Kisah Umat Non Buddhis - Dhammapada
Kisah Umat Non Buddhis
Na monena muni hoti,
mulharupo aviddasu,
yo ca tulamva paggayha,
varama daya pandito.
Papani parivajjeti,
sa muni tena so muni,
yo munati ubho loke,
muni tena pavuccati.
Bukan dengan diam maka seseorang disebut bijak,
jika ia masih dungu dan bodoh.
Orang bijak ibarat memegang sebuah neraca,
menjalankan segala kebajikan.
Dengan menolak kejahatan,
dengan bijak orang menjadi bijaksana,
ia memahami kedua dunia*,
itulah yang disebut orang bijak.
dua dunia yang dimaksudkan adalah dunia dari dalam diri sendiri dan dunia yang berada di luar diri.
Sang Buddha mengucapkan ayat-ayat ini pada saat berada di vihara Jetavana, di dekat kota Savatthi, sehubungan dengan beberapa orang pertapa yang bukan penganut Buddha.
Kepada orang-orang yang telah memberikan makanan atau barang-barang lainnya, para pertapa selalu mendoakan, "Semoga kau bebas dari bahaya," "Semoga kau makmur dan kaya raya," "Semoga kau panjang umur," dan lainnya.
Pada saat itu, para murid Sang Buddha tidak berkata apapun setelah menerima sesuatu dari para umat berumah tangganya. Ini dikarenakan pada 20 tahun pertama Sang Buddha mencapai Penerangan Agung, murid-murid-Nya dipesan agar tetap hening pada saat menerima persembahan.
Karena murid-murid Sang Buddha selalu diam sementara para pertapa ajaran lain selalu berkata sesuatu yang menyenangkan para umat, orang-orang mulai membanding-bandingkan kedua kelompok itu.
Pada saat Sang Buddha mengetahui hal itu, Ia mengizinkan para biksu untuk mendoakan umat-umat mereka setelah menerima persembahan. Hasilnya, semakin lama semakin banyaklah orang-orang yang mengundang murid-murid Sang Buddha untuk menerima persembahan.
Kemudian, para pertapa ajaran lain mencemooh, "Kami patuh terhadap praktik kesucian dan tetap hening, sementara para murid pertapa Gotama selalu berbicara di tempat makan."
Mengetahui hal itu, Sang Buddha berkata, "Para biksu. Ada beberapa orang yang terdiam karena mereka lalai dan bodoh, dan beberapa orang lainnya diam karena ia tidak mau berbagi pengetahuan kepada orang lain. Hanya ia yang telah menaklukkan kejahatanlah yang dapat disebut orang suci."
Lalu Sang Buddha mengucapkan kedua ayat itu.
Dhammapada ayat 268 dan 269 bab Syair Orang Adil