Kisah Seorang Brahmana Tua - Dhammapada
Kisah Seorang Brahmana Tua
Dhanapalo nama kunjaro,
katukabhedano dunnivarayo,
baddho kabalam na bhunjati,
sumarati nagavanassa kunjaro.
Gajah besar bernama Dhanapalaka*,
ditempatkan di kandang penampungan,
tak ingin makan sedikitpun,
karena merindukan hutan para gajah.
Dhanapalaka adalah seekor gajah mulia bergading besar yang ditangkap untuk raja kerajaan Kasi. Walaupun diberikan tempat mewah dan makanan terbaik, gajah itu tidak tertarik, dan hanya bersedih memikirkan ibunya yang sendirian di hutan gajah.
Sang Buddha mengucapkan ayat ini pada saat berada di vihara Veluvana, di dekat kota Rajagaha, sehubungan dengan seorang brahmana tua.
Di kota Savatthi terdapat seorang brahmana tua yang memiliki uang tunai sebesar 8 lakh (1 lakh = 100.000,- rupee). Ia memiliki 4 orang putra. Setiap putranya menikah, ia memberikan masing-masing 1 lakh. Pada saat istrinya meninggal dunia, putra-putranya datang kepadanya dan merawatnya dengan sangat baik. Sebenarnya, putra-putranya sangat mencintai dan menyayangi dirinya. Seiring berjalannya waktu, entah mengapa mereka membujuknya untuk memberikan sisa uang 4 lakh itu. Setelah dibagi-bagikan, ia tidak memiliki uang sedikit pun lagi.
Mulanya, brahmana tua itu tinggal bersama putra sulungnya. Setelah beberapa hari, menantunya berkata kepadanya, "Apakah kau memberikan seratus atau seribu uang lebih banyak kepada putra sulungmu? Apakah kau tidak tahu jalan menuju rumah putra-putramu yang lain?"
Mendengar ucapan itu, brahmana tua itu sangat marah dan meninggalkan rumah putra sulungnya menuju rumah putra keduanya. Kata-kata yang sama juga diucapkan oleh istri putra keduanya dan ia pergi ke rumah putra ketiganya, hingga akhirnya ke rumah putra bungsunya. Hal yang sama terjadi di setiap rumah keempat putranya. Oleh karena itu, ia mulai tidak berdaya. Akhirnya, dengan membawa tongkat dan sebuah mangkuk ia pergi menemui Sang Buddha untuk memperoleh perlindungan dan nasihat.
Di vihara, brahmana tua itu memberi tahu Sang Buddha bagaimana putra-putranya memperlakukan dirinya dan meminta bantuan-Nya. Sang Buddha memberikan beberapa bait syair untuk diingat dan menginstruksikan kepadanya untuk mengulang-ulanginya di manapun terdapat kerumunan masyarakat.
Inti sari syair itu adalah, "Keempat putraku bagaikan siluman, mereka memanggilku 'ayah', 'ayah', tetapi kata-kata itu muncul dari mulut, bukan dari hati mereka. Mereka adalah penipu licik, mengikuti hasutan istri mereka. Mengusir aku keluar dari rumah mereka, sehingga kini aku harus mengemis. Anak-anak itu tidak berbakti, dibandingkan tongkatku ini."
Pada saat brahmana tua itu mengulang-ulang syair itu, beberapa orang yang ada di keramaian, mendengar, pergi menemui putra-putranya dengan luapan amarah dan bahkan beberapa orang ingin membunuh mereka.
Pada saat itulah, putra-putranya ketakutan dan berlutut di hadapan brahmana tua itu dan meminta maaf. Mereka berjanji bahwa mulai hari itu mereka akan merawat ayah mereka dengan baik dan penuh hormat, mencintai dan menghargainya. Mereka pun membawa brahmana tua itu ke rumah mereka. Mereka juga memperingatkan istri mereka untuk menjaga ayah mereka dengan baik atau mereka akan dipukuli hingga mati.
Setiap putranya memberikan sepotong pakaian dan bekal makanan setiap hari. Brahmana tua itu semakin sehat dan berat badannya bertambah. Ia menyadari bahwa ia telah memperoleh berkah karena Sang Buddha. Maka, ia pergi menemui Sang Buddha dan memohon kepada-Nya untuk menerima 2 dari 4 porsi makanan yang ia terima setiap hari dari putranya. Ia pun meminta kepada putra-putranya untuk mengirimkan sebagian porsi makannya kepada Sang Buddha.
Pada suatu hari, putra sulungnya mengundang Sang Buddha ke rumahnya untuk menerima dana makanan. Setelah selesai makan, Sang Buddha membabarkan Dhamma tentang berkah yang diperoleh dengan berbakti kepada orang tua. Lalu Ia menceritakan sebuah kisah tentang gajah Dhanapala, yang merawat kedua orang tuanya. Pada saat Dhanapala tertangkap, selalu merindukan kedua orang tuanya yang ada di dalam hutan.
Sang Buddha lalu mengucapkan ayat itu. Setelah mendengar ucapan Sang Buddha, brahmana tua dan keempat putra dan menantunya mencapai kesucian sotapanna.
Dhammapada ayat 324 bab Syair Gajah