Kisah Perdamaian Kerabat Sang Buddha-Dhammapada
Kisah Perdamaian Kerabat Sang Buddha
Susukham vata jivama,
verinesu averino,
verinesu manussesu,
viharama averino.
Susukham vata jivama,
aturesu anatura,
aturesu manussesu,
viharama anatura.
Susukham vata jivama,
ussukesu anussuka,
ussukesu manussesu,
viharama anussuka.
Sungguh bahagia bila kita hidup tanpa membenci, di antara orang-orang yang membenci.
Di antara orang-orang yang membenci, kita hidup tanpa membenci.
Sungguh bahagia bila kita hidup tanpa penyakit**, di antara orang-orang yang berpenyakit.
Di antara orang-orang berpenyakit, kita hidup tanpa penyakit.
Yang dimaksud adalah keburukan moral.
Sungguh bahagia bila kita hidup tanpa keserakahan, di antara orang-orang yang serakah.
Di antara orang-orang yang serakah, kita hidup tanpa keserakahan.
Sang Buddha mengucapkan ayat-ayat itu pada saat berada di negeri kaum Sakya, sehubungan dengan kerabat-Nya yang berseteru akibat penggunaan air sungai Rohini.
Kapilavatthu adalah kota para kaum Sakya, sementara Koliya adalah kota para kaum Koliya. Kedua kota itu terletak berseberangan di sungai Rohini. Para petani dari kedua kota itu mengandalkan air sungai itu sebagai pengaliran sawah mereka.
Pada suatu masa, curah air hujan tahunan berkurang sehingga tidak cukup untuk mengaliri tanaman padi dan tanaman lainnya, akibatnya tanaman-tanaman itu mulai layu. Para petani di kedua kota ingin mengalirkan air sungai Rohini ke sawah mereka masing-masing.
Para kaum Koliya berkata bahwa air sungai Rohini tidak cukup dipakai kedua belah pihak, dan jika hanya sawah mereka saja yang dialiri air, maka air sungai itu cukup untuk menyuburkan padi mereka sehingga dapat dipanen.
Di pihak lain, kaum Sakya berpendapat bahwa dalam masalah ini, jika mereka kekurangan air maka panen mereka sudah pasti gagal, dan mereka harus membeli dari pedagang lain. Mereka berkata bahwa mereka tidak mempersiapkan biaya dan barang-barang berharga untuk menyeberangi sungai untuk menukarkannya dengan makanan.
Kedua belah pihak menginginkan air untuk keperluan mereka sendiri dan muncullah kelakuan-kelakuan jahat dari kedua belah pihak seperti kata-kata kasar dan fitnahan.
Perseteruan antara para petani di kedua kota itu terdengar sampai ke telinga para pejabat, dan para pejabat itu melaporkan masalah itu kepada pemimpin mereka, akhirnya kedua belah pihak mempersiapkan diri untuk bertempur.
Pada saat Sang Buddha memperhatikan dunia dengan kesaktian-Nya, Ia melihat para kerabat-Nya yang berada di kedua sisi sungai mulai berkeluaran untuk berperang. Sang Buddha memutuskan untuk menghentikan mereka.
Seorang diri Sang Buddha melayang di atas langit menuju ke tempat kejadian perselisihan. Kemudian Sang Buddha segera berhenti di tengah-tengah sungai. Para kerabat-Nya melihat wajah-Nya yang berwibawa dan tenang duduk di antara mereka di atas langit. Mereka yang tadinya garang, kini melunak dan meletakkan senjata mereka dan bersujud menghormati Sang Buddha.
Sang Buddha lalu berkata kepada mereka, "Hanya demi sedikit air yang tidak begitu berharga, kalian janganlah mengorbankan hidup kalian yang amat berharga dan tak ternilai. Mengapa kalian bertindak begitu bodoh? Seandainya hari ini Aku tidak menghentikan kalian, darah kalian akan mengalir bagaikan aliran sungai. Kalian hidup dengan membenci musuh kalian, namun tiada seseorang pun yang Aku benci. Kalian telah diserang penyakit moral, namun Aku bebas dari hal itu. Kalian serakah akan kesenangan indria, namun Aku tidak lagi serakah akan hal-hal itu."
Lalu Sang Buddha mengucapkan ketiga ayat itu. Setelah mendengar ucapan Sang Buddha, banyak di antara mereka yang mencapai kesucian sotapanna.
Dhammapada ayat 197, 198, dan 199 bab Syair Kebahagiaan