Kisah Cincamanavika - Dhammapada
Kisah Cincamanavika
Ekam dhammam atitassa,
musavadissa jantuno,
vitinnaparalokassa,
natthi papam akariyam.
Orang yang mengabaikan Kebenaran,
sering berkata tidak jujur,
dan yang tidak mempersiapkan kehidupan mendatang,
maka tiada kejahatan yang tidak berani mereka perbuat.
Sang Buddha mengucapkan ayat ini pada saat berada di vihara Jetavana, di dekat kota Savatthi, sehubungan dengan seorang gadis bernama Cincamanavika.
Bila Sang Buddha mengkhotbahkan Dhamma, banyak sekali orang yang datang mendengarkannya. Hal itu sangat mempergaruhi para pemuka ajaran lain yang merasakan pengikut mereka semakin lama semakin berkurang.
Beberapa orang pemuka ajaran lain akhirnya memutuskan untuk berbuat sesuatu untuk mencoreng nama baik Sang Buddha. Mereka pun memanggil seorang gadis cantik yang bernama Cincamanavika, pengikut setia mereka.
Mereka berkata kepada Cinca, "Jika kau memiliki keyakinan kepada kami, bantulah kami untuk berbuat sesuatu yang memalukan pertapa Gotama."
Cinca pun setuju untuk melakukannya. Maka setiap malam Cinca membawa sejumlah bunga-bungaan pergi ke arah vihara Jetavana. Jika ada yang bertanya kepadanya hendak ke mana ia akan pergi, maka ia akan menjawab, "Apa gunanya kau tahu ke mana aku pergi?"
Sebenarnya Cinca pergi menuju sebuah tempat pertapa yang dekat dengan vihara Jetavana. Ia akan pulang dari sana pagi-pagi sekali seolah-olah ia menginap di vihara Jetavana. Bila ada yang bertanya kepadanya, maka ia akan menjawab, "Aku melewatkan malam dengan pertapa Gotama di Aula Keharuman vihara Jetavana."
Setelah 3 hingga 4 bulan kemudian, Cinca membalut perutnya dengan beberapa lembar kain agar terlihat seperti sedang hamil.
Setelah itu, beberapa bulan kemudian, Cinca berlaku seperti wanita hamil yang siap untuk melahirkan. Ia mengikatkan sebuah papan kayu bundar ke perutnya. Ia juga memukul-mukuli telapak tangan dan kakinya agar terlihat membengkak. Selain itu, ia berpura-pura terlihat letih dan lesu.
Waktu telah tiba, pada suatu malam, Cinca pergi ke vihara Jetavana untuk menghadap Sang Buddha. Saat itu Sang Buddha sedang mengkhotbahkan Dhamma di hadapan biksu-biksu dan umat awam.
Melihat Sang Buddha berada di atas mimbar, Cinca menuduh Sang Buddha, "Kau pertapa agung! Kau hanya mengajari orang lain. Aku sekarang hamil karena ulahmu, sementara kau tidak peduli dengan persalinanku. Kau hanya mau menyenangkan dirimu sendiri."
Sang Buddha berhenti berkhotbah dan berkata kepada Cinca, "Saudari, hanya kau dan Aku yang tahu benar-tidaknya kata-kata yang baru saja kau ucapkan."
Cinca membalas, "Iya, kau benar, bagaimana orang lain tahu hanya aku dan kau yang tahu?"
Dengan segera raja dewa, Sakka, mengetahui apa yang sedang terjadi di vihara Jetavana, maka ia segera mengirim 4 dewa utusannya dengan menjelma menjadi 4 ekor tikus.
Tikus-tikus jelmaan itu merayap ke dalam baju Cinca dan menggigit semua tali yang mengikat bilah papan bulat yang berada di perut Cinca. Saat tali terputus, bilah papan itu terjatuh dan melukai ibujari kakinya. Kebohongan Cinca akhirnya terungkap.
Sebagian besar umat marah, "Kau penyihir!", "Pembohong!", "Penipu!", "Berani-beraninya kau memfitnah Guru Agung kami!"
Beberapa orang umat meludahinya dan mengusirnya keluar. Cinca pun lari secepat mungkin. Saat sampai di suatu tempat permukaan bumi retak dan terbelah dan menelannya.
Keesokan harinya, pada saat para biksu membahas masalah Cincamanavika, Sang Buddha datang dan berkata, "Para biksu. Seseorang yang tidak takut berbohong, dan mereka yang tidak peduli apa yang akan terjadi pada kehidupan mendatang, tidak akan pernah ragu dalam berbuat kejahatan."
Sang Buddha lalu mengucapkan ayat itu.
Dhammapada ayat 176 bab Syair Dunia