Kisah Orang Kaya Yang Tidak Memiliki Anak - Dhammapada
Kisah Orang Kaya Yang Tidak Memiliki Anak
Hananti bhoga dummedham,
no ca paragavesino,
bhogatanhaya dummedho,
hanti anneva attanam.
Kekayaan menghancurkan si bodoh,
bukan mereka yang mencari pembebasan.
Si bodoh yang mendambakan kekayaan,
akan menghancurkan dirinya sendiri dan orang lain.
Sang Buddha mengucapkan ayat ini pada saat berada di vihara Jetavana, di dekat kota Savatthi, sehubungan dengan orang kaya yang tidak memiliki anak.
Pada suatu ketika, raja Pasenadi dari kerajaan Kosala datang untuk bersujud kepada Sang Buddha. Raja menjelaskan perihal keterlambatannya dikarenakan dini hari itu seorang kaya di Savatthi meninggal dunia tanpa meninggalkan ahli waris, sehingga raja harus membekukan semua harta kekayaan orang itu.
Raja kemudian mulai menceritakan tentang orang kaya itu, yang, walaupun sangat kaya raya, akan tetapi sangat pelit. Semasa hidupnya, ia tidak pernah mendanakan apapun. Ia bahkan tidak ingin menggunakan uangnya walaupun untuk keperluan dirinya sendiri, oleh karena itu, ia makan dan berpakaian dengan sangat murah dan sederhana, bahkan hanya pakaian-pakaian berbahan kasar.
Mendengar kisah itu, Sang Buddha memberi tahu raja dan para hadirin tentang kehidupan masa lampau orang kaya itu. Pada salah satu kehidupan masa lampaunya ia juga adalah orang yang kaya raya.
Pada suatu hari, pada saat seorang paccekabuddha datang dan berdiri untuk menerima dana makanan di depan rumahnya, ia menyuruh istrinya untuk mempersembahkan sesuatu untuk paccekabuddha itu. Istrinya keheranan karena sangat jarang sekali suaminya mengizinkannya untuk memberikan sesuatu kepada siapapun.
Istrinya memenuhi sebuah mangkuk dengan makanan pilihan. Orang kaya itu bertemu lagi dengan paccekabuddha itu pada saat ia pulang dan melihat ke arah mangkuknya.
Melihat istrinya telah memberikan makanan lezat dalam jumlah yang banyak, ia berpikir, "Biksu ini hanya akan tidur dengan nyenyak setelah makan enak. Lebih baik jika pelayan-pelayanku yang diberikan makanan selezat itu, yang akhirnya, mereka akan melayaniku dengan lebih baik." Singkat kata, ia menyesal karena ia telah meminta istrinya mendanakan makanan kepada paccekabuddha itu.
Orang tersebut mempunyai seorang saudara laki-laki yang juga kaya raya. Saudaranya hanya mempunyai seorang putra. Karena mengincar kekayaan saudaranya, ia membunuh keponakannya yang masih muda dan dengan akal licik mengambil semua kekayaan saudaranya pada saat saudaranya meninggal dunia.
Karena orang itu telah mendanakan makanan kepada paccekabuddha maka ia menjadi orang kaya pada kehidupan sekarang. Karena timbul penyesalan telah mendanakan makanan maka ia pelit menggunakan uang walaupun untuk dirinya sendiri. Karena ia telah membunuh keponakannya karena ingin memperoleh kekayaan saudaranya maka ia harus menderita di alam neraka selama 7 kelahiran. Benih karma buruknya itu telah habis sehingga ia dapat terlahir kembali di alam manusia, namun di alam ini ia tidak menanam benih karma baik.
Raja lalu berkata, "Bhante! Walaupun ia hidup dalam masa seorang Buddha hidup, ia sama sekali tidak mempersembahkan apapun kepada Buddha maupun murid-murid-Nya. Demikianlah, ia telah melewatkan sebuah kesempatan baik, ia sangat bodoh."
Sang Buddha lalu mengucapkan ayat itu.
Dhammapada ayat 355 bab Syair Nafsu Keinginan