Kisah Kapila, si Ikan - Dhammapada
Kisah Kapila, si Ikan
Manujassa pamattacarino,
tanha vaddhati maluva viya.
So plavati hura huram,
phalamicchamva vanasmi vanaro.
Yam esa sahate jammi,
tanha loke visattika.
Soka tassa pavaddhanti,
abhivatthamva biranam.
Yo cetam sahate jammim,
tanham loke duraccayam.
Soka tamha papatanti,
udabindu va pokkhara.
Tam vo vadami bhaddam vo,
yavantettha samagata,
tanhaya mulam khanatha,
usiratthova biranam,
ma vo nalamva sotova,
maro bhanji punappunam.
Nafsu keinginan orang yang lengah,
tumbuh bagaikan tanaman merambat.
Ia melompat dari satu kehidupan ke kehidupan lain,
bagaikan kera mencari buah di dalam hutan.
Siapapun di dunia ini,
yang melekat kepada keinginan.
Penderitaannya akan bertambah,
bagaikan rumput liar tumbuh setelah hujan.
Barang siapa yang mampu mengatasi,
keinginan yang tak terkendali itu.
Penderitaannya akan berguguran,
bagaikan embun menetes dari daun teratai.
Kepada kalian yang berkumpul di sini,
Aku ucapkan Semoga Berhasil!
Cabutlah akar keinginan itu,
seperti mencari akar obat rumput liar.
Jangan sampai Mara selalu menghancurkanmu,
bagaikan banjir menghancurkan rumput ilalang.
Sang Buddha mengucapkan ayat-ayat ini pada saat berada di vihara Jetavana, di dekat kota Savatthi, sehubungan dengan seekor ikan yang berwarna keemasan yang indah dan mulutnya bau busuk.
Pada masa Kassapa Buddha terdapat seorang biksu yang bernama Kapila yang sangat menguasai kitab suci Pitaka. Karena kemahirannya, ia memperoleh ketenaran dan keberuntungan, ia akhirnya menjadi tinggi hati dan memandang rendah biksu-biksu lain.
Pada saat biksu-biksu lain menasihati Kapila, tentang apa yang pantas dan tidak pantas maka ia akan menjawab, "Seberapa luas pengetahuan anda?" dengan maksud ia lebih tahu segalanya dibanding biksu-biksu lain. Seiring berjalannya waktu, semua biksu-biksu yang bertingkah baik menjauhinya dan hanya beberapa biksu yang berwatak buruk saja yang mendekatinya.
Pada suatu hari Uposatha, pada saat para biksu sedang membaca peraturan dasar kebiksuan (Patimokkha), biksu Kapila berkata, "Hal itu tidak tertera di dalam Sutta, Abhidhamma ataupun Vinaya. Tidak ada perbedaan antara orang yang mendengar Patimokkha atau tidak."
Kapila lalu meninggalkan ruang perkumpulan biksu. Karena itu, ia malah menjadi termasuk penghalang bagi pengembangan dan perkembangan Dhamma. Akibat benih karma buruk yang telah dilakukannya, Kapila harus menderita di alam neraka pada masa antara Kassapa Buddha dan Gotama Buddha. Akhirnya, ia terlahir menjadi seekor ikan di sungai Aciravati. Ikan tersebut memiliki tubuh keemasan yang sangat indah, akan tetapi mulutnya sangat menakutkan, mengeluarkan aroma busuk.
Pada suatu hari, ikan itu tertangkap oleh beberapa nelayan, dan karena keindahannya, ia dibawa dengan perahu untuk dihadiahkan kepada raja. Lalu, raja membawa ikan itu kepada Sang Buddha. Pada saat ikan itu membuka mulutnya, bau yang busuk dan menakutkan itu menyebar ke segala arah.
Sang Buddha berkata kepada raja dan semua hadirin, "Raja! Pada masa Kassapa Buddha terdapat seorang biksu yang sangat mahir membabarkan Dhamma kepada orang lain. Karena benih kebajikan itu, pada saat ia terlahir di alam lain, walaupun menjadi seekor ikan, ia diberkahi dengan tubuh keemasan."
Sang Buddha melanjutkan, "Akan tetapi, biksu itu sangat tamak, sombong dan memandang rendah orang lain. Ia juga mengabaikan disiplin dan merendahkan biksu lain. Karena benih kejahatan itu, ia terlahir di alam neraka, dan kini, ia menjadi seekor ikan yang indah dengan mulut yang bau."
Sang Buddha berbalik kepada ikan itu dan bertanya apakah ia tahu ke alam mana ia akan terlahirkan pada kehidupan berikutnya. Ikan itu menjawab bahwa ia akan kembali ke alam neraka dan penuh rasa putus asa. Seperti dugaan, pada akhir hidupnya, ikan itu terlahir di alam neraka untuk menjalani masa penyiksaan lainnya.
Semua hadirin yang mendengar tentang ikan itu terkejut. Lalu, Sang Buddha membabarkan sebuah Dhamma tentang manfaat mengkombinasikan belajar dan praktik.
Sang Buddha lalu mengucapkan keempat ayat itu.
Dhammapada ayat 334, 335, 336 dan 337 bab Syair Nafsu Keinginan