Kisah Tuan Putri Rohini - Dhammapada
Kisah Tuan Putri Rohini
Kodham jahe vippajaheyya manam,
samyojanam sabbamatikkameyya,
tam namarupasmimasajjanamam,
akincanam nanupatanti dukkha.
Tinggalkan kemarahan dan kesombongan, hilangkan kemelekatan,
mereka yang tidak melekat pada pikiran dan tubuh,
serta yang terbebas dari kekotoran batin,
tiada penderitaan lagi dalam hidupnya.
Sang Buddha mengucapkan ayat ini pada saat berada di vihara Nigrodharama, di dekat kota Kapilavastu, sehubungan dengan adik perempuan biksu Anuruddha yang bernama Rohini.
Pada suatu ketika, biksu Anuruddha berkunjung ke Kapilavastu. Pada saat ia tinggal di vihara di sana, semua sanak keluarganya datang menemuinya kecuali adik perempuannya, tuan putri Rohini. Biksu Anuruddha kemudian diberi tahu bahwa Rohini tidak datang karena menderita sakit kusta. Biksu Anuruddha pun mengundang Rohini.
Dengan menutupi kepalanya karena malu, Rohini datang saat menerima undangan itu. Biksu Anuruddha menyaran kepada Rohini untuk menanam benih-benih kebajikan dengan cara menjual beberapa setel pakaian dan perhiasannya, lalu uang yang diperoleh itu digunakan untuk membangun sebuah ruang makan untuk para biksu. Rohini menerima saran itu.
Biksu Anuruddha juga meminta para kaum kerabatnya untuk membantu pembangunan ruang makan itu. Sementara pembangunan sedang berlangsung, biksu Anuruddha menyarankan agar Rohini setiap hari menyapu dan mengisi kendi-kendi air di sana. Rohini melakukan semua petunjuk biksu Anuruddha dan keadaannya mulai membaik.
Pada saat ruang makan itu selesai dibangun, Sang Buddha dan murid-murid-Nya diundang untuk menerima dana makanan. Setelah selesai makan, Sang Buddha memanggil pendana bangunan dan makanan itu, akan tetapi Rohini tidak berada di sana. Sang Buddha pun mengutus seseorang untuk mengundang Rohini menemui-Nya. Rohini pun akhirnya datang.
Sang Buddha bertanya kepada Rohini apakah ia tahu mengapa dirinya terjangkit penyakit yang ditakuti, dan Rohini menjawab tidak tahu. Maka Sang Buddha memberitahukan kepadanya bahwa penyebabnya adalah sebuah benih karma buruk yang pernah ia lakukan dengan dengki dan amarah pada salah satu kehidupan lampaunya.
Sang Buddha lalu menceritakan, pada suatu ketika, Rohini terlahir sebagai seorang ratu utama dari raja di kota Baranasi. Pada saat itu raja memiliki seorang penari favorit. Hal itu membuat ratu cemburu dan ia pun ingin menghukum penari itu
Pada suatu hari, ratu menyuruh seorang pelayannya menaburkan bubuk gatal yang terbuat dari kulit sapi ke tempat tidur penari itu serta ke selimut dan lain-lainnya. Keesokan harinya, ratu memanggil penari itu, dan dengan bersikap seolah-olah bergurau, ratu dan pesuruhnya menaburkan bubuk gatal ke tubuhnya. Penari itu merasakan gatal pada seluruh tubuhnya, dan ia begitu kesakitan dan tidak nyaman.
Rasa gatal itu tak tertahankan sehingga penari itu lari kembali ke kamarnya dan merebah di tempat tidurnya, yang mana tempat itu justru membuatnya semakin menderita. Kejahatan itu membuahkan hasil kepada Rohini sebagai penderita kusta pada kehidupan sekarang.
Sang Buddha kemudian mendesak kepada para hadirin untuk tidak bertindak bodoh pada saat dalam keadaan marah serta tidak menaruh niat buruk terhadap orang lain.
Sang Buddha lalu mengucapkan ayat itu. Setelah mendengar ucapan Sang Buddha itu, banyak sekali hadirin mencapai kesucian tingkat sotapanna. Tuan putri Rohini juga mencapai kesotapannaan dan seketika itu juga penyakitnya lenyap, kulitnya berubah menjadi normal, halus dan sangat menarik.
Dhammapada ayat 221 bab Syair Kemarahan