Kisah Biksu Khanu Kondanna - Dhammapada
Kisah Biksu Khanu Kondanna
Yo ca vassasatam jive,
duppanno asamahito,
ekaham jivitam seyyo,
pannavantassa jhayino.
Daripada hidup seratus tahun sebagai orang bodoh,
yang nafsunya tidak terkendali,
lebih baik hidup sehari sebagai orang bijaksana,
yang melaksanakan sila dan bersamadhi.
Sang Buddha mengucapkan ayat itu pada saat berada di vihara Jetavana, sehubungan dengan biksu Khanu Kondanna.
Biksu Kondanna, setelah mendapatkan petunjuk meditasi dari Sang Buddha, pergi ke dalam hutan untuk melatih meditasi, dan di sana ia mencapai kearahataan. Kemudian ia hendak menjumpai Sang Buddha untuk bersembah sujud.
Di tengah perjalanan ia berhenti karena ia merasa amat kelelahan. Ia duduk pada sebuah lempengan bebatuan besar sambil memasuki konsentrasi jhana.
Pada saat yang bersamaan, 500 orang perampok yang baru saja merampok sebuah desa besar mendatangi tempat di mana sang biksu berada. Mereka mengira tubuh biksu itu adalah tunggul pohon sehingga mereka meletakkan karung-karung hasil rampokan di sekeliling tubuh sang biksu.
Ketika hari sudah siang, para perampok itu baru menyadari bahwa apa yang mereka kira adalah tunggul pohon, sebenarnya adalah makhluk hidup. Dan lagi-lagi mereka mengira itu adalah seorang siluman, dan mereka pun lari ketakutan.
Biksu Kondanna menenangkan mereka agar tidak takut dan berkata bahwa ia hanyalah seorang biksu dan bukan siluman. Para perampok amat terkesan dengan gaya bicaranya, dan segera mereka meminta maaf.
Kemudian, mereka pun memohon agar sang biksu dapat menerima mereka sebagai anggota Sangha. Semenjak saat itulah biksu Kondanna dikenal dengan julukan Khanu Kondanna atau Kondanna 'si tunggul pohon'.
Sang biksu bersama-sama dengan para biksu baru itu mengunjungi Sang Buddha dan memberitahukan kepada-Nya apa yang telah terjadi.
Kepada mereka, Sang Buddha berkata, "Hidup 100 tahun di dalam kelengahan, berbuat hal-hal bodoh, adalah tidak berguna. Kini setelah kalian melihat Kebenaran dan menjadi bijaksana, hidup kalian selama sehari sebagai manusia bijaksana adalah jauh lebih berharga."
Lalu Sang Buddha mengucapkan ayat itu.
Dhammapada ayat 111 bab Syair Ribuan