Kisah Biksu Sariputra -5- Dhammapada
Kisah Biksu Sariputra (5)
Yamha dhammam vijaneyya,
sammasambuddhadesitam,
sakkaccam tam namasseyya,
aggihuttamva brahmano.
Dari siapa pun seseorang memahami Dhamma,
yang telah dibabarkan oleh Yang Tercerahkan.
Seharusnya ia menghormati orang itu,
bagaikan brahmana menghormati api suci.
Sang Buddha mengucapkan ayat ini pada saat berada di vihara Jetavana, di dekat kota Savatthi, sehubungan dengan biksu Sariputra.
Biksu Sariputra lahir dari keluarga kasta brahmana di desa Upatissa, dan itulah sebabnya ia dinamakan Upatissa. Ibunya bernama Sari, teman dekatnya adalah Kolita, brahmana muda putra dari Moggali. Mereka berdua sedang mencari-cari ajaran yang benar, yang mampu menuntun mereka kepada pembebasan dari perputaran roda lahir-mati, dan mereka berdua sangat berminat mengikuti kegiatan religius.
Pada awalnya, Upatissa dan Kolita pergi ke Sancaya, akan tetapi mereka tidak puas dengan ajarannya. Mereka berkelana ke seluruh Jambudvipa (alam kelahiran dan kematian manusia, merujuk ke daerah India) untuk mencari seorang guru yang mampu menunjukkan kepada mereka cara mencapai Tiada Kematian, akan tetapi pencarian mereka sia-sia. Beberapa waktu kemudian, mereka berpisah dengan janji jika salah satu dari mereka menemukan ajaran sejati maka harus segera memberi tahu yang lain.
Selama masa itu, Sang Buddha tiba di kota Rajagaha bersama sekumpulan biksu, termasuk biksu Assaji, salah satu dari lima biksu pertama (pancavaggi). Pada saat biksu Assaji sedang menerima dana makanan, Upatissa melihatnya dan sangat terkesan dengan wajahnya yang mulia. Upatissa dengan penuh rasa hormat mendekati biksu Assaji dan bertanya kepadanya siapakah gurunya, ajaran apa yang diajarkan, dan memohon dijelaskan inti sari ajarannya.
Biksu Assaji memberi tahu Upatissa tentang munculnya seorang Buddha dan tentang persinggahan-Nya di vihara Veluvana di Rajahaga. Biksu Assaji juga membabarkan sebait syair pendek yang berhubungan dengan Empat Kesunyataan Mulia. Syair itu seperti berikut ini;
Ye dhamma hetuppa bhava,
tesam hetum tathagato aha,
tesanca yo nirodho,
evam vadi maha samano.
Yang artinya;
Semua fenomena muncul karena sebab,
sebab-sebabnya telah diterangkan oleh Tathagata.
Begitu juga dengan sebab lenyapnya fenomena,
itulah yang diajarkan oleh Pertapa Agung.
Ketika sedang mendengar syair itu, Upatissa mencapai kesucian tingkat sotapanna.
Sesuai janji, Upatissa pergi menemui temannya, Kolita, untuk memberi tahu bahwa ia telah menemukan ajaran sejati. Lalu mereka berdua, diikuti 250 orang pengikut, pergi menghadap Sang Buddha yang sedang berada di Rajagaha. Saat mereka tiba di vihara Veluvana, mereka memohon izin untuk menjadi anggota Sangha, dan Upatissa dan Kolita, beserta 250 pegikutnya, ditahbiskan menjadi biksu.
Upatissa, putra Sari, dan Kolita, putra Moggali, lalu dikenal dengan nama Sariputra dan Moggallana. Sesaat setelah mereka memasuki keanggotaan Sangha, Sang Buddha menjelaskan Dhamma kepada mereka dan ke-250 orang biksu itu mencapai kesucian tingkat arahat, tetapi Moggallana dan Sariputra mencapai kesucian tingkat arahat pada hari ke tujuh dan hari ke lima belas. Penundaan pencapaian kearahatan mereka disebabkan karena mereka berharap dapat menjadi Murid Utama, yang memerlukan syarat usaha yang lebih keras untuk mencapai pencerahan.
Biksu Sariputra selalu ingat saat-saat ia bertemu dengan Sang Buddha dan mencapai Ketanpamatian saat bertemu dengan biksu Assaji. Oleh sebab itu, ia selalu bersujud ke arah gurunya, biksu Assaji, berada dan berbaring dengan kepala menghadap arah yang sama.
Beberapa orang biksu yang tinggal bersama biksu Sariputra di vihara Jetavana memiliki prasangka buruk terhadap tindakan biksu Sariputra dan melaporkan kepada Sang Buddha, "Bhante! Biksu Sariputra masih saja memuja ke seluruh arah, ke timur, ke selatan, ke barat, ke utara, ke atas dan ke bawah, seperti yang ia lakukan sebelumnya pada saat ia masih seorang brahmana muda. Terlihat jelas kalau ia masih belum melepaskan semua kepercayaan menyimpangnya."
Sang Buddha memanggil biksu Sariputra dan ia menjelaskan kepada-Nya bahwa ia hanya bersujud ke arah gurunya , biksu Assaji, dan ia tidak memuja ke segala arah.
Sang Buddha amat puas dengan penjelasannya dan berkata kepada biksu-biksu lain, "Para biksu! Biksu Sariputra tidak memuja ke segala arah, ia hanya bersujud kepada gurunya dan kebajikannya, orang yang telah memberikan kepadanya keadaan Tanpa Kematian. Itu sangat baik dilakukan dan sangat bagus baginya untuk bersujud kepada guru secara demikian."
Sang Buddha lalu mengucapkan ayat itu.
Dhammapada ayat 392 bab Syair Brahmana