Kisah Upasaka Atula - Dhammapada
Kisah Upasaka Atula
Poranametam Atula,
netam ajjatanamiva,
nindanti tunhimasinam,
nindanti bahubhaninam,
mitabhanimpi nindanti,
natthi loke anindito.
Na cahu na ca bhavissati,
na cetarahi vijjati,
ekantam nindito poso,
ekantam va pasamsito.
Yam ce vinnu pasamsanti,
anuvicca suve suve,
acchiddavuttim medhavim,
pannasilasamahitam.
Nikkham jambonadasseva,
ko tam ninditumarahati,
devapi nam pasamsanti,
brahmunapi pasamsito.
Atula! Inilah kebiasaan lama,
bukan hanya sekarang ini,
mereka yang diam dikecam,
mereka yang banyak bicara dikecam,
mereka yang bicara seperlunya dikecam,
tiada yang tidak dikecam di dunia ini.
Tidak kini maupun nantinya,
tidak akan pernah ada,
seseorang yang selalu dikecam,
maupun selalu dipuji.
Namun, orang yang dipuji para bijak,
setelah mengamatinya hari demi hari,
adalah orang yang tanpa cela, bijaksana,
dan mempunyai pengetahuan dan kebajikan.
Orang yang berharga seperti emas,
siapakah yang dapat mengecamnya?
Bahkan para dewa dan brahma,
akan selalu memuji dirinya.
Sang buddha mengucapkan keempat ayat ini pada saat berada di vihara Jetavana, di dekat kota Savatthi, sehubungan dengan Atula dan pengikutnya.
Pada suatu ketika, Atula dan pengikut-pengikutnya sebanyak 500 orang, berharap dapat mendengar wejangan Dhamma, mereka pergi mengunjungi biksu Revata. Namun, biksu Revata lebih suka menyendiri seperti singa, jadi, ia tidak berkata apapun kepada mereka.
Dengan kecewa Atula dan para pengikutnya pergi menemui biksu Sariputra. Saat biksu Sariputra mengetahui penyebab mereka datang menemuinya, ia membabarkan Abhidhamma secara mendalam. Itu juga tidak berkenaan bagi mereka, dan mereka mengeluh bahwa khotbah biksu Sariputra terlalu panjang dan terlalu mendalam.
Berikutnya, Atula dan rombongannya menemui biksu Ananda. Di situ biksu Ananda menjelaskan kepada mereka dasar-dasar intisari Dhamma. Kali ini mereka merasa bahwa khotbah biksu Ananda terlalu pendek dan tidak jelas.
Akhirnya, mereka pergi menghadap Sang Buddha dan berkata, "Bhante, kami datang untuk mendengarkan ajaran-Mu. Kami telah mendatangi guru-guru lainnya sebelum datang ke sini, akan tetapi kami tidak puas dengan mereka."
Mereka menjelaskan, "Biksu Revata tidak berkenan mengajari kami dan ia hanya berdiam diri. Ajaran biksu Sariputra terlalu mendalam dan Dhamma yang ia ajarkan itu terlalu sulit bagi kami untuk mengerti. Sedangkan biksu Ananda, ia terlalu singkat dan tidak jelas. Kami tidak menyukai khotbah mereka."
Sang Buddha berkata kepada mereka, "Umat-Ku, mencela orang lain bukanlah hal yang baru. Tidak ada orang di dunia ini yang tidak pernah dicela. Orang-orang akan mencela seorang raja sekalipun, bahkan seorang Buddha."
Sang Buddha melanjutkan, "Dicela maupun dipuji oleh orang bodoh sama sekali tidaklah berpengaruh. Seseorang benar-benar tercela pada saat ia dicela oleh orang bijaksana. dan benar-benar terpuji pada saat ia dipuji oleh orang bijaksana."
Sang Buddha lalu mengucapkan ayat-ayat itu. Setelah mendengar ucapan Sang Buddha itu, Atula dan para pengikutnya mencapai kesucian tingkat sotapanna.
Dhammapada ayat 227, 228, 229 dan 230 bab Syair Kemarahan