Kisah Mendaka, si Orang Kaya - Dhammapada
Kisah Mendaka, si Orang Kaya
Sudassam vajjamannesam,
attano pana duddsam,
paresam hai jadi vajjani,
opunati yatha bhusam,
attano pana chadeti,
kalimva kitava satho.
Kesalahan orang lain mudah terlihat,
namun kesalahan diri sendiri sulit terlihat,
orang menunjukkan kesalahan orang lain,
bagai menampi dedak di angin,
dan menyembunyikan kesalahan dirinya sendiri,
bagaikan penjilat licik menyembunyikan diri.
Sang Buddha mengucapkan ayat ini pada saat berada di kota Baddiya, sehubungan dengan seorang kaya yang bernama Mendaka.
Pada suatu ketika, selama pengembaraan-Nya di kerajaan Anga dan Uttara, Sang Buddha melihat lewat kesaktian-Nya bahwa kesempatan telah tiba bagi Mendaka, istri, putra, menantu, cucu dan pelayannya untuk mencapai kesucian tingkat sotapanna. Oleh sebab itu, Sang Buddha pergi ke kota Baddiya.
Mendaka adalah orang yang sangat kaya raya. Menurut kabar, ia menemukan sangat banyak sekali patung-patung kambing berukuran asli di halaman belakangnya. Karena itulah ia dikenal dengan sebutan Mendaka yang berarti kambing.
Kemudian, menurut cerita, pada masa kehidupan Vipassi Buddha, Mendaka membangunkan sebuah vihara untuk Vipassi Buddha dan sebuah aula pertemuan yang lengkap dengan sebuah panggung untuk berkhotbah. Pada saat bangunan itu selesai dibangun, ia melakukan persembahan dana makanan kepada Vipassi Buddha dan para biksu selama 4 bulan.
Pada salah satu kehidupan Mendaka selanjutnya, ia hidup sebagai seorang kaya di kota Banarasi. Di sana terjadi bencana kelaparan. Pada suatu hari, mereka memasak masakan yang jumlahnya hanya cukup untuk dimakan oleh anggota keluarganya saja. Saat seorang paccekabuddha datang dan berdiri di depan pintu rumah mereka untuk menerima dana makanan, ia mempersembahkan semua makanan mereka. Karena keyakinan yang amat kuat serta kemurahan hatinya, tempat nasi mereka secara ajaib menjadi penuh kembali, begitu juga dengan gudang makanannya.
Mendaka dan keluarganya yang mendapat kabar bahwa Sang Buddha sudah berada ke Baddiya, pergi untuk bersujud kepada-Nya. Setelah mendengarkan khotbah Sang Buddha, Mendaka, istrinya, Candapaduma, putranya, Danancaya, menantunya, Sumanadevi, cucu perempuannya, Visakha, dan pembantunya, Punna, mencapai kesotapannaan.
Mendaka bercerita kepada Sang Buddha bagaimana di tengah perjalanan mereka beberapa orang pertapa menjelek-jelekkan Sang Buddha. Pertapa-pertapa itu juga mencoba untuk mencegah mereka pergi menemui Sang Buddha.
Sang Buddha berkata, "Umat-Ku, adalah hal yang alami bagi seorang manusia tidak melihat kesalahan mereka sendiri, dan membongkar kesalahan dan keterpurukan orang lain."
Sang Buddha lalu mengucapkan ayat itu.
Dhammapada ayat 252 bab Syair Noda-Noda