Kisah Seekor Babi Muda - Dhammapada
Kisah Seekor Babi Muda
Yathapi mule anupaddave dalhe,
chinnopi rukkho punareva ruhati,
evampi tanhanusaye anuhate,
nibbattati dukkhamidam punappunam.
Yassa chattimsati sota,
manapasavana bhusa,
maha vahanti dudditthim,
sankappa raganissita.
Savanti sabbadhi sota,
lata uppajja titthati,
tanca disva latam jatam,
mulam pannaya chindatha.
Saritani sinehitani ca,
somanassani bhavanti jantuno,
te satasita sukhesino,
te ve jatijarupaga nara.
Tasinaya purakkhata paja,
parisappanti sasova bandhito,
samyojanasangasattaka,
dukkhamupenti punappunam ciraya.
Tasinaya purakkhata paja,
parisappanti sasova bandhito,
tasma tasinam vinodaye,
akankhanta viragamattano.
Pohon yang ditebang akan kembali tumbuh,
bila akarnya tak tersentuh dan masih kuat.
Begitupun nafsu keinginan yang masih berakar,
penderitaan akan muncul lagi dan lagi.
Bila 36 arus keinginan mendesak kuat,
masuk ke dalam pikiran lewat hal yang menyenangkan.
Orang yang terlena itu,
pikirannya akan hanyut terseret.
Keinginan mengalir ke mana-mana,
dan keterikatannya tumbuh dan berkembang.
Melihat tanaman liar itu telah muncul,
potonglah hingga ke akar-akarnya dengan kebijaksanaan.
Para makhluk timbul perasaan senang,
pada saat tersiram nafsu keinginan.
Tergoda oleh kegembiraan,
mereka menjadi korban kelahiran dan kematian.
Dengan penuh nafsu, manusia melompat dan berlari,
bagikan seekor kelinci yang terperangkap.
Terikat oleh belenggu dan keinginan,
mereka berkali-kali mengalami penderitaan.
Dengan penuh nafsu, manusia melompat dan berlari,
bagaikan seekor kelinci yang terperangkap.
Karena itu, biksu yang ingin membebaskan diri,
seharusnya mengenyahkan semua nafsu keinginan.
Sang Buddha mengucapkan ayat-ayat ini pada saat berada di vihara Veluvana, di dekat kota Rajagaha, sehubungan dengan seekor babi kecil.
Pada suatu hari, ketika Sang Buddha sedang berkeliling kota Rajagaha untuk menerima dana makanan, Ia melihat seekor babi kecil yang kotor. Sang Buddha pun tersenyum. Biksu Ananda bertanya mengapa Ia tersenyum.
Sang Buddha berkata, "Ananda, babi muda ini dulunya terlahir sebagai seekor ayam betina pada masa Kakusandha Buddha. Karena ia hidup dekat sebuah ruang makan vihara maka ia sering mendengar pembacaan kitab suci dan khotbah-khotbah Dhamma. Pada saat ayam betina itu meninggal ia terlahir sebagai seorang tuan putri."
Sang Buddha melanjutkan, "Pada suatu ketika, pada saat pergi ke kamar mandi, ia melihat sejumlah ulat dan ia pun menyadari tentang kebencian dari tubuh, dan lainnya. Setelah meninggal sebagai tuan putri, ia terlahir di alam brahma sebagai seorang brahma yang belum memiliki kesucian (puthujjana). Namun karena beberapa benih karma buruknya, ia terlahir menjadi seekor babi."
Sang Buddha menjelaskan, "Ananda, lihatlah, karena karma baik dan buruk perputaran roda kelahiran tiada akhir."
Sang Buddha lalu mengucapkan keenam ayat itu.
Dhammapada ayat 338 sampai 343 bab Syair Nafsu Keinginan