Kisah Putra Mahadhana - Dhammapada
Kisah Putra Mahadhana
Acaritva brahmacariyam,
aladdha yobbane dhanam,
jinnakoncava jhayanti,
khimanaccheva palle.
Acaritva brahmacariyam,
aladdha yobbane dhanam,
senti capatikhinava,
puranani anutthunam.
Mereka yang masih muda, tidak menjalani kesucian,
atau mengumpulkan harta benda,
akan merana,
bagaikan bangau di kolam kering tak berikan.
Mereka yang masih muda, tidak menjalani kesucian,
atau mengumpulkan harta benda,
terbaring tak berdaya,
bagaikan panah yang kehilangan arah, menyesali masa lalunya.
Sang Buddha mengucapkan ayat ini pada saat berada di hutan Migadaya, sehubungan dengan putra dari Mahadhana, orang kaya dari kota Baranasi.
Putra Mahadhana tidak mempelajari apa-apa saat masih muda. Setelah umurnya cukup ia menikah dengan seorang putri orang kaya. Istrinya sama seperti dia, tidak terpelajar.
Saat orang tua kedua belah pihak meniggal dunia, mereka diwarisi 8 krore (80 juta) dari masing-masing pihak, maka jadilah mereka orang yang sangat kaya.
Mereka berdua tidak tahu apa-apa dan hanya bisa membelanjakan uangnya, sementara tidak tahu bagaimana cara menyimpan dan mengembangkannya. Mereka makan dan minum, bersenang-senang, menghambur-hamburkan uang mereka.
Setelah semua uang habis terpakai, mereka menjual ladang, kebun dan akhirnya menjual rumah mereka. Demikianlah, akhirnya mereka menjadi sangat miskin dan tak berdaya. Karena mereka tidak tahu cara memperoleh penghidupan maka mereka pun menjadi pengemis.
Pada suatu hari, Sang Buddha melihat putra orang kaya itu bersandar di dinding vihara, menerima sisa-sisa makanan yang diberikan oleh para samanera. Melihat dirinya itu, Sang Buddha tersenyum.
Biksu Ananda bertanya kepada Sang Buddha mengapa Ia tersenyum. Sang Buddha menjawab, "Ananda, lihatlah putra orang kaya raya itu, ia telah menjalani hidup yang tidak berguna, kesenangan tanpa tujuan."
"Bila ia belajar untuk menjaga kekayaannya pada tahap pertama masa hidupnya, ia akan menjadi orang terkaya, atau bila ia menjadi seorang biksu maka ia akan mencapai kearahatan, sedangkan istrinya bisa mencapai kesucian anagami."
"Bila ia belajar untuk menjaga kekayaannya pada tahap kedua masa hidupnya, ia akan menjadi urutan kedua orang terkaya, atau bila ia menjadi seorang biksu maka ia akan mencapai anagami, sedangkan istrinya bisa mencapai kesucian sakadagami."
"Bila ia belajar untuk menjaga kekayaannya pada tahap ketiga masa hidupnya, ia akan menjadi urutan ketiga orang terkaya, atau bila ia menjadi seorang biksu maka ia akan mencapai sakadagami, sedangkan istrinya bisa mencapai kesucian sotapanna."
"Namun, karena ia tidak berbuat apa pun selama tiga tahap masa hidupnya itu maka ia kehilangan semua kekayaan duniawinya, dan juga kehilangan kesempatan mencapai magga dan phala."
Sang Buddha lalu mengucapkan kedua ayat itu.
Dhammapada ayat 155 dan 156 bab Syair Usia Tua