Kisah Ibu Biksu Kumara Kassapa - Dhammapada
Kisah Ibu Biksu Kumara Kassapa
Atta hi attano natho,
ko hi natho paro siya,
attana hi sudantena,
natham labhati dullabham.
Mungkinkah seseorang melindungi orang lain?
Seseorang seharusnya berlindung kepada dirinya sendiri,
dengan diri yang terkendali dengan baik,
ia akan memperoleh perlindungan yang sulit diperoleh.
Sang Buddha mengucapkan ayat ini pada saat berada di vihara Jetavana, sehubungan dengan ibu dari biksu Kumara Kassapa.
Pada suatu ketika, seorang wanita muda meminta izin dari suaminya untuk menjadi biksuni. Karena kurang paham, ia bergabung dengan beberapa orang biksuni yang menjadi murid Devadatta.
Wanita muda itu tidak menyadari bahwa ia sedang mengandung seorang bayi sebelum menjadi biksuni. Lama-lama, kehamilannya terlihat dan para biksuni membawanya menghadap guru mereka, Devadatta. Devadatta menyuruhnya untuk kembali hidup sebagai perumah tangga.
Wanita muda itu berkata kepada para biksuni, "Aku tidak sengaja menjadi murid dari guru kalian, Devadatta. Kesalahanku adalah datang kemari. Mohon, bawa aku ke vihara Jetavana, kepada Sang Buddha."
Wanita muda itu lalu mendatangi Sang Buddha. Sang Buddha juga tahu bahwa ia hamil sebelum menjadi biksuni, dan oleh sebab itu ia tidak bersalah. Namun, Sang Buddha tidak mau menanggani masalah yang demikian. Sang Buddha memanggil raja Pasenadi dari kerajaan Kosala, Anathapindika, orang kaya terkenal, dan Visakha, wanita tersohor yang mendanakan vihara Pubbarama, dan beberapa orang lainnya. Biksu Upali, biksu yang menguasai seluruh peraturan (vinaya), diminta oleh-Nya untuk menyelesaikan masalah ini di depan umum.
Visakha membawa wanita muda itu ke balik sebuah tirai, lalu memeriksanya. Ia melaporkan kepada biksu Upali bahwa wanita muda itu telah hamil sebelum menjadi biksuni. Biksu Upali lalu mengumumkan kepada hadirin bahwa wanita itu tidak bersalah dan tidak melanggar kesusilaan (sila).
Setelah waktunya tiba, biksuni muda itu melahirkan seorang bayi laki-laki. Putranya itu diadopsi oleh raja Pasenadi dan diberi nama Kumara Kassapa.
Pada saat Kumara Kassapa berusia 7 tahun dan tahu bahwa ibunya adalah seorang biksuni, ia juga menjadi samanera dibawah bimbingan Sang Buddha. Setelah mencapai usianya, ia ditahbiskan menjadi biksu.
Setelah memperoleh petunjuk meditasi dari Sang Buddha, biksu Kumara Kassapa pergi ke sebuah hutan. Di sana ia berlatih meditasi dengan giat dan tekun, sehingga dalam waktu singkat ia mencapai kearahatan. Namun, ia tetap menetap di dalam hutan selama 12 tahun.
Demikianlah, biksuni itu tidak berjumpa dengan putranya selama 12 tahun dan ia amat rindu kepada putranya. Pada suatu hari, saat berjumpa dengan putranya, biksuni itu lari menghampirinya sambil menangis dan memanggil-manggil namanya.
Melihat ibunya, biksu Kumara Kassapa berpikir bahwa jika ia berbicara dengan lemah lembut kepada ibunya maka ibunya akan tetap terikat pada dirinya dan masa depan ibunya akan hancur.
Maka demi masa depan ibunya, biksu Kumara Kassapa dengan sengaja bersikap keras dan berbicara kasar kepada ibunya, "Ada apa ini, kau seorang anggota Sangha tetapi tidak bisa memotong keterikatan terhadap anaknya?"
Ibunya menganggap bahwa anaknya telah berbicara amat kasar kepadanya, dan bertanya apa maksudnya. Biksu Kumara Kassapa mengulangi perkataannya.
Mendengar perkataan putranya, ibunya menyadari, "Benar, selama 12 tahun aku telah meneteskan air mata untuk putraku. Kini, ia berbicara kasar kepadaku. Apa gunanya keterikatanku terhadapnya?"
Lalu, keterikatan terhadap anaknya ia rasa tidak berguna, dan di sana, di saat itu, ia memutuskan untuk memotong keterikatannya terhadap putranya. Dengan memutuskan seluruh keterikatannya, ibunya mencapai kesucian arahat pada hari itu juga.
Pada suatu hari, dalam kempulan para biksu, beberapa biksu berkata kepada Sang Buddha, "Bhante, jika ibunda biksu Kumara Kassapa mendengar kata-kata Devadatta, ia serta putranya tidak akan menjadi arahat. Pastinya, Devadatta pernah mencoba membuat mereka salah jalan. Namun, Bhante adalah pelindung mereka."
Sang Buddha menanggapi, "Para biksu. Dalam usaha mencapai alam dewa, atau mencapai kearahatan, kalian tidak bisa mengandalkan orang lain. Kalian sendiri yang harus berusaha dengan keras."
Lalu Sang Buddha mengucapkan ayat itu.
Dhammapada ayat 160 bab Syair Diri Sendiri