Kisah Biksu Sappadasa - Dhammapada
Kisah Biksu Sappadasa
Yo ca vassasatam jive,
kusito hinaviriyo,
ekaham jibitam seyyo,
viriyamarabhato dalham.
Daripada hidup seratus tahun
sebagai manusia pasif**,
lebih baik hidup sehari,
sebagai orang yang melaksanakan sila dan bersamadhi.
Manusia pasif adalah orang yang tidak menjalani kesucian dan selalu berbuat kejahatan.
Sang Buddha mengucapkan ayat itu pada saat berada di vihara Jetavana, sehubungan dengan biksu Sappadasa.
Suatu hari, seorang biksu merasa tidak senang pada kehidupannya sebagai biksu. Sementara itu, ia juga merasa sangat tidak pantas dan memalukan jika ia kembali pada kehidupan sebagai perumah tangga. Maka ia berpikir lebih baik mati.
Setelah berpikir demikian, pada suatu kesempatan, ia memasukkan tangannya ke dalam sebuah guci yang berisi seekor ular, namun ular itu enggan menggigitnya. Itu dikarenakan pada kehidupan yang lampau ular itu adalah seorang pelayan dan biksu itu adalah majikannya. Karena kejadian itu ia dikenal dengan nama Sappadasa.
Pada kesempatan lainnya, biksu Sappadasa mengambil sebuah pisau cukur untuk memotong lehernya, namun saat ia meletakkan pisau cukur itu pada lehernya ia terbayang pada kesucian latihan moralnya semasa ia hidup sebagai seorang biksu, lalu pikirannya dipenuhi oleh rasa kepuasan (piti) dan kebahagiaan (sukha). Lalu keluar dari rasa kepuasan, ia mengarahkan pikirannya kepada pengembangan pandangan terang, dan segera mencapai kearahatan. Ia pun akhirnya kembali ke vihara.
Pada saat tiba di vihara, biksu-biksu lain bertanya ke mana dirinya pergi dan mengapa ia membawa sebilah pisau. Saat ia mengatakan kepada mereka tentang keinginannya mengakhiri hidupnya, mereka bertanya mengapa ia tidak melakukannya.
Ia menjawab, "Sebenarnya aku ingin memotong leherku dengan pisau ini, namun sekarang aku telah memotong kekotoran batinku dengan pisau pandangan terang."
Para biksu meragukannya, maka mereka pergi menghadap Sang Buddha dan bertanya, "Bhante, biksu ini mengaku bahwa ia telah mencapai kesucian arahat pada saat ia meletakkan pisau ke lehernya untuk mengakhiri hidupnya. Apakah mungkin mencapai kearahatan dalam waktu sesingkat itu?"
Sang Buddha berkata kepada mereka, "Para biksu. Ya, itu mungkin terjadi. Bagi seseorang yang rajin dan tekun melatih ketenangan dan pandangan terang, kearahatan dapat dicapai dengan cepat. Seperti seorang biksu yang meditasi berjalan, ia dapat mencapai kearahatan sebelum ia menginjakkan kakinya ke tanah."
Sang Buddha lalu mengucapkan ayat itu.
Dhammapada ayat 112 bab Syair Ribuan