4 penjuru tembok kota bersama para pangeran suku Lacchavi dan mengulang-ulang Sutta itu. Biksu Ananda pun melaksanakannya.
Silakan baca : Ratana Sutta
Pada saat syair-syair perlindungan itu dibacakan, banyak sekali mereka yang sedang sakit menjadi sembuh dan mengikuti biksu Ananda berkeliling lalu menghadap Sang Buddha. Sang Buddha membabarkan Sutta itu selama 7 hari.
Pada hari ketujuh, Vesali sudah normal kembali. Para pangeran suku Licchavi dan penduduk Vesali sangat lega dan gembira. Mereka sangat berterima kasih kepada Sang Buddha. Mereka bersujud di hadapan Sang Buddha dan mempersembahkan dana-dana mewah dalam skala besar. Setelah 3 hari, mereka menemani Sang Buddha dalam perjalanan-Nya kembali ke tepi sungai Ganga.
Saat tiba di tepi sungai Ganga, terlihat raja Bimbisara sedang menanti kehadiran Sang Buddha. Para dewa, para brahma, serta raja naga hadir dengan rombongan mereka masing-masing. Mereka semua bersujud dan mempersembahkan dana kepada Sang Buddha. Para dewa dan brahma mempersembahkan kepada Sang Buddha payung-payung, bunga-bungaan, dan lainnya, serta melantunkan pujian kepada Sang Buddha. Para naga hadir dengan perahu-perahu yang terbuat dari emas, perak dan batu-batu mulia serta mengundang Sang Buddha mengunjungi alam naga. Mereka juga memadati permukaan sungai dengan 500 jenis bunga teratai.
Inilah salah satu dari tiga peristiwa dalam hidup Sang Buddha saat rombongan manusia, dewa dan brahma hadir bersama-sama untuk bersujud kepada-Nya. Kesempatan pertama adalah saat Sang Buddha menampakkan kekuatan dan keagungan-Nya dengan keajaiban ganda; memancarkan sinar agung dan memercikkan air suci. Peristiwa kedua adalah pada saat Sang Buddha kembali dari alam surga Trayastimsa setelah membabarkan Abhidhamma.
Karena ingin menghargai para naga, Sang Buddha berkunjung ke alam naga dengan ditemani oleh para biksu. Sang Buddha dan murid-murid-Nya menaiki 500 perahu yang dibawa oleh para naga. Selesai mengunjungi alam naga, Sang Buddha kembali ke kota Rajagaha dengan ditemani raja Bimbisara. Pada hari kelima mereka tiba di Rajagaha.
Dua hari setelah tiba di Rajagaha, pada saat beberapa orang biksu berbincang tentang kemegahan dan keagungan perjalanan pulang pergi Vesali, Sang Buddha hadir di antara mereka.
Setelah mengetahui tema pembicaraan mereka, Sang Buddha berkata, "Para biksu, Aku dipuja begitu banyak brahma, dewa dan manusia serta menerima mempersembahkan dana yang begitu besar dan mewah, bukanlah dikarenakan pencapaian-Ku sekarang ini. Ini adalah akibat Aku pernah berbuat kebajikan kecil pada salah satu kehidupan lampau-Ku sehingga Aku menikmati manfaat yang begitu besar."
Sang Buddha lalu menceritakan kisah salah satu kehidupan masa lampau-Nya, yang pada saat itu Ia terlahir sebagai seorang brahmana yang bernama Sankha.
Sankha hidup di kota Taxila. Ia mempunyai seorang putra yang bernama Susima. Pada saat Susima berusia 16 tahun, ia dikirim ke seorang brahmana untuk mempelajari astrologi.
Gurunya mengajarkan Susima semua yang ia ketahui, namun Susima merasa kurang puas. Maka, gurunya menyarankannya untuk mencari beberapa orang paccekabuddha yang berada di kota Isipatana.
Susima pergi ke sana dan menjadi seorang biksu karena para paccekabuddha mengatakan bahwa ia harus terlebih dahulu menjadi biksu. Susima diajari bagaimana hidup sebagai seorang biksu.
Susima dengan tekun melatih meditasi dan tak lama kemudian memahami Empat Kesunyataan Mulia, memperoleh pencerahan dan menjadi paccekabuddha. Karena benih karma buruk masa lampaunya, seketika itu juga ia meninggal dunia dan memasuki parinibbana.
Ayah Susima, Sankha, datang dalam pencarian putranya, namun saat ia tiba ia hanya menemukan stupa tempat relik putranya diabadikan. Ia merasakan kesedihan yang amat mendalam karena kehilangan putranya.
Sankha kemudian membersihkan sekitar stupa dengan mencabuti rerumputan dan semak-semak. Ia meratakan tanah dengan pasir dan memadatkannya dengan menyirami air. Lantas, ia pergi ke hutan terdekat untuk mencari bunga-bunga liar dan menancapkannya ke tanah yang sudah dibasahi itu. Dengan cara itu ia mempersembahkan layanan dan penghormatan kepada paccekabuddha yang juga mendiang putranya.
Karena perbuatan yang menghasilkan benih karma baik itu, Sang Buddha kini memperoleh pahala yang begitu besar, dibanjiri dengan persembahan mewah, dihormati begitu tinggi dan diabdi begitu agung.
Sang Buddha lalu mengucapkan ayat itu.
Dhammapada ayat 290 bab Syair Bunga Rampai