Kisah Mara - Dhammapada
Kisah Mara
Susukham vata jivama,
yesam no natthi kincanam,
pitibhakkha bhavissama,
deva abhassara yatha.
Sungguh bahagia bila kita hidup tanpa keserakahan, kebencian, dan kebodohan.
Kita akan hidup bagaikan dewa brahma yang tinggal di alam cahaya.
Sang Buddha mengucapkan ayat ini saat berada di desa brahmana yang dikenal dengan nama desa Pancasala (desa lima aula), sehubungan dengan Mara.
Pada suatu ketika, Sang Buddha melihat dalam renungan-Nya bahwa 500 orang gadis desa Pancasala sudah matang saatnya untuk mencapai kesucian sotapanna. Maka Sang Buddha tinggal di dekat desa itu.
Suatu hari, ke-500 gadis desa itu pergi ke sungai untuk mandi. Setelah mandi mereka kembali ke desa untuk berpakaian dengan rapi karena hari itu sedang ada perayaan. Pada saat yang bersamaan, Sang Buddha memasuki desa Pancasala untuk memperoleh dana makanan, namun tidak ada seorang pun yang mendanakan makanan kepada-Nya karena mereka telah dikuasai oleh Mara.
Di tengah perjalanan pulang-Nya, Sang Buddha bertemu dengan Mara yang bertanya kepada-Nya seberapa banyak Ia memperoleh dana makanan.
Sang Buddha melihat keterlibatan Mara di dalam kegagalan-Nya memperoleh dana makanan pada hari itu, Ia pun berkata, "Kau Mara jahat! Karena kaulah penduduk desa untuk melawan-Ku. Karena kau kuasai mereka sehingga mereka tidak memberikan dana makanan kepada-Ku. Benar 'kan?"
Mara terdiam dan tidak menjawab. Mara berpikir bahwa akan sangat mengelikan bila dapat membuat Sang Buddha kembali ke desa dan membuat penduduk desa menghina Sang Buddha dengan mengejek-Nya. Maka Mara menyarankan, "Buddha, mengapa kau tidak kembali lagi ke desa? Sekali ini kau pasti akan dapat makanan."
Saat yang bersamaan, 500 gadis desa itu lewat dan bersujud menghormati Sang Buddha. Di depan para gadis itu, Mara mengolok-olok Sang Buddha, "Buddha, karena pagi ini kau tidak dapat makanan, kau pasti merasa lapar."
Sang Buddha menjawab, "Mara jahat. Walau kami tidak mendapatkan makanan, bagaikan dewa-dewa di alam cahaya, yang hidup hanya dengan mengagumi kepuasan (piti) dan kebahagiaan (sukha) dalam mencapai jhana, kami juga hidup hanya dengan mengagumi kepuasan dan kebahagiaan di dalam melaksanakan Dhamma."
Lalu Sang Buddha mengucapkan ayat itu. Setelah mendengar ucapan Sang Buddha itu, ke-500 gadis desa itu mencapai kesucian sotapanna.
Dhammapada ayat 200 bab Syair Kebahagiaan