Kisah Mara - 3 - Dhammapada
Kisah Mara (3)
Nitthangato asantasi,
vitatanho anangano,
acchindi bhavasallani,
antimoyam samussayo.
Vitatanho anadano, niruttipadakovido,
akkharanam sannipatam, janna pubbaparani ca,
sa ve antimasariro mahapanno mahapuriso ti vuccati.
Ia yang telah mencapai tujuan,
tiada lagi kecemasan dan nafsu keinginan.
Ia telah mencabut duri kehidupan,
baginya inilah tubuh terakhir.
Ia yang bebas dari keinginan dan kemelekatan,
sempurna dalam memahami kebenaran dan ajaran,
mengetahui kombinasi suara dan urutannya,
ia disebut manusia agung yang bijaksana pembawa tubuh terakhir.
Sang Buddha mengucapkan ayat-ayat ini pada saat berada di vihara Jetavana, di dekat kota Savatthi, sehubungan dengan Mara yang mencoba menakut-nakuti samanera Rahula, putra Sang Buddha.
Pada suatu ketika, sejumlah besar biksu tiba di vihara Jetavana. Untuk menjamu para biksu pendatang itu, samanera Rahula harus tidur di dekat pintu yang bertepatan dengan Aula Keharuman Sang Buddha.
Mara, menunggu waktu untuk mengganggu Sang Buddha lewat putra-Nya, menjelma menjadi seekor gajah dan menyeruduk kepala samanera Rahula dengan belalainya sambil mengeluarkan suara keras untuk mengejutkannya. Akan tetapi samanera Rahula tidak bergerak sama sekali.
Sang Buddha, dari Aula Keharuman-Nya, tahu apa yang sedang terjadi, dan berkata, "Mara jahat! Bahkan seribu makhluk seperti dirimu pun tidak akan mampu menakut-nakuti putra-Ku. Putra-Ku tiada lagi ketakutan, ia telah terbebas dari nafsu keinginan, ia selalu sadar, ia bijaksana."
Sang Buddha lalu mengucapkan kedua ayat itu. Setelah mendengar ucapan Sang Buddha, Mara menyadari bahwa Sang Buddha tahu niatnya dan spontan menghilang.
Dhammapada ayat 351 dan 352 bab Syair Nafsu Keinginan