Postingan

Menampilkan postingan dari Desember, 2017

Kisah Dewa Sakka - Dhammapada

Dhammapada ayat 206, 207, dan 208 bab Syair Kebahagiaan Kisah Dewa Sakka Sahu dassanamariyanam, sannivaso sada sukho, adasanena balanam, niccameva sukhi siya. Balasangtacari hi, dighamaddhana socati, dukkho balehi samvaso, amitteneva sabbada, dhiro ca sukhasamvaso, natinam va samagamo. Tasma hi, dhiranca pannanca bahusutanca, dhorayhasilam vatavantamatiram, tam tadisam sappurisam sumedham, bhajetha nakkhattapathamva candima. Adalah sangat baik bila bertemu dengan orang suci, hidup bersama mereka akan selalu menyenangkan, tidak bertemu dengan orang bodoh, juga adalah hal yang menyenangkan. Ia yang berjalan bersama dengan orang-orang bodoh, akan berduka dalam waktu yang lama, hidup bersama orang-orang bodoh akan menyakitkan, bagaikan hidup bersama musuh, hidup bersama orang bijaksana akan membahagiakan, bagaikan hidup bersama sanak saudara. Oleh karena itu, seseorang harus mengikuti orang-orang suci yang tegas, pandai, terpelajar, tekun, dan patuh, ikutilah...

Kisah Biksu Tissa - Dhammapada

Dhammapada ayat 205 bab Syair Kebahagiaan Kisah Biksu Tissa Pavivekarasam pitva, rasam upasamassa ca, niddaro hoti nippapo, dhammapitirasam pivam. Dengan merasakan penyepian dan kedamaian nibbana, seseorang yang meminum kenikmatan intisari Dhamma, akan bebas dari ketakutan dan kejahatan. Sang Buddha mengucapkan ayat itu pada saat berada di Vesali, sehubungan dengan biksu Tissa. Pada saat Sang Buddha mengumumkan bahwa empat bulan ke depan Ia akan memasuki parinibbana, banyak sekali biksu yang merasa cemas. Mereka merasa kehilangan dan tidak tahu harus berbuat apa. Oleh karena itu, mereka mendekatkan diri dengan Sang Buddha. Namun biksu Tissa berencana ingin mencapai kearahatan selama Buddha masih hidup. Ia tidak mendekatkan diri dengan Sang Buddha, malahan pergi ke tempat sunyi untuk berlatih meditasi. Biksu-biksu lain yang tidak mengerti maksud biksu Tissa, menyeretnya ke hadapan Sang Buddha. Mereka berkata, "Bhante. Biksu ini terlihat tidak menghargai dan menghor...

Kisah Raja Pasenadi dari Kosala-Dhammapada

Dhammapada ayat 204 bab Syair Kebahagiaan Kisah Raja Pasenadi dari Kosala Arogyaparama labha, santutthiparamam dhanam, vissasaparam nati, nibbanam param sukha. Kesehatan adalah anugerah terbesar, kepuasan adalah harta terbesar, kepercayaan adalah sahabat terbaik, nibbana adalah kebahagiaan tertinggi. Sang Buddha mengucapkan ayat ini pada saat berada di vihara Jetavana, sehubungan dengan raja Pasenadi dari Kosala. Suatu hari, raja Pasenadi dari kerajaan Kosala pergi ke vihara Jetavana setelah sarapan pagi. Dikatakan bahwa raja memakan seperempat keranjang (setengah gantang) nasi dan kari daging pagi itu. Karena itu, pada saat mendengarkan khotbah Sang Buddha ia tertidur dengan nyenyak dan mendengkur selama pembabaran Dhamma. Melihat raja tertidur, Sang Buddha menganjurkan raja untuk makan lebih sedikit setiap hari, dan mengurangi porsi makanannya secara bertahap hingga seperenambelas bagian dari porsi yang biasa ia makan. Raja melakukan sesuai saran Sang Buddha dan meny...

Kisah Seorang Upasaka - Dhammapada

Dhammapada 203 bab Syair Kebahagiaan Kisah Seorang Upasaka Jighaccaparama roga, sankharaparama dukha, etam natva yathabhutam, nibbanam paramam sukham. Kelaparan adalah hal yang paling menyakitkan, Kelompok Kehidupan adalah sumber penyakit terparah, orang bijaksana yang mengetahui hal itu sebagaimana adanya, akan mencapai nibbana, kebahagiaan tertinggi. Sang Buddha mengucapkan ayat ini pada saat berada di desa Alavi, sehubungan dengan seorang upasaka. Suatu hari, Sang Buddha di dalam perenungan-Nya mengetahui bahwa seorang pria miskin yang berada di desa Alavi akan mencapai kesucian tingkat sotapanna. Maka Sang Buddha pergi ke desa itu yang berjarak 30 yojana (360 km) dari kota Savatthi. Sebelumnya, pada dini hari, seseorang kehilangan sapinya. Ia pun mencari-cari sapi itu. Sementara itu, dana makanan sedang diberikan kepada Sang Buddha dan para murid-Nya di sebuah rumah yang terletak di desa Alavi. Setelah memakan, orang-orang bersiap untuk mendengarkan khotbah dari Sang...

Kisah Pengantin Baru - Dhammapada

Dhammapada ayat 202 bab Syair Kebahagiaan Kisah Pengantin Baru Natthi ragasamo aggi, natthi dosasamo kali, natthi khandhasama dukkha, natthi santiparam sukham. Tiada api yang menyamai nafsu, tiada kejahatan yang menyamai kebencian, tiada derita yang menyamai Lima Kelompok Kehidupan, tiada kebahagiaan yang menyamai Nibbana. Sang Buddha mengucapkan ayat ini pada saat berada di kediaman seorang upasaka di kota Savatthi, di dekat vihara Jetavana, sehubungan dengan sepasang pengantin baru. Pada suatu ketika, seorang gadis belia akan dinikahkan dengan seorang pemuda, orang tua calon pengantin wanita mengundang Sang Buddha dan 80 orang murid-Nya untuk mendapatkan dana makanan. Mengetahui bahwa gadis yang akan segera pindah dari tempat tinggalnya itu sedang membantu pendanaan makanan, pengantin pria amat bersemangat, dan ia kesulitan memperhatikan kebutuhan Sang Buddha dan biksu-biksu lainnya. Sang Buddha tahu secara pasti bagaimana perasaan dari pengantin pria itu, dan sudah ...

Kisah Kekalahan Raja Kosala - Dhammapada

Dhammapada ayat 201 bab Syair Kebahagiaan Kisah Kekalahan Raja Kosala Jayam veram pasavati, dukkham seti parajito, upasanto sukham seti, hitva jayaparajayam. Kemenangan menimbulkan permusuhan, yang kalah hidup di dalam kesedihan. Kehidupan damai akan diperoleh, dengan meninggalkan kemenangan dan kekalahan. Sang Buddha mengucapkan ayat ini pada saat berada di vihara Jetavana, sehubungan dengan raja Pasenadi dari kerajaan Kosala, yang dikalahkan di dalam pertempuran melawan keponakannya sendiri, Ajatasatru. Di dalam pertempuran melawan Ajatasatru, raja Kosala mengalami kekalahan sebanyak 3 kali. Ajatasatru adalah pangeran dari raja Bimbisara dan ratu Vaidehi, adik perempuan raja Kosala. Raja Kosala sangat malu dan tertekan karena kekalahan itu. Ia pun meratap, "Sungguh memalukan. Aku bahkan tidak mampu menaklukkan anak bau kencur itu. Lebih baik aku mati saja." Merasa tertekan dan sangat malu, raja menolak untuk makan, dan melewati sepanjang waktu di dalam kama...

Kisah Mara - Dhammapada

Dhammapada ayat 200 bab Syair Kebahagiaan Kisah Mara Susukham vata jivama, yesam no natthi kincanam, pitibhakkha bhavissama, deva abhassara yatha. Sungguh bahagia bila kita hidup tanpa keserakahan, kebencian, dan kebodohan. Kita akan hidup bagaikan dewa brahma yang tinggal di alam cahaya. Sang Buddha mengucapkan ayat ini saat berada di desa brahmana yang dikenal dengan nama desa Pancasala (desa lima aula), sehubungan dengan Mara. Pada suatu ketika, Sang Buddha melihat dalam renungan-Nya bahwa 500 orang gadis desa Pancasala sudah matang saatnya untuk mencapai kesucian sotapanna. Maka Sang Buddha tinggal di dekat desa itu. Suatu hari, ke-500 gadis desa itu pergi ke sungai untuk mandi. Setelah mandi mereka kembali ke desa untuk berpakaian dengan rapi karena hari itu sedang ada perayaan. Pada saat yang bersamaan, Sang Buddha memasuki desa Pancasala untuk memperoleh dana makanan, namun tidak ada seorang pun yang mendanakan makanan kepada-Nya karena mereka telah dikuasai oleh Ma...

Kisah Perdamaian Kerabat Sang Buddha-Dhammapada

Dhammapada ayat 197, 198, dan 199 bab Syair Kebahagiaan Kisah Perdamaian Kerabat Sang Buddha Susukham vata jivama, verinesu averino, verinesu manussesu, viharama averino. Susukham vata jivama, aturesu anatura, aturesu manussesu, viharama anatura. Susukham vata jivama, ussukesu anussuka, ussukesu manussesu, viharama anussuka. Sungguh bahagia bila kita hidup tanpa membenci, di antara orang-orang yang membenci. Di antara orang-orang yang membenci, kita hidup tanpa membenci. Sungguh bahagia bila kita hidup tanpa penyakit**, di antara orang-orang yang berpenyakit. Di antara orang-orang berpenyakit, kita hidup tanpa penyakit. Yang dimaksud adalah keburukan moral. Sungguh bahagia bila kita hidup tanpa keserakahan, di antara orang-orang yang serakah. Di antara orang-orang yang serakah, kita hidup tanpa keserakahan. Sang Buddha mengucapkan ayat-ayat itu pada saat berada di negeri kaum Sakya, sehubungan dengan kerabat-Nya yang berseteru akibat penggunaan air sungai Rohini....

Kisah Biksu Attadattha - Dhammapada

Dhammapada ayat 166 bab Syair Diri Sendiri Kisah Biksu Attadattha Attadattham paratthena, bahunapi na hapaye, attadatthamabhinnaya, sadatthapasuto siya. Demi mencari kebahagiaan, betapapun besarnya, jangan mengabaikan kesucian diri sendiri. Dengan jelas mengetahui manfaatnya, seseorang harus berusaha keras untuk mencapainya. Sang Buddha mengucapkan ayat ini pada saat berada di vihara Jetavana, di dekat kota Savatthi, sehubungan dengan biksu Attadattha Pada saat Sang Buddha mengumumkan bahwa Ia akan parinibanna 4 bulan mendatang, banyak sekali biksu yang berstatus puthujjana (belum mencapai kesucian) merasa khawatir dan tidak tahu apa yang harus mereka lakukan. Akhirnya mereka mendekatkan diri dengan Sang Buddha. Namun, Attadattha tidak melakukannya. Berharap untuk mencapai kearahatan saat Sang Buddha masih hidup, Attadattha berusaha keras melatih meditasi. Biksu-biksu lain tidak paham dengannya. Mereka membawanya menghadap Sang Buddha, "Bhante, biksu ini kelihatan...

Kisah Upasaka Culakala - Dhammapada

Dhammapada ayat 165 bab Syair Diri Sendiri Kisah Upasaka Culakala Attana hi katam pipam, attana samkilissati, attana akatam papam, attanava visujjhati, suddhi asuddhi paccattam, nanno annanam visodhaye. Oleh diri sendiri kejahatan dilakukan, oleh diri sendiri seseorang bernoda. Oleh diri sendiri kejahatan tidak dilakukan, oleh diri sendiri seseorang menjadi suci. Suci dan bernoda tergantung diri sendiri, tiada yang dapat menyucikan orang lain. Sang Buddha mengucapkan ayat ini pada saat berada di vihara Jetavana, di dekat kota Savvathi, sehubungan dengan seorang upasika yang bernama Culakala. Upasaka Culakala menjalankan uposatha sila pada hari-hari tertentu dan melewatkan malam di vihara Jetavana, mendengarkan khotbah-khotbah Dhamma semalaman. Menjelang pagi harinya, saat ia sedang membasuh muka di dekat kolam vihara sekelompok pencuri menjatuhkan sebuah bungkusan hasil curian di dekatnya. Pemilik barang-barang yang dicuri, saat mendekat, melihat Culakala dan baran...

Kisah Biksu Kala - Dhammapada

Dhammapada ayat 164 bab Syair Diri Sendiri Kisah Biksu Kala Yo sasanam arahatam, ariyanam dhammajivinam, patikkosati dummedho, ditthim nissaya papikam, phalani katthakasseva, attaghataya phallati. Bagaikan bambu yang menghancurkan dirinya sendiri, orang bodoh, karena pandangan salahnya, mencemooh ajaran para arya, yang hidup sesuai dengan Dhamma. Sang Buddha mengucapkan ayat ini pada saat berada di vihara Jetavana, dekat kota Savatthi, sehubungan dengan biksu Kala. Pada suatu ketika, di Savatthi, seorang wanita paruh baya melayani biksu Kala bagaikan anaknya sendiri. Pada suatu hari, ia mendengar tetangga-tetangganya membicarakan kemuliaan Sang Buddha. Ia pun berniat mendatangi vihara Jetavana untuk mendengarkan khotbah-Nya. Wanita itu mengungkapkan keinginannya itu kepada biksu Kala, namun biksu Kala menasihatinya agar tidak pergi ke sana. Tiga kali ia mengungkapkan keinginannya namun biksu Kala selalu melarangnya. Pada suatu hari, walaupun dilarang, wanita itu memu...

Kisah Perpecahan Sangha - Dhammapada

Dhammapada ayat 163 bab Syair Diri Sendiri Kisah Perpecahan Sangha Sukarani asadhuni, attano ahitani ca, yam ve hitanca sadhunca, tam ve paramadukkaram. Yang lebih mudah dilakukan adalah, hal-hal buruk dan tidak bermanfaat, sedangkan yang lebih sulit adalah, melakukan hal-hal baik dan bermanfaat. Sang Buddha mengucapkan ayat ini pada saat berada di vihara Veluvana, sehubungan dengan Devadatta yang memecah belah Sangha. Pada suatu ketika, pada saat Sang Buddha sedang mengkhotbahkan Dhamma di vihara Veluvana, di kota Rajagaha, Devadatta datang dan menyarankan bahwa karena Sang Buddha sudah semakin tua, maka tugas-tugas mengurus Sangha seharusnya dipercayakan kepadanya. Sang Buddha menolak saran itu dan menasihatinya serta menyebutnya dengan 'penjilat ludah' (khelasika). Semenjak saat itu, Devadatta sangat membenci Sang Buddha. Ia bahkan mencoba membunuh Sang Buddha sebanyak 3 kali, namun semua usahanya gagal. Kemudian Devadatta mencoba strategi lain. Sekali ini i...

Kisah Devadatta (3) - Dhammapada

Dhammapada ayat 162 bab Syair Diri Sendiri Kisah Devadatta - 3 Yassa accantadussilyam, maluva salamivotthatam, karoti so tathattanam, yatha nam icchati diso. Bagaikan tanaman merambat mencengkeram sebatang pohon, demikian juga, orang yang tidak bermoral, memperlakukan dirinya, seperti yang dikehendaki musuhnya. Sang Buddha mengucapkan ayat ini pada saat berada di vihara Jetavana, di dekat kota Savatthi, sehubungan dengan Devadatta. Pada suatu hari, para biksu sedang berbincang-bincang dan saat Sang Buddha memasuki ruangan, Sang Buddha bertanya kepada mereka tentang topik pembicaraan mereka. Mereka menjawab bahwa mereka sedang membahas tentang Devadatta, dan dilanjuti dengan berkata, "Bhante. Devadatta, selain manusia tidak bermoral, ia juga sangat licik. Ia mencoba mengapai ketenaran dan keberuntungan dengan memperoleh kepercayaan dari Ajatasatru dengan cara tidak benar." "Ia juga meyakinkan Ajatasatru bahwa dengan menyingkirkan ayahnya (raja Bimbisara),...

Kisah Upasaka Mahakala - Dhammapada

Dhammapada ayat 161 bab Syair Diri Sendiri Kisah Upasaka Mahakala Attana hi katam papam, attajam attasambhavam, abhimatthati dummedham, vijaramvasmamayam manim. Diri sendiri yang berbuat kejahatan, muncul dari diri sendiri, berakibat pada diri sendiri, menghancurkan si bodoh, bagaikan berlian memecah batu yang membentuknya. Sang Buddha mengucapkan ayat ini padasaat berada di vihara Jetavana, sehubungan dengan Mahakala, si upasaka. Pada hari sabbath, Mahakala, si upasaka, mengunjungi vihara Jetavana. Pada hari itu, ia menjalani hari sabbath dengan melaksanakan uposatha sila dan mendengarkan khotbah Dhamma hingga malam hari. Pada malam yang sama, sekelompok pencuri memasuki sebuah rumah dan saat pemilik rumah terbangun, ia mengejar para pencuri itu. Kawanan pencuri melarikan diri ke segala arah, ada yang lari ke arah vihara. Saat itu, hari menjelang fajar, upasaka Mahakala membasuh mukanya di kolam yang berada di vihara. Para pencuri menjatuhkan barang-barang curiannya t...

Kisah Ibu Biksu Kumara Kassapa - Dhammapada

Dhammapada ayat 160 bab Syair Diri Sendiri Kisah Ibu Biksu Kumara Kassapa Atta hi attano natho, ko hi natho paro siya, attana hi sudantena, natham labhati dullabham. Mungkinkah seseorang melindungi orang lain? Seseorang seharusnya berlindung kepada dirinya sendiri, dengan diri yang terkendali dengan baik, ia akan memperoleh perlindungan yang sulit diperoleh. Sang Buddha mengucapkan ayat ini pada saat berada di vihara Jetavana, sehubungan dengan ibu dari biksu Kumara Kassapa. Pada suatu ketika, seorang wanita muda meminta izin dari suaminya untuk menjadi biksuni. Karena kurang paham, ia bergabung dengan beberapa orang biksuni yang menjadi murid Devadatta. Wanita muda itu tidak menyadari bahwa ia sedang mengandung seorang bayi sebelum menjadi biksuni. Lama-lama, kehamilannya terlihat dan para biksuni membawanya menghadap guru mereka, Devadatta. Devadatta menyuruhnya untuk kembali hidup sebagai perumah tangga. Wanita muda itu berkata kepada para biksuni, "Aku tidak s...

Kisah Biksu Padhanikatissa - Dhammapada

Dhammapada ayat 159 bab Syair Diri Sendiri Kisah Biksu Padhanikatissa Attanance tatha kayira, yathannamanusasati, sudanto vata dametha, atta hi kara duddamo. Seseorang haruslah berbuat sesuai dengan ajarannya, hanya diri yang terkendali, yang dapat mengendalikan orang lain, sesungguhnya, mengendalikan diri sendiri sangat sukar. Sang Buddha mengucapkan ayat ini pada saat berada di vihara Jetavana, sehubungan dengan biksu Padhanikatissa. Biksu Padhanikatissa, setelah menerima petunjuk meditasi dari Sang Buddha, pergi ke sebuah hutan bersama dengan 500 orang biksu lainnya. Di sana, ia berkata kepada biksu-biksu lainnya untuk hidup dengan penuh kesadaran dan tekun dalam melatih meditasi. Setelah menasihati para biksu ia sendiri berbaring dan tidur. Para biksu muda berlaku sesuai dengan petunjuknya. Mereka melatih meditasi selama masa pertama malam hari dan pada saat akan tidur, biksu Padhanikatissa terbangun dan menyuruh mereka untuk kembali berlatih. Saat mereka kembali s...

Kisah Biksu Upananda - Dhammapada

Dhammapada ayat 158 bab Syair Diri Sendiri Kisah Biksu Upananda Attanameva pathamam, patirupe nivesaye, athannamanusaseyya, na kilisseyya pandito. Orang seharusnya lebih dulu melaksanakan apa yang benar, lalu mengajarkannya kepada yang lain, orang yang bijaksana, seharusnya tidak menimbulkan celaan. Sang Buddha mengucapkan ayat ini pada saat berada di vihara Jetavana, sehubungan dengan Upananda, seorang biksu dari suku Sakya. Biksu Upananda adalah seorang biksu yang ahli berkotbah. Ia selalu berkotbah agar biksu-biksu lain tidak serakah dan hanya memiliki sedikit keinginan. Ia juga sering membahas tentang kesucian dari rasa puas dan berhemat (appicchata) dan latihan yang keras (dhutanga). Namun, ia sendiri tidak melatih seperti apa yang telah ia ajarkan dan mengambil semua jubah dan keperluan lainnya yang diberikan umat. Pada suatu ketika, biksu Upananda pergi ke sebuah vihara desa sebelum tiba musim vassa. Beberapa biksu muda yang terkesan dengan keahliannya, memintan...

Kisah Pangeran Bodhi - Dhammapada

Dhammapada ayat 157 bab Syair Diri Sendiri Kisah Pangeran Bodhi Attanance piyam janna, rakkheyya nam surakkhitam, tinnam annataram yamam, patijaggeyya pandito. Orang yang menyayangi dirinya sendiri, akan menjaga dirinya dengan baik, selama 3 masa hidupnya**, orang bijaksana selalu waspada. 3 masa dalam hidup; masa kanak-kanak, masa muda, dan masa tua. Sang Buddha mengucapkan ayat ini pada saat berada di hutan Bhesakala, sehubungan dengan pangeran Bodhi. Pada suatu waktu, pangeran Bodhi membangun sebuah istana megah untuk dirinya sendiri. Saat istana itu selesai dibangun, ia mengundang Sang Buddha untuk menerima dana makanan. Untuk acara istimewa itu, ia memiliki ruangan yang dihiasi perhiasan dan berwangi 4 jenis aroma dan dupa. Juga, sebuah kain panjang terhampar di lantai, mulai dari pintu masuk hingga dalam ruangan. Ia tidak mempunyai anak, dan ia berbuat demikian agar dapat dikaruniai seorang anak jika Sang Buddha melangkah di kain itu. Pada Sang Buddha tiba, seb...

Kisah Putra Mahadhana - Dhammapada

Dhammapada ayat 155 dan 156 bab Syair Usia Tua Kisah Putra Mahadhana Acaritva brahmacariyam, aladdha yobbane dhanam, jinnakoncava jhayanti, khimanaccheva palle. Acaritva brahmacariyam, aladdha yobbane dhanam, senti capatikhinava, puranani anutthunam. Mereka yang masih muda, tidak menjalani kesucian, atau mengumpulkan harta benda, akan merana, bagaikan bangau di kolam kering tak berikan. Mereka yang masih muda, tidak menjalani kesucian, atau mengumpulkan harta benda, terbaring tak berdaya, bagaikan panah yang kehilangan arah, menyesali masa lalunya. Sang Buddha mengucapkan ayat ini pada saat berada di hutan Migadaya, sehubungan dengan putra dari Mahadhana, orang kaya dari kota Baranasi. Putra Mahadhana tidak mempelajari apa-apa saat masih muda. Setelah umurnya cukup ia menikah dengan seorang putri orang kaya. Istrinya sama seperti dia, tidak terpelajar. Saat orang tua kedua belah pihak meniggal dunia, mereka diwarisi 8 krore (80 juta) dari masing-masing pihak, mak...

Kisah Kata-Kata Kegembiraan Sang Buddha - Dhammapada

Dhammapada ayat 153 dan 154 bab Syair Usia Tua Kisah Kata-Kata Kegembiraan Sang Buddha Anekajatisamsaram, sandhavissam anibbisam, gahakaram gavesanto, dukkha jati punappunam. Gahakaraka ditthosi, puna geham na kahasi, sabba te phasuka bhagga, gahakotam visankhatam, visankharagatam cittam, tanhanam khayamajjhaga. Aku mencari si pembuat rumah** ini, namun gagal mencapai pencerahan untuk menemukannya, mengembara melalui roda kelahiran yang tak terhitung, terlahir berulang kali, itulah, penderitaan. Pembuat rumah, kau telah kutemukan, kau tidak dapat lagi membangun rumah, seluruh tiang**mu telah patah, atap**mu telah hancur, batinku telah mencapai Tanpa Kondisi**, mengakhiri nafsu keinginan**. - rumah = tubuh. - tiang-tiang = kekotoran batin. - atap-atap = kebodohan. - Tanpa Kondisi = nibbana. - Berakhirnya nafsu keinginan dalam kearahatan. Sang Buddha mengucapakan ayat-ayat ini pada saat diri-Nya mencapai kebuddhaan, ungkapan dari keagungan dari pencapaian-Nya...

Kisah Biksu Laludayi - Dhammapada

Dhammapada ayat 152 bab Syair Usia Tua Kisah Biksu Laludayi Appassutayam puriso, balibaddova grati, mamsani tassa vaddhanti, panna tassa na vaddhanti. Orang yang sedikit belajar, bagaikan seekor sapi, hanya dagingnya yang bertambah, namun kebijaksanaannya tidak berkembang. Sang Buddha mengucapkan ayat ini pada saat berada di vihara Jetavana, sehubungan dengan Laludayi, bisku yang sedikit belajar. Laludayi ialah biksu yang tidak bersemangat dan ceroboh. Ia tidak pernah bicara sesuai dengan situasi yang ada, walaupun ia telah berusaha dengan keras. Demikianlah, pada saat yang menyenangkan dan di tempat yang membahagiakan ia akan berbicara tentang kesedihan. Sedangkan pada saat yang menyedihkan ia akan berbicara tentang kesenangan dan kegembiraan. Di samping itu, ia tidak pernah menyadari bahwa ia telah membicarakan sesuatu yang tidak pada tempatnya. Pada saat diberitahukan tentang hal itu, Sang Buddha berkata, "Orang seperti Laludayi yang memiliki sedikit pengetah...

Kisah Ratu Mallika - Dhammapada

Dhammapada ayat 151 bab Syair Usia Tua Kisah Ratu Mallika Jiranti ve rajaratha sucitta, atho sarirampi jaram upeti, satanca dhammo na jaram upeti, santo have sabbhi pavedayanti. Kereta kerajaan yang penuh hiasan akan rusak, begitu pun tubuh akan menua, namun Dhamma Luhur tidak akan rusak, Demikianlah, seharusnya orang suci mengingat hal itu. Sang Buddha mengucapkan ayat ini pada saat berada di vihara Jetavana, di dekat kota Savatthi, sehubungan dengan ratu dari raja Pasenadi dari kerajaan Kosala. Pada suatu hari, ratu mallika pergi ke kamar mandi untuk membasuh muka, tangan dan kakinya. Anjing peliharaannya juga masuk. Pada saat ia sedang membungkukkan badan untuk mencuci kakinya, anjingnya mencoba untuk bersetubuh dengannya, dan ratu merasa geli namun sedikit senang. Raja melihat hal aneh itu dari jendela kamar tidurnya. Pada saat ratu masuk, raja marah kepada ratu, "Wanita penyihir. Apa yang kau lakukan dengan anjing itu di dalam kamar mandi? Jangan mengelak apa y...

Kisah Biksuni Rupananda - Dhammapada

Dhammapada ayat 150 bab Syair Usia Tua Kisah Biksuni Rupananda Atthinam nagaram katam, mamsalohita lepanam, yattha jara ca maccu ca, mano makkho ca ohito. Tubuh ini terbentuk dari tulang belulang, dan ditutupi dengan daging dan darah, di tubuh ini terdapat kehancuran dan kematian, harga diri dan iri hati. Sang Buddha mengucapkan ayat ini pada saat berada di vihara Jetavana, di dekat kota Savatthi, sehubungan dengan Janapadakalyani. Tuan putri Janapadakalyani adalah putri dari ratu Pajapati Gotami, ibu tiri pangeran Siddharta. Karena ia sangat cantik maka ia dikenal dengan sebutan Rupananda. Ia menikah dengan Nanda, sepupu Sang Buddha. Pada suatu hari, ia berpikir dalam hati, "Abang tertuaku yang mampu menjadi seorang Guru Dunia telah meninggalkan keduniawian dan menjadi seorang biksu, kini ia menjadi seorang Buddha." "Rahula, putra abang tertuaku, dan suamiku, pangeran Nanda, telah menjadi biksu. Ibuku, Gotami, juga telah menjadi biksuni, dan aku sendiri...

Kisah Biksu-Biksu Dari Adhimanika - Dhammapada

Dhammapada ayat 149 bab Syair Usia Tua Kisah Biksu-Biksu Dari Adhimanika Yanimani apatthani, alabuneva sarade, kapotakani atthini, tani disvana ka rati. Bagaikan buah labu, yang dibuang di musim gugur, seperti itulah tulang-tulang putih ini, apa yang menarik setelah melihatnya? Sang Buddha mengucapkan ayat ini pada saat berada di vihara Jetavana, di dekat kota Savatthi, sehubungan dengan beberapa orang biksu yang membanggakan dirinya sendiri. Lima ratus orang biksu, setelah menerima petunjuk meditasi dari Sang Buddha, pergi ke dalam sebuah hutan. Di sana mereka mempraktikkan meditasi dengan rajin dan tekun dan segera mencapai pemusatan pikiran (jhana). Mereka mengira bahwa mereka telah melenyapkan nafsu keinginan mereka, mencapai kearahatan. Sebenarnya, mereka mereka hanya salah sangka terhadap diri mereka sendiri. Kemudian, mereka menemui Sang Buddha dengan maksud memberitahukan kepada-Nya tentang pencapaian kearahatan mereka. Pada saat mereka tiba di depan pintu gerb...

Kisah Biksuni Uttara - Dhammapada

Dhammapada ayat 148 bab Syair Usia Tua Kisah Biksuni Uttara Parijinnamidam rupam, roganilam pabhaguram, bhijjati putisandeho, maranantam hi jivitam. Tubuh ini melapuk seiring waktu, sarang penyakit, dan akan mengalami kehancuran. Tubuh yang menjijikan ini pasti hancur, demikianlah, hidup diakhiri dengan kematian. Sang Buddha mengucapkan ayat ini pada saat berada di vihara Jetavana, sehubungan dengan biksuni Uttara. Biksuni Uttara yang berusia 120 tahun, pada suatu hari saat kembali dari menerima dana makanan ia bertemu dengan seorang biksu. Ia meminta biksu itu untuk menerima persembahan makanan darinya. Biksu itu tanpa pertimbangan mengambil semua makanannya, maka ia melewati hari itu tanpa makan. Hal sama terjadi pada 2 hari berikutnya. Biksuni itu tidak makan selama 3 hari berturut-turut dan tubuhnya melemah. Pada hari keempat, pada saat ia sedang berkeliling menerima dana makanan, ia berjumpa dengan Sang Buddha di jalan yang sempit. Dengan rasa hormat ia bersujud k...

Kisah Sirima - Dhammapada

Dhammapada ayat 147 bab Syair Usia Tua Kisah Sirima Passa cittakatam bimbam, arukayam samussitam, aturam babusankappam, yassa natthi dhuvam thiti. Lihatlah tubuh yang terbungkus pakaian ini, penuh dengan luka, disangga dengan tulang-belulang, berpenyakit dan subjek dari banyak pemikiran**. demikianlah, tubuh ini tidak kekal dan abadi. Tubuh adalah subjek dari berbagai pemikiran akan nafsu keinginan dan pengaguman. Sang Buddha mengucapkan ayat ini pada saat berada di vihara Jetavana, di dekat kota Savatthi, sehubungan dengan seorang pelacur yang bernama Sirima. Pada suatu ketika, di kota Rajagaha, hiduplah seorang pelacur yang sangat cantik yang bernama Sirima. Setiap hari Sirima mempersembahkan dana makanan kepada 8 orang biksu. Salah seorang biksu tanpa sengaja memberitahukan kepada biksu-biksu lain betapa cantiknya Sirima, dan tentang persembahan makanannya yang sangat lezat kepada para biksu setiap hari. Mendengar ucapan biksu itu, seorang biksu muda jatuh cinta kepad...

Kisah Para Pengikut Visakha - Dhammapada

Dhammapada ayat 146 bab Syair Usia Tua Kisah Para Pengikut Visakha Ko nu haso kimanando, niccam pajjalite sati, andhakarena onaddha, padipam na gavesatha. Mengapa ada tawa dan sukacita, walau keadaan sekitar sedang terbakar**? Terselubung di dalam kegelapan**, mengapa tidak mencari cahaya**? Terbakar; dibakar api nafsu keinginan. Kegelapan; tidak memahami 4 Kesunyataan Mulia Tentang Penderitaan. Cahaya; kebijaksanaan. Sang Buddha mengucapkan ayat ini pada saat berada di vihara Jetavana, di dekat kota Savatthi, sehubungan dengan para pengikut upasika Visakha. Lima ratus pria di Savatthi mengirimkan istri-istri mereka kepada Visakha untuk menjadi pengikutnya karena mereka berharap istri-istri mereka dapat menjadi orang yang murah hati, bajik, dan mulia seperti Visakha. Selama sebuah perayaan Bacchanalia** yang berlangsung selama 7 hari, para wanita itu meminum habis semua sisa-sisa arak yang ditinggalkan oleh suami-suami mereka, sehingga mereka mabuk saat Visakha tidak...

Kisah Samanera Sukha - Dhammapada

Dhammapada ayat 145 bab Syair Hukuman Kisah Samanera Sukha Udakam hi nayanti nettika, usukara namayanti tejanam, darum namayanti tacchaka, attanam damayanti pandita. Petani mengairi sawah, pembuat panah meluruskan anak panah, tukang kayu membengkokkan kayu, orang bijaksana menguasai dirinya sendiri. Sang Buddha mengucapkan ayat ini pada saat berada di vihara Jetavana, sehubungan dengan seorang samanera yang bernama Sukha. Kisah samanera Sukha mirip dengan kisah samanera Pandita pada ayat 80, bab Orang Bijaksana (Pandita Vagga). Sukha ditahbiskan menjadi seorang samanera oleh biksu Sariputra pada saat ia berusia 7 tahun. Di hari kedelapan menjadi samanera, ia mengikuti biksu Sariputra berkeliling menerima dana makanan, ia melihat beberapa orang petani sedang mengaliri air ke ladang-ladang mereka. Kemudian ia melihat para pembuat panah sedang meluruskan anak panah-anak panah mereka. Lalu melihat beberapa orang tukang kayu sedang membuat sesuatu yang mirip dengan roda pe...

Kisah Biksu Pilotikatissa - Dhammapada

Dhammapada ayat 143 dan 144 bab Syair Hukuman Kisah Biksu Pilotikatissa Hirinisedho puriso, koci lokasmi vijjati, yo niddam apabodheti, asso bhadro kasamiva. Asso yatha bhadro kasanivittho, atapino samvegino bhavatha, saddhaya silena ca viriyena ca, samadhina dhammavinicchayena ca, sampannavijjacarana patissata, jahissatha dukkhamidam anappakam. Orang yang paling langka di dunia ini, adalah ia yang malu berbuat jahat, dan selalu waspada, bagaikan kuda bagus yang membuat dirinya tidak dicambuk. Bagaikan kuda bagus yang dicambuk sekali, akan menjadi tekun dan mawas diri pada roda kelahiran, dengan keyakinan, sila, usaha, konsentrasi, perenungan Dhamma, Berbekal pengetahuan dan sila, dan dengan penuh kesadaran, meninggalkan penderitaan yang tak terhingga. Sang Buddha mengucapkan kedua ayat ini pada saat berada di vihara Jetavana, sehubungan dengan biksu Pilotikatissa. Pada suatu hari, biksu Ananda melihat seorang remaja berpakaian kusam sedang berkeliling mengemis...



Sekilas Info


PEMBANGUNAN VIHARA MAHASAMPATTI


Vihāra Mahāsampatti mengajak para dermawan berhati mulia untuk menjadi penyokong Dhamma dan penganjur berdana dengan berdana COR LANTAI.


Luas bangunan Vihāra Mahāsampatti ± 5555 m2. Untuk itu Vihāra Mahāsampatti yang terletak di Jalan Pajang No. 1-3-5-7-9-11, Kel. Sei Rengas Permata, Kec. Medan Area, Medan, Sumatera Utara, masih sangat membutuhkan kedermawanan Anda.



Baca di situs resminya:

http://donasi.viharamahasampatti.or.id





MEDITASI VIPASSANA


Sukhesikarama Mindfulness Forest (SUMMIT), Bakom, Cianjur, Jawa Barat:

Tempat terbuka sepanjang tahun bagi yang ingin berlatih secara intensif baik mingguan, bulanan, maupun tahunan.



Selama masa pandemi Covid 19 retreat ditiadakan, namun bagi yang ingin berlatih meditasi silahkan datang.

Informasi Lengkap:
lihat di website Sukhesikarama


Informasi Guru Pembimbing:
simak tentang Bhante GUNASIRI

Channel di Youtube Sukhesikarama TV

“Bukan ada waktu baru bermeditasi, tetapi luangkanlah banyak waktu untuk bermeditasi”





PEMBANGUNAN RAKKHITAVANA BUDDHIST CENTER


Panitia pembangunan RAKKHITAVANA BUDDHIST CENTRE memberi kesempatan untuk berbuat kebajikan, demi terwujudnya pembangunan RAKKHITAVANA BUDDHIST CENTRE di Jl. LetJend Jamin Ginting KM 27, sebagai tempat meditasi yang terpadu, sunyi, segar, serta bernuansa asri dengan lokasi yang terjangkau dalam waktu 1 jam dari kota Medan.


Baca di halaman Facebooknya:

Rakkhitavana.