Kisah 500 Biksu (3) - Dhammapada
Kisah Lima Ratus Biksu
Sabbattha ye sappurisa cajanti,
na kamakama lapayanti santo,
sukhena phuttha atha va dukhena,
na uccavacam pandita dassayanti.
Sesungguhnya, orang suci melepaskan segalanya,
tidak membahas kesenangan indria,
saat berhadapan dengan suka maupun duka,
orang bikajsana tidak bersuka maupun berduka.
Sang Buddha mengucapkan ayat ini pada saat berada di vihara Jetavana, di dekat kota Savatthi, sehubungan dengan 500 orang biksu.
Karena permohonan seorang bhamana dari kota Veranja, Sang Buddha berdiam di kota itu bersama dengan 500 orang biksu. Selama tinggal di sana, brahmana itu kesulitan memenuhi kebutuhan para biksu.
Penduduk Veranja yang sedang menghadapi bencana kelaparan, hanya mampu mempersembahkan dalam jumlah yang sangat sedikit saat para biksu sedang berkeliling menerima dana makanan.
Walau hidup di dalam kesulitan, para biksu tidak berkecil hati. Mereka tetap puas dengan sedikit kacang-kacangan yang dipersembahkan oleh para pedagang kuda setiap hari.
Pada akhir masa vasa, setelah berpamitan dengan brahama itu, Sang Buddha beserta 500 biksu kembali ke vihara Jetavana. Penduduk Savatthi menyambut kepulangan mereka dengan semua makanan pilihan.
Sekelompok penduduk yang tinggal bersama biksu-biksu, memakan apa pun yang disisakan oleh para biksu. Mereka makan dengan rakus seperti orang kelaparan dan tertidur setelah makan. Saat bangun, mereka berteriak-teriak, bernyanyi dan menari, membuat diri mereka semakin kacau.
Saat Sang Buddha mendatangi kumpulan para biksu di sore harinya, mereka memberitahukan tentang kebiasaan buruk orang-orang itu. Mereka berkata, "Orang-orang yang hidup dengan sisa-sisa makanan itu cukup baik dan berkelakuan baik saat kita semua sedang menghadapi kesulitan dan kelaparan di Veranja. Kini mereka setelah sudah cukup mendapatkan makanan yang enak, mereka bertertiak-teriak, bernyanyi, menari, dan membuat diri mereka semakin kacau. Para biksu, bagaimana pun, memperlakukan diri mereka seperti masih di Verjana."
Sang Buddha berkata kepada para biksu, "Itulah sifat orang bodoh yang penuh kesedihan dan kekecewaan saat menghadapi keterpurukan, dan sangat senang dan bahagia saat sesuatu membaik. Orang bijaksana, bagaimana pun juga, dapat bertahan dalam pasang-surut kehidupan."
Sang Buddha lalu mengucapkan ayat itu.
Dhammapada ayat 083 bab Syair Orang Bijaksana