Kisah Kata-Kata Kegembiraan Sang Buddha - Dhammapada
Kisah Kata-Kata Kegembiraan Sang Buddha
Anekajatisamsaram,
sandhavissam anibbisam,
gahakaram gavesanto,
dukkha jati punappunam.
Gahakaraka ditthosi,
puna geham na kahasi,
sabba te phasuka bhagga,
gahakotam visankhatam,
visankharagatam cittam,
tanhanam khayamajjhaga.
Aku mencari si pembuat rumah** ini,
namun gagal mencapai pencerahan untuk menemukannya,
mengembara melalui roda kelahiran yang tak terhitung,
terlahir berulang kali, itulah, penderitaan.
Pembuat rumah, kau telah kutemukan,
kau tidak dapat lagi membangun rumah,
seluruh tiang**mu telah patah,
atap**mu telah hancur,
batinku telah mencapai Tanpa Kondisi**,
mengakhiri nafsu keinginan**.
- rumah = tubuh.
- tiang-tiang = kekotoran batin.
- atap-atap = kebodohan.
- Tanpa Kondisi = nibbana.
- Berakhirnya nafsu keinginan dalam kearahatan.
Sang Buddha mengucapakan ayat-ayat ini pada saat diri-Nya mencapai kebuddhaan, ungkapan dari keagungan dari pencapaian-Nya. Ayat-ayat ini diulang-Nya di hadapan biksu Ananda pada saat berada di vihara Jetavana, atas permohonan biksu Ananda.
Pangeran Siddharta, anggota keluarga Gotama, putra raja Suddhodana dan ratu Mahamaya dari kerajaan Sakya, meninggalkan kehidupan duniawi pada usia 29 tahun dan menjadi seorang pertapa untuk mencari ajaran mulia.
Selama 6 tahun, ia berkeliaran di lembah sekitar sungai Gangga mencari para pemuka religi yang terkenal dan mempelajari semua metode dan doktrin mereka. Ia menjalani hidup yang keras dan mengekang dirinya dengan disiplin-disiplin pertapaan yang sangat ketat. Namun akhirnya ia menyadari bahwa semua latihan tradisional itu tidak sehat.
Ia memutuskan untuk mencari ajaran mulia dengan caranya sendiri, dengan menghindari pemuasan nafsu indriya yang berlebihan dan penyiksaan diri yang ekstrim. Ia menemukan sebuah Jalan Tengah yang dapat menuntun seseorang kepada penerangan sempurna, nibbana. Jalan Tengah ini adalah Jalan Tengah Berunsur Delapan, antara lain; (1) pengertian benar, (2) pikiran benar, (3) ucapan benar, (4) perbuatan benar, (5) penghasilan benar, (6) usaha benar, (7) perhatian benar, dan (8) konsentrasi benar.
Demikianlah, pada suatu malam, ia duduk di bawah pohon Bodhi di tepi sungai Neranjara, ia mencapai samma sambodhi pada usianya yang ke-35.
Selama masa pertama malam hari, ia memperoleh kemampuan mengingat kehidupan-kehidupan masa lampau (Pubbenivasanussati nana). Pada masa kedua malam hari, ia memperoleh kemampuan mata dewa (Dibba Cakkhu nana). Lalu, pada masa ketiga malam hari, ia memahami 12 Sebab Akibat Yang Saling Bergantungan (Paticcasamuppada) tentang kemunculan (anuloma) dan pelenyapan (patiloma).
Menjelang fajar, ia dengan kecerdasan dan pengetahuannya mengerti dengan jelas 4 Kesunyataan Mulia; Kesunyataan Mulia Tentang Penderitaan (Dukkha Ariya Sacca), Kesunyataan Mulia Tentang Penyebab Penderitaan (Dukkha Samudaya Ariya Sacca), Kesunyataan Mulia Tentang Lenyapnya Penderitaan (Dukkha Nirodha Ariya Sacca), dan Kesunyataan Mulia Tentang Jalan Melenyapkan Penderitaan (Dukkha Nirodha Gamini Patipada Ariya Sacca).
Di dalam batinnya muncullah kemuliaan. Pengetahuan setiap Kesunyataan Mulia (sacca nana), pengetahuan yang diperlukan setiap Kesunyataan Mulia (kicca nana), dan pengetahuan cara menuntaskan setiap Kesunyataan Mulia (kata nana). Demikianlah, ia mencapai kesempurnaan seorang Buddha. Sejak saat itu, ia dikenal dengan sebutan Gotama Buddha.
Sehubungan dengan peristiwa itu, pada saat ia telah memahami dengan jelas 4 Kesunyataan Mulia beserta ketiga aspeknya masing-masing (jumlah totalnya 12 aspek), maka ia akan mengumumkan kepada alam manusia, alam dewa, dan alam brahma bahwa ia telah mencapai penerangan sempurna, menjadi seorang Buddha.
Beberapa saat setelah mencapai kebuddhaan, Sang Buddha mengucapkan kedua ayat itu.
Dhammapada ayat 153 dan 154 bab Syair Usia Tua